Ch. 36: Someone from the past

12.3K 1.2K 75
                                    

AKSA

"Nanti tim akan bantu buat target screening-nya. Kalau target udah berhasil diidentifikasi, kita bisa kasih friendly offer," jelasku di tengah sesi tanya jawab bersama klien pada meeting pagi ini.

"Nanti negosiasinya berarti dibicarakan lebih lanjut antar BOD?"

"Betul, Pak," sahutku tanggap. "Kalau misalnya penawarannya ditolak, nanti kita bisa appeal dengan cara lain seperti umumin penawaran ini ke publik baru setelahnya kirim formal tender offer."

Sesi tanya jawab terus berlanjut hingga satu jam. Secara bergantian, aku dan manajerku bergantian menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilayangkan tak ada habisnya oleh klien. Perusahaan konglomerat ini memiliki bisnis yang kompleks sehingga pembicaraan pada rapat terus melebar meski poin-poin penting yang harus diketahui oleh timku juga tidak terlupakan demi kelancaran proses merger.

Sebisa mungkin, selama rapat berlangsung, aku tidak menoleh ke sisi kananku jika tidak dibutuhkan. Agar mataku tidak menemukan sosok yang kuhindari—yang sejak rapat berlangsung terus-menerus menumpu pandangannya padaku.

"Ke depannya, kalau ada yang perlu didiskusikan, bisa langsung menghubungi Aksa atau saya, Pak," tutup manajerku setelah diskusi selesai.

Aku hanya memberikan senyuman kecil untuk menjaga profesionalitas meski kepalaku sudah sibuk mengalkulasikan tambahan pekerjaan selama beberapa hari ke depan. Setelah berjabat tangan dengan klien—termasuk perempuan yang tersenyum lebar sejak melihat kehadiranku—aku dan manajerku langsung keluar dari ruangan.

"Aksa!"

Napasku langsung berembus lelah diiringi dengan makian lirih ketika mendengar panggilan itu saat sedang menunggu lift. Dengan berat hati, aku memutar tubuhku dan mendapati Amanda berjalan cepat ke arahku.

"Kamu buru-buru banget. Masih ada kerjaan abis ini? Mau makan siang sama aku dulu?" tanya Amanda bertubi-tubi setelah berdiri di hadapanku. Seperti mengerti pandangan bertanya-tanya yang dilayangkan oleh manajerku, Amanda mengalihkan pandangan dariku dan berkata, "Saya dan Aksa teman kuliah, Pak. Udah lama banget nggak ketemu jadinya agak canggung."

Manajerku terperangah sebelum menganggukkan kepala. "Makan siang aja dulu sama Mbak Amanda sebelum balik ke kantor, Sa. Kerjaan lo juga masih gue review jadi nggak perlu buru-buru balik. Siapa tahu Mbak Amanda mau ngomongin soal kerjaan juga."

Aku melipat bibir seraya mengendalikan ekspresi wajahku. Sejak masuk ke ruang rapat yang disediakan oleh klien, aku sempat terpaku ketika melihat Amanda sudah duduk di dalamnya. Dia memperkenalkan diri sebagai salah satu staf divisi Business Development yang memiliki tanggung jawab besar dalam proses merger yang direncanakan perusahaan.

Sadar tidak ada lagi yang bisa kulakukan selain mengikuti permintaan manajerku, aku mengangguk walaupun merasa keberatan. Berbanding terbalik dengan antusiasme tinggi yang ditunjukkan oleh Amanda. Begitu sampai di lobi, manajerku langsung memisahkan diri. Meninggalkanku dengan Amanda yang sudah menyerocos, memberikan banyak pilihan untuk makan siang kami.

"Makan siang di food court aja," potongku begitu mengingat salah satu klienku tadi sempat memuji makanan yang ada di food court dan merekomendasikannya kepadaku untuk menu makan siang. "Saya abis ini masih ada kerjaan lain, Mbak. Nggak bisa lama-lama."

Amanda kontan menyipitkan mata. "Manajermu tadi bilang kerjaan kamu masih di-review. Kalau kamu mau bohong, nggak mempan di aku ya, Sa."

Aku mengembuskan napas berat. "Saya ada kerjaan lain, Mbak. Di tim saya ada anak baru yang masih butuh banyak bimbingan buat menyelesaikan semua pekerjaannya. Rencananya saya mau diskusi sama dia perihal kerjaan sambil makan siang, tapi karena Mbak Amanda juga ngajak saya makan siang untuk omongin pekerjaan, saya harus bagi waktu."

Love: The Butterfly Effect [COMPLETED]Where stories live. Discover now