Empat Puluh Empat

8.5K 1.2K 65
                                    

*Mohon maaf untuk updatean kemarin yang gak bisa dibuka. Sebenarnya itu gak sengaja ke publish, jadi langsung aku unpub karena babnya belum selesai diketik.
Btw, aku pake sistem ketik - update. Jadi aku gak punya stok bab di draft. Makanya selalu lama setiap kali update bab berikutnya. Kalau belum selesai diketik, ya gak bakalan update. Kalau udah selesai pasti langsung di update (alasan kenapa banyak typo-nya haha).
Happy reading❤️
••••

Tiga hari sudah Vanilla menonaktifkan ponselnya. Tidak membuka sosial media apapun, dan memutuskan untuk tidak keluar rumah. Bahkan ia sampai menyuruh Sandra datang untuk melihat perkembangan gaun pengantin yang sedang dikerjakan Vanilla. Vanilla juga sedikit bercerita pada Sandra tentang apa yang membuat pikirannya terganggu.

Siapa apa lagi jika bukan perkataan Soraya tempo lalu. Logika masih terus berdebat dengan batinnya. Logikanya yang setuju dengan kalimat Soraya, sementara batinnya mengatakan bahwa itu semua hanya asumsi untuk mengacaukan pikiran Vanilla.

Vanilla benar-benar terlihat seperti orang gila. Mondar mandir kesana-kemari, berbicara sendiri, bahkan berteriak sembari guling-guling di atas kasur.

"Nil..." panggilan itu mengalihkan Vanilla kearah Cathrine yang nongol di pintu. "Barang-barang Lo di gudang mau tetap simpan di sana atau dibuang aja?" tanya Cathrine.

Vanilla menarik napas dalam-dalam seraya menghembuskannya perlahan. "Terserah kakak aja deh," jawab Vanilla.

"Mana bisa terserah gue, itu kan barang-barang Lo. Lihat dulu sana! Siapa tahu ada yang penting. Gudang mau diberesin, mau dijadiin bengkel sama Jason."

"Hah?" Vanilla cengo mendengar kalimat terakhir Cathrine. "Sejak kapan Jason tertarik sama dunia perbengkelan?"

"Sejak dia bilang mau menghabiskan sisa hidupnya bersama para mesin motor dan mobil." Cathrine menutup kembali pintu kamar Vanilla dan pergi.

Vanilla kembali menghela napas. Ia bangkit dan mencari ikat rambutnya yang terlempar entah kemana. Setelah dapat, ia langsung mencepol asal rambut panjangnya. Vanilla melirik kearah cermin dan melihat pantulan wajahnya yang menyedihkan. Rambut acak-acakan, baju kaos lusuh, celana pendek, wajah pucat, benar-benar menyedihkan.

Dengan malas ia berjalan menuruni anak tangga menuju dapur. Mengambil sekotak eskrim dan memakannya sembari berjalan menuju gudang yang berada dibawah garasi. Samar-samar Vanilla mendengar suara Jason dan Rey yang terdengar seperti sedang berdebat.

"Selamat pagi wahai kakak-kakak ku tercinta," sapa Vanilla dengan nada riang. Rey dan Jason langsung menoleh secara bersamaan dan meringis melihat penampilan Vanilla. "Kenapa? Ada yang salah dari gue?"

"Ternyata hidup Lo lebih menyedihkan dari gue," ujar Jason sarkastik.

"Astaga Vanilla, kamu gak mandi, gak ganti baju sejak tiga hari yang lalu!?"

Vanilla menggelengkan kepala dan langsung mencium wangi tubuhnya, "masih harum kok," jawab Vanilla kembali membuat Jason dan Rey meringis.

"Beresin nih barang-barang Lo!" ketus Jason menendang tumpukan kardus yang berisikan barang-barang Vanilla.

Mendengar nada ketus Jason, Rey langsung memukul bagian belakang kepala Jason. "Jangan ditendang juga dong!"

"Sakit woy!"

"Lo yang cari masalah duluan!"

"Lah kok jadi salah gue?"

"Ya Lo ngapain tiba-tiba nyuruh gue beresin gudang!? Kan lo yang perlu!"

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Where stories live. Discover now