46. Mengaku

588 126 26
                                    

Ayooo, di-vote terlebih dahuluu.

Bab 46: ᴍᴇɴɢᴀᴋᴜ

Aeris ditinggalkan berdua dengan Valendra di bangunan tersebut. Pintu ditutup, membuat suasana di sekitar terasa menegangkan.

"Jasad ini ditemukan tak jauh dari lokasi di mana kau hilang beberapa minggu yang lalu. Entah hanya kebetulan atau bagaimana, jika diperhatikan lebih jelas, wajah kalian mirip. Lamtas, setelah kau ditemukan, ingatanmu menghilang." Valendra menjeda ucapannya sesaat.

"Entah hanya aku yang merasa, atau memang kalian ada hubungan sesuatu," lanjutnya. Aeris menahan napasnya sesaat.

"Kami tidak ada hubungan apa-apa." Aeris menjawab tanpa melihat ke Valendra. Namun, ada satu hal yang Aeris tidak tahu tentang Valendra, Raja satu itu bisa merasakan aura yang berbeda jika seseorang berbohong. Maka dari itu warga-warga yang dihukum sudah jelas warga yang bersalah.

Valendra menghela napasnya. "Kau menjawabnya dengan ragu. Jawablah dengan jujur." Namun, Aeris tetap bergeming. Dalam benaknya, ia mencari-cari alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan Valendra.

"Aeris ... bisa kau jelaskan?" Valendra bertanya sekali lagi.

"Aku tidak mengenalnya," jawab Aeris.

"Kau harus mengetahui fakta bahwa aku bisa mengetahui seseorang berbohong atau tidak," ucap Valendra. Habis sudah Aeris, ia tertangkap sedang berbohong pada Valendra.

Aeris kembali menatap jasad perempuan yang ada di bawahnya beberapa saat. Ia menghela napasnya, jika Aeris mengatakan yang sebenarnya, apa yang akan terjadi? Apakah kepalanya akan dipenggal?

"Kau harus menjawabnya dengan jujur, itu akan memudahkan kau juga," ucap Valendra.

Aeris tahu, cepat atau lambat, pasti keadaan seperti ini akan datang. Namun, ini diluar perkiraan, Aeris tidak menyangka keadaan ini akan datang secepat ini.

"Kau ingin aku menjawab jujur?" Aeris memberanikan diri untuk menatap Valendra. Tentu saja Raja itu mengangguk dan siap mendengarkan.

"Jika aku mengatakan yang sebenarnya, kau tidak akan percaya." Valendra mengernyit bibgung mendengar perkataan Aeris.

"Aku akan percaya," jawab Valendra.

Aeris memejamkan matanya, lalu menghela napasnya, ia membuka kembali kedua matanya setelah siap untuk bercerita.

Ya ... lebih baik jujur sekarang, Aeris, batin Aeris.

"Aku memang benar Aeris, namun, aku bukanlah Putri Aeris yang berasal dari Daniswara. Aku adalah seorang warga biasa dari kota Drayce." Valendra lagi-lagi mengernyit bingung, namun, ia tetap diam.

"Mungkin kau merasa asing dengan nama Drayce, karena kota itu tidak berasal dari zaman ini. Ini tahun 1820, sedangkan aku berasal dari tahun 2049." Ucapan Aeris sontak membuat Valendra tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Aku seorang penjelajah waktu, yang kami sebut dengan sebutan Edith. Awal mula kekacauan ini terjadi karena kesalahanku sendiri. Aku yang bertugas untuk pergi ke tahun 2051 malah memikirkan tahun 1820 karena cerita temanku dan tiba-tiba terlempar ke sini begitu saja," jelas Aeris.

Valendra menatap Aeris seksama, ia tidak melihat kebohongan di mata Aeris dan auranya juga terlihat biasa saja.

"Saat itu aku tidak menyadari bahwa aku berada di tahun yang salah. Aku malah bermain air terjun di tempat kemarin dan menghilangkan kalungku yang merupakan satu-satunya alat komunikasiku dengan pemimpin kami. Lalu, tak berapa lama, aku ditemukan oleh Ibu Ratna yang sedang mencari kayu bakar. Ia bilang ingin membawaku ke rumahnya, aku tentu tidak menolak. Pada saat itu juga, aku bertemu dengan Kak Arjuna dan Nalesha." Aeris menggantungkan ucapannya sesaat.

Edith: Survive in PastOù les histoires vivent. Découvrez maintenant