adalah pulangmu yang datangnya aku sambut paling hangat

223 18 1
                                    

ketiadaan adalah kata yang aku harap
raib eksistensinya,
saban hari berlalu, ketiadaanmu adalah hari lahir
kekosongan yang menggerogoti atmaku, meminum habis air mata,
lantas bagaimana jikalau pulang bukan lagi pulang
sebab eksistensimu yang pernah aku jadikan tempat untuk kembali kini hilang,
sepersekon setelahnya akal sehatku pun mati dibuatnya,
naas, eksistensi manusia itu sendiri memang tidak pernah mengenal Amerta
lantas apa yang buat aku berani untuk menjadikanmu sebagai segala?

lewat sebulan, bayang-bayangmu masih berdiri kokoh ditiap sudut rumah yang sudah koyak ini
sebab kamu adalah pondasi, jantung bagi rumah ku, dulu rumah kita
ironinya rumah itu kini bersuara paling lantang jikalau menyangkut perihal memori
jam-jam dinding seakan-akan mencekik habis nafasku yang tinggal satu-satu
eksistensimu sudah membaur sempurna bersamaku olehnya membayangkan ketiadaanmu
adalah hal yang tidak pernah aku kira akan datang masanya
sebab selamanya adalah janji sakral yang kamu lantangkan setiap aku bangun dan terlelap

tapi tepat pada bulan kesebelas, kamu melenggang pergi entah kemana
dan ketidakmauanku menyambut realita yang menggedor tepat didepan pintu lah
satu-satunya caraku untuk membuatmu berusaha tetap 'ada'
sebab ketiadaanmu nihil eksistensinya bagiku, waras sudah jauh-jauh hari meninggalkanku
sebab ketidakwarasan itu adalah pelipur paling dungu yang datangnya aku sambut paling hangat
maka sayang, jika aku menghitung hari seraya mengumamkan namamu sayup-sayup disisa kewarasan yang sebentar lagi hilang sepenuhnya
akankah kamu kembali pulang dan memperkokoh kembali rumah yang sudah kepayang koyak ini?

(adalah pulangmu yang datangnya aku sambut paling hangat)

dikekang nestapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang