26. Pertemuan Pertama

703 140 18
                                    

Bab 26: ᴘᴇʀᴛᴇᴍᴜᴀɴ ᴘᴇʀᴛᴀᴍᴀ

Aeris berdiri di samping Idris, menunggu beberapa menit lagi untuk pasukan dari Hanasta datang.

Suara langkah kaki kuda mulai terdengar sampai ke dalam kerajaan.

"Kenapa Ayah dan Ibu jadi tegang seperti itu?" bisik Aeris.

"Karena yang datang adalah Raja Valendra, Kak. Kita tidak bisa sembarangan dengannya," jawab Idris.

Benar juga, batin Aeris.

Ketika pertama kali ia melihat Valendra saat berada di rumah keluarga Vamana juga ia merasa takut, ia seperti tidak ingin mencari masalah dengan raja tersebut.

Namun, sekarang, rasa takut itu perlahan hilang karena ide-ide yang muncul di otak Aeris.

Ketika berada di Hanasta, Aeris merasa akan lebih mudah untuk pulang ke zaman aslinya, asal tidak membuat masalah dengan Valendra.

Ia bisa diam-diam keluar kerajaan menuju rumah keluarga Vamana dan mencari kalung miliknya yang masih berada di air terjun.

Kalung itu tidak akan rusak saat terendam air seperti itu, 'kan, batin Aeris.

Bagaimana jika ia sudah menemukannya, namun, kalung itu tidak bisa berfungsi karena sudah terlalu lama berada di dalam air.

"Aku akan secepatnya mencari kalung tersebut," gumam Aeris penuh tekad.

"Kenapa, Kak?" tanya Idris yang ternyata mendengar Aeris bergumam tadi.

"Tidak, aku hanya bergumam saja," jawab Aeris, Idris hanya menganggukkan kepalanya saja.

Tiba-tiba gerbang kerajaan terbuka, menampilkan sosok Raja Valendra di barisan paling depan.

"Astaga, ternyata dari jarak dekat lumayan menyeramkan juga." Aeris kembali membisikkan kalimat pada Idris.

"Sudah kubilang."

Aura dari Raja Valendra terasa, benar-benar menyeramkan jika berada tepat di sampingnya, seperti berada dalam bahaya.

"Selamat datang Raja Valendra beserta pasukannya di Kerajaan Daniswara," sambut Jonathan.

"Terima kasih, Raja Jonathan, telah menyambut kami." Raja Valendra menjawab.

"Ahh, itu bukan apa-apa, mari masuk." Jonathan memperilakan Valendra masuk.

"Apakah kita ikut masuk ke dalam?" tanya Aeris.

"Tidak, hanya aku, Ayah, Ibu, Iris, dan prajurit dari Hanasta saja. Kau tunggu saja di kamarmu, Kak," jawab Idris.

"Mengapa begitu?"

"Itu tradisi dari Daniswara, bukan berarti aku tidak memperbolehkanmu bertemu dengannya." Aeris mengangguk mengerti.

Ia akhirnya kembali ke kamarnya dan duduk di salah satu kursi yang tersedia.

"Jika sesuai tradisi aku tidak boleh menemui Raja Valendra, lalu mengapa aku harus memakai baju seperti ini?" sebal Aeris.

"Anda boleh menemuinya, Putri, namun, tidak untuk saat ini. Raja Valendra baru saja sampai." Dita menjawab.

"Kalau begitu aku boleh melepas perhiasan ini? Sebenarnya aku sangat tidak nyaman memakai perhiasan berat ini," keluh Aeris.

Dita menggeleng, "Maaf, Putri, tapi tidak bisa. Jika Raja Valendra akan memilih untuk beristirahat dulu, Anda bisa melepaskannya, namun, jika Raja Valendra memilih untuk bertemu Anda dulu, Anda harus sudah siap."

"Astaga ... kalau begitu akan merebahkan diriku saja di kasur." Aeris berjalan cepat menuju kasurnya lalu langsung menjatuhkan dirinya sendiri di kasur.

Edith: Survive in PastWhere stories live. Discover now