28. Penyelinapan

658 114 27
                                    

Bab 28: ᴘᴇɴʏᴇʟɪɴᴀᴘᴀɴ

Nalesha dan Renjana menghela napas mereka lelah. Mereka merasa putus asa karena tidak bisa menemukan Aeris.

Sebenarnya, Nalesha yakin jika Aeris ada di dalam kerajaan karena melihat wajah Aeris yang memasuki istana kemarin. Namun, Renjana merasa itu hanya sekadar mirip, jadi, mereka melanjutkan pencarian di sekitar sini saja.

"Sudah kubilang, lebih baik kita menyelinap masuk ke Kerajaan!" kesal Nalesha sembari menatap tajam Renjana.

"Kau pikir mudah masuk ke dalam kerajaan? Penjagaannya sangat ketat, Sha!"

"Apa salahnya kita mencoba dulu? Kau tahu itu keahlianku." Nalesha mencoba membujuk Renjana.

"Bagaimana kalau kita tertangkap?" tanya Renjana melihat kemungkinan terburuk ketika mereka menyelinap ke dalam kerajaan.

Ada banyak sekali kemungkinan yang ada. Pertama, jika benar yang mereka lihat adalah Aeris kakak mereka, maka mereka hanya akan diberi hukuman ringan. Karena, saat kemarin terlihat, Aeris berjalan beriringan dengan sang Pangeran-tentu mereka tahu itu pangeran karena sewaktu Aeris dan sang Pangeran masuk ke kerajaan, prajurit yang bertugas menjaga pintu hormat kepada mereka.

Kemungkinan kedua, Aeris yang mereka kenal menjadi tawanan Kerajaan Daniswara dan itu akan berdampak buruk baginya. Keluarga tawanan menyelinap masuk ke dalam kerajaan akan membuat hukuman bertambah berat.

Kemungkinan ketiga, Aeris yang mereka lihat bukanlah Aeris yang mereka kenal, bila tertangkap, tidak ada harapan bagi mereka untuk lolos dari hukuman.

Dan kemungkinan keempat, mereka tidak akan tertangkap oleh prajurit yang berjaga dan bisa bertemu Aeris-walaupun tidak yakin bisa membawanya kembali.

"Kita bisa meminta tolong kepada Kak Aeris jika tertangkap," jawab Nalesha, membuat Renjana memukul lengan anak tersebut.

"Kenapa sih?" Nalesha tak terima jika dipukul Renjana.

"Bodoh! Belum tentu juga itu Kak Aeris yang kita kenal," kesal Renjana. Entah apa yang terpikir oleh Nalesha sehingga ia yakin sekali dengan idenya.

"Renjana ... aku memiliki firasat tidak akan tertangkap. Kau ikuti saja aku di belakang," kata Nalesha percaya diri.

"Baiklah, tapi jika tertangkap, ini idemu." Nalesha mengangguk sembari melihat mata Renjana yang menatapnya tajam.

"Ayo!" Dengan semangat, Nalesha menarik tangan Renjana menuju dinding kerajaan.

Tembok itu memiliki sela-sela yang bisa menjadi tumpuan untuk kaki. Nalesha melirik sekitar, dirasa tidak ada yang melihat, segera ia memanjat tembok tersebut.

Renjana yang tidak pernah memanjat tembok menghela napasnya untuk mengurangi rasa gugup. Ia mulai menyentuh tembok bebatuan itu lalu memanjatnya, menyusul Nalesha yang sudah jauh di atas dia.

Nalesha memang ahli memanjat. Ia memanjat pohon seperti monyet. Ketika Arjuna ingin memarahinya pun ia sering bersembunyi di pohon bersama semut-semut.

"Hei manusia monyet, bisakah kau pelan-pelan?" tanya Renjana yang melihat Nalesha dengan mudahnya merayap seperti cicak.

"Kau yang kelamaan," jawab Nalesha.

Jujur saja, tangan Renjana sudah merah karena terlalu lama memegang bebatuan yang ada di tembok.

Nalesha sudah sampai atas, ia mengintip apakah ada prajurit yang berjaga atau tidak. Ia tersenyum ketika tidak melihat satu pun prajurit. Nalesha langsung melompat dan melihat Renjana yang masih setengah jalan.

"Hei manusia siput, lama sekali kau," ejek Nalesha.

"Jangan mengejekku," ucap Renjana yang masih berjuang.

Edith: Survive in PastWhere stories live. Discover now