14

2.1K 347 36
                                    

Remaja berusia 13 tahun itu heran, jika Sirius Black mencarinya dengan maksud membunuh untuk apa dia menghancurkan potret Fat Lady yang notaben pintu sebagai masuk rumah Gryffindor, tak mungkin juga Black salah target, rasa-rasanya tak mungkin, lagipun seorang Death Eater yang bisa keluar dari Azkaban bisa salah target, mustahil, dan satu yang paling penting, Tom mengatakan bahwa tak ada salah satu dari minion miliknya dari keluarga Black yang bernama Sirius Black. Lalu untuk apa dia disini?

'Masa bodoh lah, waktu yang akan menunjukkan kebenarannya.' Pikir Harry.

Lebih baik Harry belajar mantra Patronus bersama Professor Lupin atau berlatih Quidditch, sebentar lagi akan ada perlombaan Quidditch Ravenclaw melawan Hufflepuff. Sebenarnya Harry sedikit grogi, seeker Hufflepuff itu mengagumkan baik bakat, kecerdasan, juga rupa. Semoga keberuntungan masih mengasihaninya.

"Sudah lama aku tak mengunjungi Tom." Harry bergumam kecil. Dia merasa telah lama tak berjumpa dengan Tom padahal dalam kenyataannya kurang dari 7 jam Harry telah bercengkraman 'akrab' dengan Tom. Pagi-pagi buta Harry bahkan sudah ada di kamar Tom, tidur berdampingan di bawah kasur dan selimut yang sama, saling memeluk satu sama lain.

Sejak peristiwa 'tertidur di kamar Tom' Harry jadi lebih sering mengunjungi rival yang diam-diam dia kagumi itu, dia juga jadi lebih sering menginap 'menemani' Tom dikala malam menenggelamkan sang surya. Harry akui sikap Tom tak kunjung berubah padanya, masih saja sinis, dingin, dan sarkas, tapi ada satu hal yang Harry sadari. Tom lambat laun melembut padanya, walau sikapnya terkesan acuh condong benci tapi tak seperti kala keduanya bertatap muka.

Dulu Tom yang terlihat sangat alergi berada di dekatnya kini semakin menerima kehadirannya, bahkan juga tidur bersama. Bukan tidur dalam artian konotatif, Harry terlalu muda untuk melakukannya, mereka hanya tidur, menutup mata sejenak mengistirahatkan raga. Memang Voldemort muda mempunyai raga? Bukannya dia hanya entitas sejenis potongan jiwa yang terjebak dalam buku harian? Walau Tom bisa keluar dari buku hariannya tapi dia tak bisa berbuat apa-apam. Tom yang sekarang hanya cangkang tanpa isi.

Harry dengan semangat yang menggebu berlari kecil menuju kamarnya di rumah Ravenclaw, menaiki tangga yang tak terhitung jumlahnya tanpa menghiraukan lelah yang melanda. Dia akan mengunjungi Tom, mengucapkan selamat siang pada Tom, dan sedikit bercanda. Semoga kali ini Tom tak terlalu serius menanggapi candaan Harry.

"Selamat siang Tom! Aku harap kau mendapatkan hari yang indah." Ujar Harry saat kakinya menapak pada lantai marmer di kamar Tom dalam buku harian. Kamar Tom berkali-kali lipat lebih indah dari kamarnya, andai saja Tom mengijinkannya tinggal disini, sudah pasti Harry akan dengan senang hati pindah ke sini.

"Ya." Jawab Tom seadanya. Setidaknya kali ini Tom menjawab salamnya.

Dengan senyum dikulum remaja paling pendek di tahun ke tiga Hogwarts mendekati Tom yang sedang membelakanginya dan membaca sebuah buku tebal di atas kursi tanpa sandaran yang Harry yakini merupakan salah satu buku seni hitam.

"Senang bisa melihatmu lagi Tom." Ujar Harry, tangan kecil seputih porselen miliknya dengan tidak tahu malu memeluk erat perut keras milik Tom.

Tom memutar malas bola matanya, bocah raven itu terlalu mengada-ngada dan hiperbola.

"Tak usah beralasan. Apa kepentinganmu hingga datang kesini?"

Melihat raut wajah Tom yang terkesan datar stoic membuat Harry tergugah untuh menggoda seseorang dengan umur yang cukup tua untuk jadi kakeknya itu.

"Kau perhatian sekali Tom...." Jawab Harry sambil mengedip-ngedipkan matanya. Manik hijau kebanggaan Slytherin di mata Harry berkilau indah memikat atensi Tom untuk selalu menatap ke arahnya.

AMORTENTIAWhere stories live. Discover now