Ch. 29: Give us a try

14.1K 1.6K 81
                                    

AKSA

Siang ini berhubung semua orang sedang berada di rumah, sejak satu jam yang lalu Mama sudah sibuk di dapur untuk membuat menu makan siang. Anye—dengan muka bantalnya—memasuki dapur setelah menepuk kepalaku pelan. Sejak mengetahui jam kerja anak-anaknya yang menggila, Mama tidak pernah menegur ketika kami bangun siang saat libur—itu pun kalau weekend kami benar-benar di rumah, bukannya malah pergi ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaan. Di antara kami semua, hanya Jojo yang memiliki jam kerja lebih normal, walaupun beberapa kali dia juga terpaksa lembur sampai malam, tapi setidaknya dia tidak perlu lembur sampai pagi dan harus masuk kerja lagi jam setengah sembilan.

"Sebentar lagi tahun baru," tukasku ketika Anye sedang menata berbagai condiment untuk soto betawi yang dibuat oleh Mama. Aku menyeringai ketika Anye mendelik kepadaku meski tahun baru yang kumaksud masih sekitar tiga bulan lagi. "Welcome peak season."

"Ini peak season yang terakhir. Abis ini gue mau resign," tutur Anye.

"Lo mau resign, Kak?" Suara Jojo terdengar seiring dengan langkah kakinya mendekati meja makan. Dia langsung duduk di sampingku. "Kenapa resign?"

Aku menautkan alis. "Yakin mau resign?"

Di sebelahku, Jojo ikut tertawa. "Nggak usah resign, Kak. Gaji udah gede begitu. Kalau lo bertahan setahun atau dua tahun lagi mungkin lo bisa dipromosi jadi manajer. Bukannya lo mau kerja sampai jadi partner audit di KAP?"

"Lagian, kalau mau resign, kenapa nggak dari sekarang aja? Mumpung belum masuk bulan Desember," ujarku.

Anye meringis pelan. "Nanggung. Udah ada engangement yang masuk."

"Ya ampun, Kak, kalau begini caranya mah, lo nggak akan resign sampai kiamat," sahut Jojo. "Nanti audit tahunan selesai terus laporan rilis, engangement buat audit interim masuk. Selesai interiman, masuk lagi engangement baru. Begitu aja terus siklusnya. Nggak akan bisa resign."

"Beneran mau resign? Udah dipikirin baik-baik?" tanyaku.

"Beneran." Anye mencebik seraya duduk di hadapanku dan Jojo. "Emangnya gue pernah asal ngomong mau resign? Gue sekarang udah cari-cari lowongan baru. Dengan pengalaman gue yang nyaris sepuluh tahun di KAP, kemungkinan gue bisa dapet pekerjaan baru selevel manajer di perusahaan lain yang jam kerjanya lebih normal."

Aku dan Jojo saling bertatapan. Usai berdeham pelan, aku bertanya. "Kenapa tiba-tiba mau resign, Kak?"

"Ini bukan keputusan yang dibuat dalam semalam, Bang. Gue udah mikir berhari-hari." Anye menghela napas dalam. "Sejujurnya gue udah capek kerja jadi auditor—terlepas dari gajinya yang menggiurkan—tapi work life balance gue nggak ada. Ditambah Mama juga udah semakin tua. Kalau kita semua sibuk kerja, kasian Mama kesepian. Lagi pula, harus ada orang yang bisa jagain Mama."

"Just make sure this is what you really want." Aku menyarankan. "Pikirin lagi baik-baik sebelum lo kasih surat pengunduran diri ke bos lo, Kak. Coba tanya lagi ke diri lo sendiri. Kalau misalnya lo dihadapkan di situasi yang jauh berbeda dari sekarang, apa lo beneran mau resign?"

"Menurut Mama nggak ada yang salah dengan keputusan Kakak—termasuk alasannya kenapa mau resign," celetuk Mama sambil membawa panci yang berisi kuah soto betawi. Tanpa butuh waktu yang lama, Mama langsung menempati kursi di samping Anye. "Wajar kalau di umur Kakak yang sekarang, Kakak pengen cari kerjaan yang lebih santai. Supaya dia bisa cari pasangan juga." Mama mulai menyendok nasi. "Justru yang Mama pusingin itu kamu, Bang. Kamu udah punya pacar belum, sih?"

Love: The Butterfly Effect [COMPLETED]Where stories live. Discover now