Ch. 16: I know how it feels

14.6K 1.7K 33
                                    

LUNA

Aku sedang menunggu pesanan makananku di salah satu restoran Jepang di Plaza Senayan ketika mataku menangkap sosok yang familiar akan melewati mejaku. Sosok itu tidak sendiri. Ada seorang perempuan berperawakan menarik di sisinya. Ketika manik mata kami bertemu, dia terperangah beberapa detik lalu berjalan ke arahku.

"Luna, hai," sapa Aksa dengan alis yang tertaut. "Sendirian aja?"

"Iya." Aku tersenyum kaku kemudian melirik perempuan yang ada di sampingnya. "Teman?"

Aksa mengelus tengkuknya, terlihat salah tingkah. Namun, belum sempat Aksa menanggapi pertanyaanku, perempuan yang ada di sampingnya sudah lebih dulu menjulurkan tangan ke arahku sambil memperkenalkan diri. "Amanda."

Mataku mengerjap beberapa kali. Tidak menyangka akan bertemu Aksa menghabiskan akhir minggunya dengan mantannya. Atau mereka jangan-jangan dekat lagi dan memutuskan untuk memulai kembali hubungan mereka dari awal? Aku melihat Aksa dan Amanda bergantian, tidak tahu harus bereaksi seperti apa karena Amanda mungkin tidak tahu bahwa aku mengetahui masa lalunya dengan Aksa.

"Temannya Aksa?" tanya Amanda ketika aku menyambut tangannya dan menyebutkan namaku. Aku menatap Aksa, yang semakin terlihat tidak nyaman karena mantannya memulai interaksi denganku. "Baru datang?"

Aku mengangguk ragu. "Kalian abis makan siang bareng?"

"Iya," jawab Amanda singkat lalu tangannya menyentuh lengan Aksa. "Kita duluan, ya. Soalnya gue buru-buru mesti pulang ke rumah. Ada urusan."

Aksa mengangguk pelan ke arahku. Mereka berjalan keluar dari restoran sementara aku hanya bisa menyaksikan punggung mereka yang semakin menjauh. Mataku tertuju pada tangan Amanda yang merangkul lengan Aksa dengan ringan. Aku tidak menyangka akan bertemu dengan Aksa setelah pesta resepsi Lisa. Sebulan telah berlalu sejak pernikahan Lisa dan pembicaraan terakhir kami menggantung begitu saja karena aku tidak menghiraukannya. Aku ingat setelah dia mengaku putus dengan Amanda sebelum pergi ke Malang, hanya aku yang terkejut dengan pengakuan itu.

Aku tidak mengerti apa yang terjadi dengannya setelah tujuh tahun kami tidak berjumpa. Aku juga tidak tahu kenapa Lisa dan Adam tidak terlihat terkejut dengan fakta itu di saat tujuh tahun yang lalu, di Gunung Bromo, Lisa masih mengakui Amanda sebagai pacar Aksa. Ada banyak pertanyaan, asumsi, dan prasangka yang menghampiri pikiranku kala itu, tetapi aku sadar, apapun yang terjadi, apa yang Aksa sembunyikan dariku, tidak akan mengubah fakta bahwa dia sudah mematahkan hatiku. Penjelasannya pun mungkin tidak akan mengubah kondisi kami karena saat ini aku sudah memiliki Damar sebagai kekasihku dan aku menganggap apapun yang akan dia katakan nanti tidak akan berpengaruh apa-apa.

Harus kuakui kalau aku memang tidak menyambutnya dengan baik di pesta pernikahan Lisa, tapi bukan karena aku masih memiliki perasaan terhadapnya. Bukan. Sikapku semata-mata karena aku tidak bisa lupa dengan apa yang telah dia lakukan kepadaku serta rasa tidak nyaman dengan sikapnya yang berpura-pura seolah sampai sekarang kami masih berteman baik dan tidak ada yang terjadi di antara kami dulu.

"Boleh gabung?"

Aku mendongak, terkejut melihat Aksa sudah menempati kursi di hadapanku.

"Lo ngapain di sini?" tanyaku bingung. Aku melihat ke belakangnya, ke sekitar kami, dan berbagai penjuru, tetapi tidak melihat sosok Amanda yang tadi sempat bersamanya. "Bukannya lo mau antar Amanda pulang?"

Aksa mengerutkan kening. "Kata siapa?"

"Amanda yang bilang tadi kalian mau pulang. Ada urusan, katanya."

"Yang punya urusan Amanda. Yang harus pulang duluan itu Amanda. Lagi pula, dia bawa mobil sendiri, kok," jelasnya. Aksa memanggil pelayan untuk memesan minuman. Ketika pelayan itu sudah mencatat pesanannya dan menjauhi meja, dia melanjutkan. "Gue tadi nggak sengaja ketemu dia pas lagi cari setelan kerja. Gue udah menolak ajakan makan siangnya, tapi dia maksa. Agak kaget pas ketemu lo di sini."

Love: The Butterfly Effect [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang