Ch. 24: Q&A

15.1K 1.7K 21
                                    

AKSA

"Ini namanya bukan trekking ya, Sa?" sindir Luna setelah kami baru menyusuri kebun teh yang berada di dekat Gunung Mas selama lebih dari lima belas menit. Seorang pemandu sudah berjalan jauh di depan kami sementara aku dan Luna memilih untuk berjalan lebih lambat untuk menikmati pemandangan dan hawa sejuk di tengah hamparan kebun teh. "Bukan trekking sih, tapi kurang lebih mirip-mirip."

Aku tergelak. "Ini emang bukan trekking, tapi tea walk."

"Sama aja ujung-ujungnya jalan!" Luna menepuk lenganku dengan kekuatan kencang, persis seperti Lisa memukulku kalau sudah berulah. Alih-alih mengaduh kesakitan, aku justru tertawa. "Tapi..." Luna yang berada di depanku kini berjalan mundur. "Suka banget! Sejuk. Nggak ada polusi."

Kebahagiaan Luna menular kepadaku karena detik selanjutnya yang kutahu, aku ikut tersenyum ketika dia memejamkan mata dan merentangkan tangan untuk merasakan kesejukan yang ditawarkan oleh wisata alam ini.

Ketika Luna membuka matanya, dia masih berjalan mundur, membuatku berusaha lebih memperhatikan jalan yang ada di depan kami karena takut dia tersandung. "Terakhir gue liburan pas masih di Jerman. Ke Rugen Cliffs bareng teman-teman kampus. Di sana ada tebing kapur yang bagus dan populer banget buat wisatawan namanya Victoria-Sicht dan Konigsstuhl. Pantai pasir putihnya juga cantik banget."

"Masih suka ke pantai ternyata?"

"Wah, jelas!" serunya. "Dari dulu gue emang suka pantai."

Aku tahu. Aku tahu dia lebih suka berlibur santai di pantai daripada pergi ke tempat wisata yang penuh dengan wisatawan. Aku ingat waktu kami pergi Malang dulu, aku berusaha membujuk teman-temanku untuk mengubah destinasi wisata di menit-menit terakhir ke Pantai Goa Cina demi menyenangkan hati Luna. Walaupun usaha itu berujung sia-sia karena kami bertengkar sehari sebelumnya.

Kalau misalnya hari ini bukan hari Minggu dan besok kami tidak harus bangun pagi untuk bekerja, mungkin aku sudah mengajaknya ke Tanjung Lesung atau Anyer.

"Hati-hati, Lun." Aku menarik lengan Luna ketika arah jalannya sudah miring dan nyaris menabrak pohon teh yang ada di sisi kanannya. "Luna, jalannya yang bener. Jangan jalan mundur begini. Bahaya—kan!" Aku memeluk pinggang Luna ketika wanita itu nyaris terjatuh karena tersandung batu. Sebelum Luna merasa canggung dengan jarak kami yang terlalu dekat, aku mengambil langkah mundur sehingga kedua tangan Luna yang sempat meregup bahuku terlepas. "Hati-hati."

"Kalau beneran jatuh, pasti nanti kaki gue keseleo," keluh Luna sambil menunduk, melihat batu besar yang tadi sempat tersandung olehnya. "Anyway, Rugen Cliff ini sebenernya ada di Pulau Rugen." Luna melanjutkan ceritanya dengan mata yang berbinar. "Tebing batu kapur yang tadi gue kasih tahu itu ada di dalam hutang lindung namanya Jasmund National Park. Buat orang yang lebih suka liburan di tempat yang tenang, mungkin bakal cocok liburan ke sana karena di sana lebih banyak sawah dan desa. Makanannya enak-enak tahu, Sa! Pokoknya nggak akan menyesal kalau wisata kuliner di sana."

Dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam kantung celana, aku masih berjaga-jaga karena takut Luna tersandung untuk kedua kalinya. Meski kali ini dia sudah berjalan dengan benar, tubuhnya yang selalu mengarah kepadaku itu membuatku ragu kalau dia memperhatikan jalanan tidak rata yang ada di depannya.

"Liburan berapa lama waktu itu di sana?"

"Lima hari, tapi kebanyakan gue main di pantai."

"As expected." Aku mengangguk paham sambil menahan senyum. Responsku itu dibalas oleh pelototan dari Luna. Aku berdeham sekali, lalu bertanya lagi. "Ada olahraga airnya?"

Love: The Butterfly Effect [COMPLETED]Where stories live. Discover now