09. Perbincangan Malam Hari

938 168 16
                                    

Bab 09: ᴘᴇʀʙɪɴᴄᴀɴɢᴀɴ ᴍᴀʟᴀᴍ ʜᴀʀɪ

Tengah malam Aeris harus terbangun karena rasa haus yang menyerangnya. Terlihat Ratna yang sudah tidur terlelap di sebelahnya.

Pelan-pelan Aeris melangkahkan kakinya menuju keluar kamar agar tidak membangunkan Ratna.

Ia membuka pintu kamar dengan sangat pelan, namun, suara decitan pintu yang terbuka masih terdengar.

Terlihat ruang tengah yang sepi, udara pun entah mengapa menjadi lebih dingin dari biasanya.

Aeris segera membuka kopernya yang memang berada di ruang tengah. Ia mencari jaketnya yang pertama kali dikenakan saat tersesat di sini.

Setelah ditemukan, segera ia memakainya untuk menjaga suhu tubuh tetap hangat. Untung saja jaketnya masih berfungsi di sini, kalau tidak, entah bagaimana nasibnya. Karena Aeris sudah bergantung dengan alat-alat zaman modern, jadi akan susah kalau bertahan hidup tanpa alat-alatnya.

Tak lupa juga Aeris membawa botol minum miliknya. Botol itu akan membunuh bakteri jahat yang ada di air.

Karena dapur terletak di luar rumah, Aeris segera membuka pintu rumah. Angin yang berhembus kencang langsung menerpa tubuh Aeris, untungnya jaket sudah membalut tubuhnya dengan sempurna.

Segera ia tuangkan air dari teko ke gelas miliknya. Lalu Aeris duduk di kursi kayu yang tadi ia duduki saat berbincang bersama Fadh dan Renjana.

Diteguknya air dari botol tersebut. Sensasi dingin langsung memasuki tenggorokan Aeris. Sembari meminum airnya, ia melihat ke arah langit dengan cahaya bulan yang bersinar terang.

Aeris menghembuskan napasnya lelah. Banyak pertanyaan yang singgah di kepalanya. Bagaimana nasib keluarganya? Apakah mereka mencarinya? Apakah mereka mengkhawatirkannya? Apakah ia akan terjebak selamanya di sini?

Bagaimana ini? batinnya.

"Aishh, Pluto ... kenapa kau membicarakan tentang tahun 1820? Aku jadi memikirkannya dan malah terjebak di sini," gumam Aeris. Sebenarnya ia tak ingin menyalahkan Pluto, karena apa yang terjadi sekarang ini adalah kesalahannya juga. Ia sendiri yang memikirkan tahun 1820, tapi tak bisa dihindari, sesekali ia sedikit kesal dengan Pluto.

"Papa ... Mama ... Kalian apa kabar? Kak Loria masih bisa fokus 'kan sama misinya? Aurora, Auzora, kalian aman-aman aja bukan di rumah?" Aeris bergumam sembari melihat langit.

"Doain Aeris ya, biar bisa kembali."

Namun, tiba-tiba Aeris teringat perkataan Fadh yang bilang, ia dan Arjuna akan mengikuti penyerangan lagi. Itu membuat ia khawatir dengan keduanya. Walau Aeris baru mengenal Arjuna beberapa hari dan Fadh beberapa jam yang lalu, ia tau bahwa keduanya adalah orang yang baik.

Kalau mereka gugur nanti bagaimana? batin Aeris yang tiba-tiba negative thinking.

Ohh astaga, Aeris tidak bisa membayangkan jika mereka gugur nanti dalam penyerangan. Menurutnya, Arjuna dan Fadh bisa diandalkan, mereka seperti orang yang kuat dan bisa melindungi keluarganya.

Jika nanti ia akan dititipkan ke Nalesha dan Renjana, apa nasib yang akan menantinya? Walau mereka laki-laki, mereka tetaplah anak-anak yang berusia lima belas tahun. Aeris merasa bahwa ia yang seharusnya menjaga Nalesha dan Renjana, seperti ia menjaga Aurora dan Auzora.

"Ris?" seseorang memanggilnya, ia menoleh dengan cepat ke belakang.

"Ohh Kak Arjuna, aku pikir siapa," ucap Aeris dengan lega.

"Kamu sedang apa di luar?" tanya Arjuna.

"Tadi sih aku haus Kak, jadi ambil minum deh. Ehh, tapi bulannya bagus, sekalian aja liat," jawab Aeris jujur.

Edith: Survive in PastWhere stories live. Discover now