38

2.3K 275 71
                                    

Harry diam termenung di atas tempat tidur yang baru saja dia dan Voldemort gunakan untuk 'bergulat', kakinya lemas bagai jeli, begitupun bagian belakangnya yang terasa tak nyaman. Tulang dan persendiannya tak mampu menopang berat tubuhnya sendiri, jangankan normal berjalan untuk sekedar bediri pun sulit rasanya.

Sejak terbangun sore tadi Harry tak sedikit pun beranjak dari tempat tidur, untungnya tubuh yang harusnya dipenuhi peluh dan lengket pasca bercinta didapatinya dalam keadaan bersih dan nyaman, mungkin Voldemort sedang berbaik hati karena ini adalah hari ulang tahunnya, entah Harry pun tak tahu alasan pasti di balik perilaku Voldemort itu. Namun Harry bersyukur untuk itu, setidaknya dia tak harus menahan sakit untuk pergi ke kamar mandi seorang diri.

Berbicara tentang Voldemort, pria berusia lebih dari setengah abad itu kini tengah disibukkan oleh beberapa kertas di tangannya. Berbaring di tempat tidur yang sama dengannya sembari membelai kepala halus rambut Harry meski atensinya tersita penuh oleh kertas yang dia pegang, dan apapun isi kertas tersebut sekarang ini Harry sangat ingin membakarnya.

"Apa kertas itu lebih menarik dari pada aku?" Tanya Harry sembari menunduk melihat tubuh telanjangnya yang tertutup selimut. Harry kesal namun apa boleh buat, Voldemort bukan seseorang yang akan mendengarkan protesnya.

Benar bukan, Voldemort bahkan masih fokus pada kertasnya itu tanpa sedikitpun mengindahkan pertanyaannya. Harry membuang wajah dan berangsur pelan turun dari kepala ranjang, dia kembali berbaring dalam posisi membelakangi Voldemort. 'Biar saja dia sibuk dengan kertas sialan itu.' Umpatnya penuh kekesalan.

Mata hijau sewarna kutukan pembunuh itu menatap sebuah jendela kaca yang membingkai pemandangan langit malam, gelap dengan sedikit sinar rembulan. Dari pada Harry disulut  kesal karena alasan sepele lebih baik dia memandang pemandangan di luar sama sambil merenung.

"Kau kenapa?" Suara Voldemort menginterupsi kegiatannya. Dari tempatnya berbaring dapat Harry rasakan pergerakkan Voldemort di belakangnya, meski kecil Harry bisa mendengar suara Voldemort yang meletakkan kertasnya di atas nakas. Perlahan sebuah senyum terukir di bibir Harry kala merasakan Voldemort yang berbaring di sebelahnya, memeluk pinggangnya erat, dan mengecup sepanjang garis lehernya.

"Tak apa, hanya sedikit pening." Jawab remaja berusia 15 tahun itu dengan mata yang masih menatap ke arah jendela, malas bersitatap dengan Voldemort alasannya.

"Oh ya?"

"Hmm."

Voldemort tak mengatakan apapun lagi setelahnya, mereka berdua hilang dalam pikirannya masing-masing. Bola mata Harry kembali berguling menatap hamparan hitam di luar sana, hari sudah malam waktunya untuk pulang, lagi pula Harry tak ingin membuat orang tuanya cemas.

Harry membalikkan badannya, menghadap Voldemort yang masih bergelung nyaman memeluk pinggangnya. "Tom." Panggilnya dengan suara halus. Di hadapannya Harry dapat melihat manik rubi yang biasanya berkilat licik itu kini tertutup rapat menikmati kehangatan suhu tubuh Harry, nafasnya tenang menerpa garis leher hingga tulang selangka Harry, membuat remaja itu ingin berlama-lama tinggal di manor yang kian dingin ini.

"Aku harus pulang." Ucap Harry yang seketika membuat manik rubi itu terbuka. "Kau tak akan menginap?"

"Tidak, aku hanya izin pada ibu untuk menemui mu bukan menginap di rumah mu." Balas Harry sembari mengecup lama kening Voldemort yang masih dengan nyaman menenggelamkan wajah di perpotongan lehernya.

"Baiklah." Voldemort bangun dari posisi tidurnya lalu segera turun tempat tidur, kaki panjangnya melangkah cepat membuat Harry diselimuti tanda tanya besar di kepalanya.

"Kau mau kemana?" Tanya remaja laki-laki bermanik hijau itu.

"Mengambilkan mu pakaian tentu saja, atau kau ingin pulang dalam keadaan telanjang bulat?" Sontak Harry merona malu, dia lupa jika dirinya masih belum berpakaian dan hanya menggunakan selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya.

AMORTENTIAWhere stories live. Discover now