dialog senandika

325 26 5
                                    


telah sampailah kita dimasa ibu pertiwi
tengah berada di ambang kehancuran,

benar sekali,
bagaimana kabar bidak-bidaknya, ya?

tidak berubah, malah semakin berulah.

ah, jadi teguran Tuhan tak membuat
mereka takut dan bertaubat ya?

tidak, entah sudah sekeras apa hati mereka
mungkin mereka sudah lupa tuk merasa,

Kalau, ibu pertiwi apa kabar?

Hancur sekali, hutan gundul dimana-mana,
polutan merajalela, halimun berpesta pora,
tangis dan tawa berjebah di berbagai arah,

duh, kacau sekali. Lantas bagaimana
keadaan mereka yang berada?

mereka itu licik dan kikir,
mengeksploitasi rahim ibu pertiwi tanpa
ampun, mencoret-coret paras ibu dengan
ambisi-ambisi serakah. Mereka sudah buta,
hanya tahu mengejar huru-hara, bukan
ampunan. Mereka terus saja menimbun harta
walaupun harta itu mampu menghidupi
tujuh turunannya.

buruk sekali. Tak bisa ku bayangkan
betapa sengsaranya mereka yang
tak punya.

benar, dimasa ini rasa kemanusiaan sudah
raib tak berjejak, egoisme butakan mereka tuk
berzakat kepada mereka-mereka yang fakir. Mereka  yang fakir hanya mampu terlunta-lunta di sesaki
paceklik tak reda-reda, perut keroncong,
tenggorokan kering kerontang.
Mereka tersedu-sedan melihat saudaranya
tak berbelas. Mereka terlampau sengsara, sedang mereka yang lain buta hati.

kacau sekali,
bagaimana jika Tuhan benar-benar murka?

maka binasalah kita sebagai
bidak-bidaknya.


(dialog senandika)

dah lama g nulis satire :v

take it easy, this's just a poetry.
Cheers🍻

dikekang nestapaWhere stories live. Discover now