03. Keluarga Vamana

1.7K 223 44
                                    

Bab 03: ᴋᴇʟᴜᴀʀɢᴀ ᴠᴀᴍᴀɴᴀ

Aeris panik, ia segera memegang kalungnya, namun, tidak ada! Ohh tidak, Aeris sepertinya hari ini bernasib sial.

Tanpa kalung itu, ia tidak bisa kembali ke masa depan. Teknologi pun tidak tau ia berada di mana. Satu-satunya cara adalah mencari kalung itu, namun, itu tidak akan mudah. Mencari kalung di hamparan luas seperti ini terdengar mustahil.

Aeris berjalan sambil menunduk ke bawah, untuk melihat apakah kalung miliknya berada di situ.

Kalungnya ke mana sih? batin Aeris.

Ia kembali mengingat-ingat, kira-kira, kalungnya jatuh di mana. Ada satu tempat yang muncul dibenak Aeris, ia langsung melangkahkan kakinya ke sana, ke air terjun tadi.

Mungkin sewaktu ia bermain air, tak sengaja kalungnya terjatuh. Entahlah, bagaimana cara kalung tersebut jatuh.

Aeris mencelupkan tangannya ke dalam air, berharap segera menemukan kalungnya dan pulang ke tahun 2049.

Terjebak di tahun 1820 adalah mimpi buruk bagi Aeris. Seperti yang diceritakan Pluto, tahun itu penuh dengan pembunuhan, penghianatan, dan termasuk ke dalam zaman terkejam menurut buku yang dibaca Pluto.

Setelah lima belas menit mencari, kalung itu tetap tidak ditemukan. Jari-jari tangan Aeris sudah keriput. Ia memutuskan untuk istirahat terlebih dahulu di pinggiran air terjun.

Aeris membuka kopernya, lalu mengambil bekal yang memang dibawa dari tahun 2049. Untungnya ia membawa banyak makanan, karena tadinya ia ingin membagi ke anggota tim lainnya, tapi ia malah terjebak di tahun 1820.

Ia membuka kotak bekal pertama dan mulai memakan burgernya yang berisikan daging, selada, irisan tomat, dan keju. Aeris melahap burgernya dengan cepat.

Sembari menatap ke arah langit, Aeris berpikir bagaimana caranya untuk dia kembali ke tahun 2049. Tapi otaknya tidak menemukan jawaban.

Selesai makan, Aeris langsung membereskan kotak makannya dan memasukkannya kembali ke koper.

"Ohh iya! Siapa tau masih bisa telepati," monolog Aeris.

Ia mulai memejamkan matanya dan fokus. Meski suara burung berkicau saling sahut-menyahut, Aeris harus tetap fokus.

Profesor Rasya, apa kau mendengarku?

Tidak ada sahutan dalam pikiran Aeris, namun, ia kembali mencoba.

Profesor Rasya, lapor saya Aeris, Edith nomor 72. Saya terjebak dalam tahun 1820 dan kalung saya menghilang. Apa Anda bisa membantu saya?

Tidak ada sahutan lagi. Aeris putus asa. Mungkin karena kalungnya menghilang, membuatnya sulit bertelepati.

Namun, tiba-tiba ada yang menepuk pundak Aeris, yang membuat gadis itu kaget dan terjatuh.

"Aduh Nak, maafkan Ibu karena telah mengagetkanmu. Mari Ibu bantu," ucap wanita paruh baya itu. Aeris dengan ragu-ragu berdiri dibantu oleh wanita tadi.

"Nama Ibu, Ratna. Kamu siapa? Kenapa bisa sampai ke sini?" tanya wanita tadi yang bernama Ratna.

"Saya juga tidak tahu, Bu, kenapa bisa sampai ke sini," jawab Aeris. Lebih baik ia berbohong seperti itu, daripada harus jujur kalau ia terlempar dari masa depan.

Ratna mengernyit bingung. "Kok kamu tidak tahu kenapa bisa sampai ke sini?"

"Ya ... Saya juga tidak tahu, Bu. Bingung menjelaskannya."

"Di mana keluargamu?" tanya Ratna.

"Keluarga saya ada di tempat yang jauh sekali. Saya tidak akan bisa menemui mereka sekarang," jawab Aeris sembari melihat ke arah langit. Rupanya tindakan Aeris dengan melihat ke arah langit membuat Ratna salah paham. Ia malah mengira keluarga Aeris sudah tiada karena telah dibunuh.

Edith: Survive in PastWhere stories live. Discover now