41. Tatapan Saling Benci

584 134 18
                                    

Ayooo, di vote dulu sebelum membaca :D

Bab 41: ᴛᴀᴛᴀᴘᴀɴ sᴀʟɪɴɢ ʙᴇɴᴄɪ

Sore ini, Aeris sudah siap untuk pergi ke air terjun, mencari kalung miliknya yang terhubung dengan masa depan—lebih tepatnya dengan Pendiri Edith.

Perempuan itu tersenyum kala membayangkan kalungnya ditemukan. Yang berarti, ia bisa kembali ke zaman aslinya. Namun, Aeris tiba-tiba memikirkan Valendra, jika ia kembali, siapa yang akan menjadi teman bicaranya? Mengingat ia sudah tidak mempunyai teman lagi, Aldari, Bastian, dan Ryan pun sudah memperlakukan Valendra dengan berbeda. Mereka benar-benar memperlakukan Valendra sebagai raja, bukan sebagai teman.

Sudahlah, itu kupikirkan nanti saja. Yang terpenting, kalungnya kudapatkan dulu, batin Aeris.

Ia lalu berjalan ke dekat gerbang kerajaan. Sudah terlihat beberapa prajurit di sana, Ryan juga ada. Tinggal menunggu Valendra untuk berangkat.

Tadi, Aeris sempat menyuruh Valendra untuk beristirahat karena menurutnya pasti lelah habis berburu langsung pergi lagi.

Tak lama, yang ditunggu pun datang. Setelah istirahat sebentar sehabis memburu, wajah Valendra tampak lebih segar.

Langsung saja, Valendra menyuruh penjaga untuk membuka gerbang kerajaan. Valendra mengulurkan tangannya ke Aeris, untuk membantunya naik ke kuda.

"Terima kasih," ucap Aeris yang menerima uluran tangan Valendra.

Setelah memastikan Aeris duduk dengan nyaman, Valendra pun langsung naik ke kuda. Posisi ini mengingatkan Aeris pada waktu ia dibawa menuju Hanasta.

Mereka pun akhirnya keluar dari kerajaan. Kuda yang ditunggangi Aeris dan Valendra berada di depan, kemudian disusul oleh Ryan dan beberapa prajurit lainnya. Aldari dan Bastian tidak ikut, mereka diperintah untuk menjaga kerajaan.

Angin sore yang menyejukkan membuat rambut Aeris beterbangan. Ia langsung memegangi rambutnya agar tidak menganggu Valendra.

Mereka pun mulai memasuki hutan yang dilaluinya bersama Ratna beberapa minggu yang lalu, saat Aeris pertama kali menginjakkan kakinya di tahun 1820. Jalannya sedikit menanjak, karena posisi air terjun yang memang di atas jurang.

Terdengar kicauan burung sahut-menyahut. Burung-burung itu beterbangan saat kuda melewati ranting pohon yang mereka pijak.

Tak lama, mereka keluar dari hutan, sudah terdengar suara air dari sini, membuat Aeris bersemangat.

Air terjun semakin dekat, mereka pun akhirnya sampai. Valendra turun dari kudanya dan membantu Aeris untuk turun juga.

Prajurit-prajurit itu mengikuti, mereka turun dan berdiri di hadapan Valendra, menunggu perintah dari Sang Raja.

Ryan berdiri di sebelah kiri Aeris, karena ada Valendra di sebelah kanannya.

"Kalungmu seperti apa?" tanya Valendra.

"Kalungku berwarna biru, kalau dilihat dari jauh, kalung itu bercahaya," jawab Aeris, Valendra mengangguk.

"Cari kalung berwarna biru yang bercahaya," titah Valendra. Para prajurit itu sebagian ada yang langsung masuk ke air, sebagiannya lagi mencari di dekat air.

"Semoga saja ketemu," gumam Aeris, walaupun suaranya kecil, namun, masih bisa didengar oleh Valendra. Raja itu melirik Aeris sekilas lalu kembali melihat para prajurit yang mencari kalung di air.

Para prajurit itu mengambil semua yang berwarna biru, entah apa saja yang mereka ambil. Setiap mereka mengambil sesuatu yang berwarna biru, Aeris menatapnya dengan penuh harap, namun, hasilnya membuat Aeris menghela napasnya.

Edith: Survive in PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang