Extra Part 2

12.3K 1.2K 62
                                    

Well, surprise! Selamat malam minggu bareng Aksa dan Luna!

*


AKSA

Seharusnya aku tidak menghabiskan weekend di kantor untuk menyelesaikan pekerjaan yang tertunda. Seharusnya hari ini aku sudah berada di Bogor untuk berlibur bersama Luna setelah berminggu-minggu kami jarang meluangkan waktu bersama karena kesibukan satu sama lain yang tidak ada habisnya. Namun, proyek yang bermasalah membuatku harus membatalkan liburan singkat kami di detik-detik terakhir.

Sudah lebih dari dua minggu interaksiku dengan Luna menjadi sangat terbatas. Aku bahkan hanya bisa bertemu dengannya dua kali ketika menjemputnya dari kantor—itu pun aku harus menunggu di parkiran selama kurang lebih satu jam karena Luna harus lembur. Liburan ini sebelumnya kurancang untuk menebus waktu-waktu sibukku di kantor hingga sulit meluangkan waktu untuknya. Sayangnya semua rencanaku berantakan dalam satu kedipan mata.

Sejak aku memberitahu Luna perihal batalnya liburan ini lewat sambungan telepon, komunikasi kami semakin memburuk. Aku tahu Luna kecewa, tetapi aku tidak memiliki kuasa apapun selama manajerku bertitah agar timnya tetap masuk weekend ini untuk memastikan semua masalah sudah teratasi.

Entah sudah berapa kali aku mengecek ponselku hari ini. Akhir-akhir ini Luna selalu membalas pesanku seadanya. Aku tahu dia juga memiliki kesibukan yang sama parahnya di kantornya, tapi batalnya liburan kami juga menjadi salah satu faktor dia semakin enggan membalas seluruh pesanku.


Aksa: Sore mungkin aku udah pulang. Mau dinner? Udah lama kita nggak malam mingguan di luar.


Aku kembali menggeletakkan ponselku di atas meja. Pandanganku terus berpindah dari laptop ke ponsel, berharap Luna mau membalas pesanku. Sejak semalam, entah kenapa dia tidak membalas pesanku. Pesan terakhirnya hanya berisi aku udah di apartemen, sebelum dia menghilang entah ke mana untuk mengabaikanku.

Setelah beberapa menit berlalu, ponselku berdenting. Dengan cepat, aku membuang napas lega saat melihat notifikasi yang menunjukkan Luna membalas pesanku.


Luna: Yakin sore udah bisa pulang?

Aksa: Kayaknya bisa. Kamu lagi mau makan apa?

Luna: Yakin?


Kontan, aku menggaruk kepala. Melihat dari caranya membalas pesanku, aku semakin yakin bahwa dia masih kesal karena kami tidak jadi berlibur. Luna memang jarang menunjukkan kekesalannya secara terang-terangan, tetapi setelah berbulan-bulan menjalin hubungan dengannya, aku semakin mengerti segala macam tabiatnya. Termasuk ketika dia sedang marah tetapi enggan untuk menunjukkannya.


Luna: Kalau sibuk mendingan nggak usah.


Aku mengerjapkan mata setelah membaca pesan itu. Without any doubt, I'm fucking sure Luna is mad with me. Namun, di satu sisi aku bisa memaklumi kemarahannya karena selama beberapa minggu ini, aku jarang membalas pesannya. Sesekalinya membalas pun, aku hanya membalas seadanya karena sudah terlalu lelah untuk sekadar membalas pesan. Dan karena kesibukanku yang tidak kenal waktu, entah berapa kali aku sudah membatalkan janji dengannya mendadak dan sepihak.

Kesibukanku dan Luna memang kerap kali menjadi perdebatan di antara kami. Minimnya komunikasi ditambah jarangnya meluangkan waktu bersama membuat kami bertengkar beberapa kali. Aku bahkan sudah membicarakan perihal masalah ini dengan Adam agar bisa mendapatkan second opinion, tapi Adam tidak terlalu banyak membantu. He only said, we need to figure it out by ourselves.

Love: The Butterfly Effect [COMPLETED]Where stories live. Discover now