08. Fadh dan Renjana

1K 184 36
                                    

Bab 08: ғᴀᴅʜ ᴅᴀɴ ʀᴇɴᴊᴀɴᴀ

Aeris mengerjap-ngerjapkan matanya. Sinar rembulan memasuki indra penglihatannya. Suasana dingin dan sejuk seketika ia rasakan ketika matanya sudah terbuka sepenuhnya.

Earphone masih menempel di telinganya, segera Aeris melepas earphone tersebut dan mendengar gelak tawa dari luar rumah. Memang tadi Aeris dibantu Arjuna untuk beristirahat di kamar.

Aeris langsung melangkahkan kakinya keluar rumah dan melihat Arjuna serta Nalesha yang sedang membakar ikan di atas api unggun.

Ternyata bukan hanya Arjuna dan Nalesha saja yang ada di luar, tetapi ada sekitar dua orang lagi, yang Aeris yakini adalah teman Arjuna dan Nalesha.

"Aeris ... Sudah bangun?" tanya Arjuna. Seketika tiga lelaki yang ada di depan Arjuna pun ikut menoleh ke arah pintu.

Aeris pun dengan canggung mengangguk.

"Sini, Kak, duduk samping aku," ucap Nalesha lalu menepuk-nepuk kayu di sampingnya. Aeris mengangguk, lalu duduk di samping Nalesha.

"Nahh, selagi kamu di sini, kita mau ngenalin kamu ke temen Kakak sama Nalesha," ujar Arjuna.

"Sana kalian ngenalin diri," suruh Arjuna.

"Lah, Jun? Kita sendiri yang ngenalin diri?" tanya salah satu laki-laki, Arjuna mengangguk.

"Oke deh. Hai adik barunya Arjuna, aku Fadh, bisa panggil Kak Fadh juga kok," ucapnya mengenalkan diri. Ia memiliki tinggi badan yang paling pendek di antara yang lainnya, sekitar 176 cm, kedua matanya berwarna hitam dan sipit, rambutnya berwarna hitam legam, serta pipinya juga sedikit tembam.

"Hai Kak! Aku Renjana, temennya Nalesha." Laki-laki lainnya berbicara. Ia tingginya tak jauh dari Nalesha, sekitar 183 cm, matanya berwarna hitam dan sedikit sipit, rambutnya juga berwarna hitam legam, wajahnya tirus serta badannya sedikit kurus.

"Hai Kak Fadh dan Renjana, aku Aeris, senang bertemu dengan kalian." Giliran Aeris yang berbicara.

"Ohh iya Kak, tadi itu Kakak kenapa sih?" tanya Nalesha penasaran.

"Kenapa apanya?" bingung Aeris.

"Kamu tidak ingat? Teriak-teriak seperti orang ketakutan," ucap Arjuna.

"Ohh ... aku punya trauma sama hujan dan petir, jadi kalau mendengar suara hujan dan petir rasanya takut saja," jelas Aeris.

"Benar bukan kata Kakak, Sha," celetuk Arjuna.

"Memangnya kenapa Kak, bisa sampai trauma sama hujan dan petir?" tanya Renjana. Sepertinya sikapnya mirip dengan Nalesha.

"Aku punya kenangan buruk sama hujan dan petir. Dulu, ketika aku pergi jalan-jalan bersama teman-temanku, hujan turun dan menyebabkan kecelakaan pada kendaraan kami. Semua teman-temanku tewas dan hanya aku yang selamat," jelas Aeris sembari menatap bulan yang sedang bersinar terang.

"Ohh astaga, aku tidak bisa membayangkannya. Ketika teman kita meninggal dan hanya kita yang selamat. Itu akan meninggalkan rasa bersalah," ucap Arjuna.

"Sebentar. Kamu jalan-jalan bersama teman-temanmu, Ris?" tanya Fadh.

"Iya Kak," jawab Aeris, mengangguk.

"Memakai kendaraan?" tanyanya lagi.

"Iya."

"Apa kau dulu berasal dari keluarga yang kaya?"

"Lah ... iya juga ya Kak. Kita sebagai rakyat miskin, tidak diperbolehkan untuk keluar dari daerah kita. Dan kendaraan? Bukannya itu hanya diberikan untuk bangsawan dan keluarga kerajaan?" Renjana menyetujui ucapan Fadh.

Edith: Survive in PastWhere stories live. Discover now