24. Latihan Pertama

613 118 10
                                    

Bab 24: ʟᴀᴛɪʜᴀɴ ᴘᴇʀᴛᴀᴍᴀ

Aeris dan Idris sudah berdiri berhadap-hadapan sembari memegang pedang masing-masing yang masih berada di sarungnya.

"Pedangmu sudah dirancang agar mudah dicabut dari sarungnya. Cobalah," ucap Idris.

Aeris segera mencabutnya dan benar yang dikatakan Idris, pedang itu sangat mudah dicabut.

"Hati-hati, pedang itu sangat tajam. Seharusnya kau berlatih menggunakan pedang kayu terlebih dahulu, Kak. Hanya kau saja pemula yang berlatih langsung menggunakan pedang sungguhan," peringat Idris.

"Jika memakai pedang kayu, aku nanti tidak terbiasa untuk memakai pedang sungguhan dan malah melukai diriku sendiri. Lagi pula kita tidak memiliki banyak waktu," jawab Aeris.

"Baiklah-baiklah, namun, ikuti seperti yang aku katakan. Jika tidak, kau bisa terluka." Aeris mengangguk menjawab perkataan Idris.

"Coba kau ayunkan perlahan-lahan," perintah Idris.

Aeris mulai mengayunkan pedangnya, memang sedikit berat, tapi jika tidak bisa menguasai pedang dalam waktu singkat ini, bisa-bisa habis riwayatnya karena tidak mempunyai senjata yang dikuasai.

Aeris memang selalu berpikir negatif jika itu menyangkut Valendra. Ia takut jika sudah sampai di Hanasta, Valendra malah melakukan hal yang tidak-tidak, yang bisa membahayakan nyawa Aeris sendiri.

"Berat ya?" tanya Idris.

"Tidak, hanya sedikit berat," jawab Aeris jujur. Karena dulu, di tahun 2049 ia pernah mengangkat meja sendirian karena ditinggalkan oleh Auzora.

"Kalau dari pengelihatanku, kau sepertinya sudah tau cara memegang pedang dengan benar ya, Kak?"

"Tidak, aku hanya memegang asal," bohong Aeris. Jika Aeris bilang ia suka menonton film perang bersama dengan Kak Loria, bisa-bisa saat ini juga kepalanya sudah terpisah dari tubuhnya karena berpura-pura menjadi Putri Aeris.

"Baiklah. Langkah selanjutnya adalah menjaga keseimbangan tubuh. Posisikan kakimu selebar dengan bahu, jangan pernah memosisikan kakimu secara berdekatan." Aeris mengangguk paham dan langsung mengikuti perkataan Idris.

"Seperti ini?"

"Benar, seperti itu."

"Saranku, jangan menyerang lawan duluan, tapi kau harus mempelajari cara lawan untuk menyerangmu di awal."

"Setelah itu?"

"Sabar, Kak. Jangan terlalu buru-buru," ucap Idris.

"Saat kau menangkis, jagalah agar pedang berada di dekat tubuhmu dan cobalah untuk menyerang balik."

"Tapi ingat, jangan gegabah, selalu jaga keseimbanganmu agar serangan yang kau keluarkan menjadi besar." Aeris lagi-lagi mengangguk.

"Bagaimana cara menjaga keseimbangannya?" tanya Aeris.

"Pertanyaan bagus. Kau harus mengusahakan bergerak dengan menggeser kaki, bukan mengangkat atau melangkah."

"Sepertinya itu akan sulit," ujar Aeris.

Idris mengangguk setuju. "Jika masih belum terbiasa, itu memang akan sangat sulit."

"Lalu, kau harus menjaga posisi pedang untuk memungkinkanmu mengayunkannya dari bagian bawah tubuh ke atas."

"Saat melakukan serangan pertama, yakinlah, jangan ragu-ragu. Karena, jika kau ragu-ragu dengan seranganmu sendiri, itu bisa saja meleset dan lawan akan mengambil kesempatan untuk langsung menyerangmu."

"Baiklah, langsung saja ki .... " Perkataan Idris terputus karena melihat Dayang Dita berjalan kemari.

Dayang Dita membungkukkan badannya hormat, lalu mengatakan,"Maaf mengganggu waktu berlatihnya, tapi Raja menyuruh Pangeran Idris dan Putri Aeris menuju ruang makan karena sudah waktunya makan malam."

Edith: Survive in PastWhere stories live. Discover now