Ch. 27: Seems like you are the only exception

13.5K 1.6K 58
                                    

LUNA

Langkah kakiku terhenti begitu jarakku dengan Aksa hanya tersisa dua langkah. Haris yang lebih dulu menangkap keberadaanku. Ketika dia melambaikan tangannya kepadaku, aku tahu bahwa aku sudah kehilangan kesempatan untuk melarikan diri. Seolah kakiku dililiti oleh batu dengan berat ratusan ton, aku menyeret kaki sambil berharap mereka tidak akan bertanya macam-macam perihal kehadiranku—atau yang lebih parah, memberitahu pertemuan ini kepada Lisa.

Aku melemparkan tatapan tajam kepada Aksa begitu mengambil tempat duduk kosong di sampingnya. "Gue kira lo sendiri," bisikku setelah menyapa Haris dan Kevin yang sedang menyantap makanannya.

Aksa memundurkan tubuhnya. Keningnya berkerut. "Emang gue tadi nggak bilang kalau ada Haris dan Kevin?" tanyanya bingung. Aku mendesah pelan lalu memutar kedua bola mata. "You look different," komentarnya. Tubuhku berjengit ketika Aksa menyentuh rambutku. "Potong rambut?"

Aku menganggukkan kepala sementara jantungku tiba-tiba berdetak kencang. "Minggu lalu baru potong soalnya rambutnya udah kepanjangan, bikin gerah. Modelnya juga udah nggak jelas jadinya sekalian aja dirapihin."

Aksa masih memaku pandangannya padaku sedangkan bola mataku sudah bergerak ke segala arah, termasuk ke arah dua laki-laki yang duduk di hadapan kami—yang saat ini sepertinya merasa sedang mendapatkan tontonan gratis yang menarik. Aku menahan napas ketika Aksa merapikan rambutku lalu mengelus kepala belakangku dengan lembut.

"This new haircut suits you better," tuturnya. Lesung pipinya menekuk ke dalam. Aku segera menghirup udara yang ada di sekitarku ketika Aksa menjauhkan tangannya dari kepalaku. "Mau pesan sesuatu? Yaki gyoza-nya enak kalau lo mau nyemil-nyemil."

Ini tidak adil. Bagaimana bisa Aksa bersikap biasa saja setelah perbuatannya tadi nyaris membuatku kehilangan kemampuan untuk bernapas normal? "Nggak usah," tolakku setelah mengumpulkan kembali kesadaranku. "Porsinya kebanyakan."

"Makan punya gue aja kalau gitu," ujarnya seraya mendekatkan sepiring gyoza yang masih tersisa empat buat ke depanku. Sebelum aku sempat menolak, Aksa sudah memanggil pelayan untuk meminta sepasang sumpit baru. "Ini sumpitnya."

Aku memiringkan kepala kemudian menerima sumpit itu ketika Aksa mengangsurkannya kepadaku. Begitu mataku bersitatap dengan Haris dan Kevin, mereka hanya bisa menggeleng pelan dan saling membuang muka dengan raut wajah yang terlihat seperti sedang menahan tawa. Dan kurang lebih aku bisa menebak alasan di balik sikap mereka. Dengan pipi yang mendadak terasa memanas, aku mengambil gyoza yang ada di depanku kemudian menyantapnya. Setidaknya, kini aku bisa melakukan pengalihan dengan cara menghabiskan gyoza ini.

"Lo putus sama Damar, Lun?" tanya Haris tanpa basa-basi.

Gyoza yang baru saja meluncur melalui tenggorokanku langsung memaksa naik lagi ke atas ketika aku tersedak dan batuk beberapa kali. Aku menepuk dadaku dengan tangan sedangkan tanganku yang lain menerima segelas air yang diberikan oleh Aksa—mungkin itu minuman miliknya. Entahlah. Aku tidak peduli. Karena, saat ini, yang kuinginkan setelah batukku mereda dan seluruh makananku sudah tertelan semestinya adalah menimpuk kepala Haris dengan sumpit yang berada di tanganku.

"Nanya ke orang itu ada etikanya ya, Ris!" semburku kesal yang disambut dengan gelak tawa oleh orang yang baru saja aku omeli itu. "Kali ini lo tahu dari mana? Siapa sumber gosipnya?" Aku memicingkan mata ke arah Aksa. "Lo cerita ke mereka?"

"Nggak!" elak Aksa cepat dengan wajah yang keberatan. "Bukan gue."

"Nggak ada yang kasih tahu, Lun. Gue cuma asal menebak soalnya foto-foto lo sama Damar udah nggak ada lagi di Instagram." Haris menjauhkan mangkuk ramennya yang sudah kosong. "Pertanyaan gue tadi sifatnya buat mengonfirmasi. Kalau dilihat dari reaksi lo yang heboh begitu, kayaknya beneran putus ya, Lun?"

Love: The Butterfly Effect [COMPLETED]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin