dia sadar dia telah hancur lebur
tatkala kidung-kidung itu tak lagi mampu
menghibur jiwanya yang kesepian,
melainkan berubah menjadi malapetaka
yang mencekiknya, merayap hingga ke sendi-sendinya, hingga napas tinggal satu-satudia linglung, laiknya gelandangan tak tahu arah jalan pulang
tatkala ramai di kepalanya tak bisa hilang walaupun
ia telah berlutut, berteriak-teriak, memohon
agar mereka diamlantas dengan tangannya yang gemetar,
ia kembali berusaha menulis diantara ramainya tuhan-tuhan yang berbicara
menulis saja walau rasanya ingin mati
menulis saja walau tak berbuah apa-apa
menulis saja walau lara tak juga lesap
menulis saja walau isi kepala kosong melopongya, menulis saja
setidaknya puisi-puisinya abadi
walau esok hari mungkin saja
ia sudah terkubur dengan tanahkidung-kidung ini pada akhirnya jadi salah satu bukti jikalau ia pernah ada
sebelum ia memilih berlalu, di telan waktu yang enggan berhenti lantas raib setelahnya
dan pada akhirnya ia biarkan mereka meneguk isak tangis yang ia tinggalkan
ia biarkan mereka menyimpan puisi-puisi sakaunya ini di bilik kepala
menjadi persembahan terakhir darinyatoh, pada akhirnya ia hanya ingin pulang
ke damai yang tak pernah ia rasakanatau mungkin
ia hanya ingin lara berhenti menggerogotinya sampai mampus
(krisis eksistensi lagi)
YOU ARE READING
dikekang nestapa
Poetrypada puisi-puisi nona sembunyikan tatkala tengah dikekang nestapa, sepatutnya tak kau bakar dan raibkan sebab puisi-puisinya adalah saksi akan derita yang pernah mampir memporak-porandakkan sang nona begitu hebatnya. (sehimpun puisi. versi baru.)