43. Berita Tentang Iris

605 127 37
                                    

Ayoo, di-vote terlebih dahulu.

Bab 43: ʙᴇʀɪᴛᴀ ᴛᴇɴᴛᴀɴɢ ɪʀɪs

Malam hari, Iris duduk diam di salah satu batu yang ada di dekat kamarnya. Setelah Aeris pergi beberapa hari yang lalu, ia tampak murung. Tak lama, dayang pribadinya memberitahu bahwa Pangeran Theo lagi-lagi ingin bertemu dengannya.

Iris mengangguk pelan dan berdiri. "Dia ingin bertemu di mana?"

"Di hutan perbatasan antara Daniswara dan Danadyaksa, Putri," jawab Batari—dayang pribadi Iris. Iris lantas terdiam sesaat lalu menatap Batari.

"Kenapa ia ingin menemuiku di sana?" tanya Iris.

"Maaf, Putri. Saya tidak tahu." Jawaban Batari membuat Iris tidak puas. Ia lalu berjalan menuju pintu kerajaan tanpa mengatakan apa-apa. Batari yang melihatnya lantas menahan Iris pergi.

"Putri ingin memakai pakaian seperti ini? Tidak ingin berganti pakaian dulu?" Batari bertanya.

"Tidak. Sudahlah, aku pergi dulu," ujar Iris lalu meninggalkan kerajaan, sendirian. Batari yang tidak tahan dengan sikap aneh Iris akhir-akhir ini memilih untuk mengikuti Putri tersebut diam-diam. Karena, memang jika Iris bertemu dengan Theo, ia tidak ingin ditemani oleh siapa pun.

Karena hari sudah malam dan para warga sudah tidur, Iris berjalan dengan santai di luar kerajaan walau masih memakai pakaian kerajaan. Batari yang tak jauh darinya mengendap-endap di balik rumah-rumah para warga.

Sekitar sepuluh menit kemudian, Iris mulai memasuki hutan tanpa takut. Batari di belakangnya sedikit susah mengikuti ke mana Putri itu pergi karena minimnya pencahayaan, satu-satunya pencahayaan mereka hanya sinar bulan di atas sana.

Batari masih terus mengikuti Iris di belakang. Ketika Iris curiga ia diikuti dan menoleh ke belakang, Batari langsung cepat-cepat bersembunyi di balik pohon yang rindang.

Selang beberapa waktu, Batari pun akhirnya mendengar suara Iris yang berbicara dengan samar-samar. Ia kemudian berjalan mendekat perlahan dan kembali bersembunyi di balik pohon.

"Kau sedih kakakmu pergi?" Terdengar suara Theo yang bertanya pada Iris.

"Ini sudah malam, Pangeran. Langsung saja ke intinya, aku sudah mengantuk." Iris menjawab.

Lalu, Theo tertawa pelan. "Jangan buru-buru, Irisku sayang." Entah hanya Batari saja, atau memang perkataan Theo mampu membuat bulu kuduknya berdiri.

"Kau ingin apa lagi dariku?" ucap Iris, suaranya terdengar lemah.

"Apa ya ... bagaimana jika kita menikah?" Pertanyaan Theo sontak membuat Batari membulatkan kedua matanya terkejut.

Apakah Putri Iris sedang dilamar? Kalau begitu, pasti ia menerimanya, batin Batari.

"Tidak! Aku tidak sudi menikah dengan orang hina seperti dirimu!" seru Iris. Perkataannya mampu membuat Batari mengernyit bingung.

Bukankah mereka saling mencintai? batin Batari.

"Jangan membuatku kesal, Putri Iris. Kau berani sekali mengatakan hal itu padaku," ucap Theo.

"Aku sudah kehilangan kakakku karenamu, jadi, enyahlah!"

"Bukannya kau sendiri yang menjauhi kakakmu? Jangan menyalahkan aku Putri Iris."

"Aku menjauhi kakakku karena tidak ingin ia terluka karenamu demi kebaikannya! Aku menghancurkan hubungan kalian karena tidak ingin kakakku hancur karenamu! Ini semua berawal dari kau Pangeran Theo!"

"Iris!"

"Kau mau mati, hah?" Perkataan Theo mampu membuat jantung Batari berdegup kencang.

"Aku lebih baik mati daripada harus menikah denganmu." Iris menjawab dengan berani.

Edith: Survive in PastWhere stories live. Discover now