Ch. 15: Privilege

16.3K 1.8K 88
                                    

LUNA

Bulan pertamaku bekerja di perusahaan yang berfokus di bidang lingkungan hidup sebagai salah satu konsultan lingkungan berlangsung melampaui ekspektasiku. Perusahaan tempat kubekerja saat ini memberikan jasa konsultasi penyusunan AMDAL, UKL-UPL, RKL-RPL, audit lingkungan hidup, jasa survei lingkungan, dan jasa lainnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Setelah training selama satu minggu penuh, aku bertemu dengan timku, langsung terjun ke salah satu proyek penyusunan Amdal salah satu perusahaan minyak dan gas bumi.

"Lun, bahan untuk kick off meeting udah lo kasih Mas Jero?" tanya Hanifa, salah satu konsultan di timku. Sedangkan Mas Jero itu manajer di proyekku untuk perusahaan ini. "Ini si Dewa bilang kalau ada yang mau dia tambahin."

Dewa adalah konsultan lain yang berada di timku. Orang yang sangat dipercaya oleh Mas Jero karena kinerja baiknya. Aku pun mengakui itu meski di depanku dan Hanifa sikapnya tidak lebih dari biang gosip yang suka menghabiskan cemilan-cemilan kami. Sekarang pria itu sedang meeting dengan salah satu klien yang dia tangani di daerah TB Simatupang.

"Belum," ujarku. "Ini gue forward versi terakhirnya ke email dia."

"Luna." Aku mendongak dan mendapati Mas Jero berdiri di depan ruangannya. "Ke ruangan gue dulu sebentar. Ada yang mau gue omongin."

Setelah mengatakan hal itu, Mas Jero langsung kembali ke ruangannya, membiarkan pintunya terbuka. Aku mengerjapkan mata lalu menoleh kepada Hanifa. "Gue buat kesalahan apa?" tanyaku, refleks. Sebulan bekerja di bawah Mas Jero, alasan kenapa anggota timnya dipanggil ke ruangannya hanya dua kemungkinan. Pertama, melakukan suatu kesalahan. Kedua, kelimpahan pekerjaan baru. "Apa karena gue belum kirim bahan kick off meeting?"

Hanifa mengangkat bahunya, sama bingungnya sepertiku. "Buruan samperin deh, Lun, sebelum Mas Jero ngomel-ngomel."

Aku beranjak dari tempatku lalu melangkah memasuki ruangan Mas Jero. Manajerku itu sedang sibuk membaca dokumen yang menumpuk di mejanya. "Kenapa, Mas?"

"Lo sekarang lagi sibuk apa?" tanya Mas Jero, menyatukan tangannya dengan siku yang menumpu di meja.

"Bantuin Hanifa dan Dewa siapin bahan kick off meeting minggu depan dan hal-hal administratif lainnya buat perusahaan migas. Aku juga lagi mempelajari dokumen-dokumen tahun lalu, Mas," sahutku.

"Lo bantuin Dewa, ya," pintanya. Aku hanya menyengir begitu tahu alasanku dipanggil ke ruangannya untuk alasan kedua yaitu diberi pekerjaan baru. "Salah satu proyek yang dipegang Dewa lagi bermasalah dan dia butuh bantuan buat proyek lainnya yang deadline-nya udah semakin dekat."

"Proyek apa, Mas?" tanyaku, tidak memiliki pilihan lain selain menerima limpahan pekerjaan itu.

"Ada proyek penyusunan Amdal untuk salah satu perusahaan petrokimia yang mau meningkatkan kapasitas produksinya dan membangun fasilitas pendukung. Karena kapasitas produksinya mau ditingkatkan jadi 400.000 ton per tahun, perusahaan ini berencana untuk membangun New Polyethylene Plant dan sarana penunjang produksi lainnya seperti unit desalinasi air laut, NPE High Pressure Flare Stack, Enclosure Ground Flare untuk pengelolaan limbah gas, revamping furnance, perluasan gudang produk PE, pengembangan area pengelolaan limbah, dan lainnya yang bisa lo baca lebih detail di hasil identifikasi AMDAL dan Addendum II ANDAL yang udah disusun sebelumnya. Lo bantuin Dewa buat nyusun RKL dan RPL."

"Di AMDAL dan Addendum I sebelumnya belum pernah diidentifikasi, Mas?"

"Rencana penambahan kapasitasnya belum rinci di dokumen AMDAL dan Addendum I. Nanti lo buat RKL dan RPL Addendum II-nya mengacu ke hasil identifikasi AMDAL, Addendum I ANDAL, RKL, dan RPL tahun sebelumnya, ya. Dokumennya bisa lo minta ke Dewa. Kalau ada yang bingung juga bisa lo tanya ke dia."

Love: The Butterfly Effect [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang