44. Perang Balas Dendam

560 126 12
                                    

Ayo di-vote terlebih dahulu.

Bab 44: ᴘᴇʀᴀɴɢ ʙᴀʟᴀs ᴅᴇɴᴅᴀᴍ

Aeris sudah sampai Daniswara dan melihat suasana kerajaan yang terbilang lebih sepi dari biasanya. Ia langsung mencari-cari ke mana orang-orang berada.

"Apa mereka pergi?" tanya Aeris sembari melihat ke kanan dan kiri.

"Tidak mungkin. Walaupun mereka pergi, Kerajaan tidak akan ditinggalkan seperti ini," jawab Valendra.

Saat melewati taman, Valendra mendengar isak tangis seseorang samar-samar. Raja itu memberhentikan langkahnya, yang membuat Aeris juga ikut berhenti dan menatapnya bingung.

"Ada apa?" Aeris bertanya.

"Ada yang menangis di taman," jawab Valendra seraya melihat ke taman. Aeris pun langsung memasuki taman, semakin lama, semakin terdengar suaranya.

Selang beberapa menit mencari, Aeris berhenti karena melihat sosok laki-laki yang menangis sembari memeluk lututnya dan menyembunyikan kepalanya. Suara itu berasal dari situ.

Perlahan, Aeris mendekat, mencoba mengenali laki-laki itu. Lalu, ketika mengenali siapa itu, Aeris langsung memeluknya, memberi semangat kepada Idris. Karena kaget ada yang memeluknya, Idris mendongak dan melihat Aeris di depannya.

Dengan mata dan hidung yang merah, Idris langsung memeluk erat-erat kakaknya itu. Valendra lalu melangkahkan kakinya untuk meninggalkan taman, karena merasa ia tidak seharusnya berada di situ.

"Kak ... Iris ternyata terpaksa, Kak .... " Idris berbicara dengan parau.

"Sebenarnya apa yang terjadi dengan Iris? Aku tidak mengerti. Pagi tadi, aku diberi kabar mengenai tewasnya Iris, tapi tidak mungkin ia tewas begitu saja," ucap Aeris yang bingung.

Idris melepaskan pelukannya dan segera menjelaskan kepada Aeris permasalahannya. "Iris sengaja menjauhi kita karena ingin melindungi kita dari Pangeran Theo. Pangeran sialan itu ingin melukaimu, namun, Iris mengetahuinya dan meminta Pangeran Theo untuk tidak menyakitimu. Aku tadi membaca semuanya di buku harian Iris," jelas Idris.

"Kenapa Iris ikut menjauhimu?" gumam Aeris.

"Karena jika aku mengetahuinya juga, Iris yang akan disakiti oleh Pangeran Theo."

"Aku ... aku gagal menjadi seorang kakak yang baik untuknya," lanjutnya, membuat Aeris juga ikut merasa menyesal.

"Pasti menyakitkan melihat kedua kakaknya juga ikut membencinya," kata Idris.

Aeris tidak berkata apa-apa, ia langsung memeluk Idris lagi dengan erat. Aeris pun merasakan hal yang sama dengan Idris, ia menyesal telah bersikap seperti itu dengan Iris, padahal, Iris melakukannya demi dirinya.

"Semalam Iris dipaksa untuk menikah dengan Pangeran Theo, tapi ia tidak mau dan berakhir dibunuh. Iris mengatakan dia menyayangi kita di detik-detik terakhirnya." Idris tidak bisa melanjutkan ucapannya lagi. Ia menangis di pundak Aeris.

Karena mendengar tangis Idris, Aeris segera menahan tangisnya untuk tidak keluar. Ia mendongak sembari menepuk-nepuk punggung Idris.

"Iris pasti sudah bahagia di sana, ia tidak akan bertemu dengan Pangeran Theo lagi. Ayo kita lihat Iris sebelum ia dimakamkan," ucap Aeris. Ia berdiri, lalu memegang tangan Idris yang mencoba untuk berdiri.

Mereka bersama-sama berjalan dengan bergandeng tangan. Yang biasanya mereka akan mengobrol saat berjalan, sekarang hanya hening yang menyelimuti mereka karena sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Aeris lalu melihat Jonathan dan Soraya yang menangis di salah satu bangunan. Itu adalah tempat Iris dibaringkan sebelum dikubur. Aeris melihat tubuh itu yang terbaring kaku. Tidak seperti biasanya, tubuh Iris kini pucat.

Aeris yang tak bisa melihat lebih lama lagi memilih mundur. Ia memejamkan matanya lalu keluarlah air mata yang sedari tadi ia tahan, Aeris tidak bisa menahannya lagi. Ia merasa menyesal, sangat menyesal.

Ya Tuhan ... banyak sekali kesalahanku di sini, maafkan aku, batin Aeris.

Selang beberapa menit, tubuh Iris diangkat, sudah saatnya putri tersebut dimakamkan. Aeris berjalan di belakang Idris sendirian, ia terus melihat ke bawah.

Hingga, sampailah mereka di kuburan khusus anggota kerajaan. Para prajurit yang tadi mengangkat Iris langsung memindahkan tubuh putri tersebut ke tanah yang sudah digali.

Aeris tidak bisa melihat semuanya, ia masih menatap ke bawah. Para prajurit itu kembali naik saat tubuh Iris sudah dibaringkan di tanah itu. Tanpa berlama-lama lagi, segera mereka menutup tubuh Iris menggunakan tanah bekas galian tadi. Aeris langsung membalikkan tubuhnya dan mendapati Valendra yang sudah dibelakangnya.

Aeris mendongak, menatap Valendra. Raja itu langsung menutup kedua mata Aeris menggunakan tangannya. "Jika tidak sanggup, tutuplah matamu," ucap Valendra.

•••

Beberapa jam setelah proses pemakaman Iris, mereka semua berkumpul—Jonathan, Soraya, Idris, Aeris, dan Valendra—untuk membahas tentang Theo. Batari selaku saksi mata dipanggil.

"Apa kau benar-benar yakin Pangeran Theo yang melakukannya?" tanya Jonathan. Batari langsung mengangguk cepat.

"Saya berani bersumpah, Yang Mulia, Pangeran Theo yang melakukannya," jawab Batari.

"Lagi pula aku sudah membaca buku harian Iris. Benar yang dikatakan Dayang Batari, Pangeran Theo yang melakukannya," ucap Idris.

"Bisa kau ceritakan kronologinya?" Soraya bertanya dengan suara yang bindeng.

Batari mengangguk lagi. "Saya mengikuti Putri Iris diam-diam pada malam hari karena merasa ada yang aneh dengan sikapnya. Pangeran Theo memintanya datang ke hutan perbatasan antara Daniswara dan Danadyaksa. Ketika mereka bicara, saya mendengar semuanya dari balik pohon, namun, saya tidak bisa melihat wajah mereka. Ketika Pangeran Theo sudah pergi, saya langsung keluar dari persembunyian saya dan melihat Putri Iris yang sudah dalam kondisi perut yang tertusuk," jelas Batari. Aeris dan Valendra saling tatap.

"Baiklah, kau boleh kembali," ucap Jonathan. Batari membungkukkan badannya dan pergi dari situ.

"Idris, kau sudah membaca seluruh buku harian Iris?" Idris mengangguk menjawab Jonathan.

"Pangeran Theo selalu memaksa Iris untuk melakukan apa yang ia inginkan, Iris seperti dijadikan boneka olehnya," jawab Idris dengan menatap tajam ke depan.

"Jika benar begitu, maka aku akan secepatnya menyerang Kerajaan Danadyaksa untuk Iris. Putri bungsuku sudah meninggal, aku tidak akan membiarkan Pangeran Theo hidup tenang setelah apa yang dilakukannya pada Iris," kata Jonathan. Soraya dan Idris mengangguk setuju.

"Aku akan membantumu." Perkataan Valendra sontak membuat mereka menatapnya.

"Jangan, anakku membutuhkanmu. Aeris yang paling dekat dengan Iris, aku takut Aeris tidak menjaga tubuhnya karena sedih yang mendalam," ujar Jonathan. Valendra seketika melirik ke arah Aeris.

"Aku akan mengirim pasukanku untuk membantu Daniswara menyerang Danadyaksa. Pangeran Theo secara tak langsung juga sudah berurusan denganku. Karena Iris adik dari Ratuku, tentu aku tidak akan diam," ucap Valendra.

Jonathan menganggukkan kepalanya. "Baiklah. Aku akan melakukan penyerangan dengan waktu yang dekat."

"Tenang saja, pasukan Hanasta sudah dilatih untuk melakukan penyerangan secara mendadak."

Jonathan mengangguk lagi. "Terima kasih sudah ingin membantu, Raja Valendra."

"Sudah kewajibanku untuk membantu, Raja Jonathan." Kemudian, Raja dari Hanasta dan Daniswara itu saling berjabat tangan.

Untuk yang satu ini, aku mendukung penyerangan untuk keadilan Iris, batin Aeris.

Tbc
07-03-22

Tengah malem tapi gapapa lah yaa.

Jangan lupa untuk voment. Satu vote dan komentar kalian akan sangat berguna untuk penulis agar lebih rajin nulis dan update.

Ikuti aku di:
Instagram: riecassa.
TikTok: Riecassa.

Edith: Survive in PastWhere stories live. Discover now