32

2K 291 86
                                    

Umbridge sudah sangat keterlaluan, dia memonopoli sesisi Hogwarts dengan peraturan anehnya. Harry sebenarnya tak keberatan dengan beberapa aturan yang wanita itu buat, tapi hampir 90% dari semua peraturan yang Umbridge pajang di dinding Hogwarts membebani hampir seluruh penghuni Hogwarts, termasuk dirinya.

Voldemort juga belum membalas suratnya sama sekali, sebenarnya apa yang dilakukan pria itu sampai-sampai tak mrmiliki sedikit waktu untuk membalas suratnya? Sesibuk itukah Voldemort?

Mimpi buruknya makin hari makin menjadi, bekas lukanya semakin berdenyut sakit setiap kali malam tiba, sebenarnya apa yang sedang terjadi? Semua hal ini membuat Harry semakin pening.

'Huuh, sepertinya bersantai di menara astronomi akan sedikit melegakkan diriku.' Pikir Harry. Satu helaan nafas dia keluarkan sebelum melangkahkan kakinya menuju menara astronomi untuk lebih jelas memandang bintang, memang astronomi bukan salah satu bidang yang dia ambil, tapi apa salahnya bila dia berkunjung. Harry sangat menyukai kegiatan mengamati bintang, memuja betapa indahnya mereka di kegelapan malam, namun angkasa dan segala isinya bukan hal yang dapat menggugah nya.

Mungkin karena sudah terbiasa dan beberapa faktor lainnya tak mengurungkan niat Harry untuk pergi ke menara astronomi yang jauhnya entah berapa ribu langkah. Bukan hanya dirinya, hampir seluruh siswa Hogwarts pun pasti sudah terbiasa dengan jarak yang harus mereka tempuh setiap harinya.

Angin malam menerpa wajahnya, memberikan sensasi dingin yang turut ikut serta menenangkannya. Sembari menatap langit, Harry mulai berpikir langkah paling tepat yang harus dia ambil, dan berbagi adalah langkah terbaik yang dia pikirkan. Namun pada siapa?

'Apa aku harus memberi tahu Dumbledore bahwa secara tidak langsung aku dan Voldemort terhubung?'

Terlalu terlarut dalam pikirannya Harry sampai tak menyadari seekor burung hantu elang yang mendekat ke arahnya, membawa sepucuk surat dan sesuatu entah apa. Burung itu hinggap di tangan kirinya, bersuara nyaring seakan memerintah Harry agar segera mengambil surat yang dibawanya.

Harry tersenyum dan mengeluarkan camilan untuk burung hantu yang mengantarkannya sepucuk surat.

Harry Potter

Kata sandinya adalah Albania. Segera kemari setelah portkey ini sampai di tangan mu.

Tanpa perlu berpikir pun Harry tahu siapa pelaku di balik surat bernada memerintah ini, siapa lagi bila bukan seseorang berinisial LV. Voldemort masih sama, masih enggan menyerukan isi hatinya, masih suka memerintah orang lain, dan bersifat egois. Harry heran, kenapa dia bisa jatuh pada seseorang semacam itu, namun hatinya sudah memilih.

Sebuah pisau dengan ukiran ular di ujung pegangannya, khas Slytherin sekali sesuai dengan sifat Voldemort. Haruskah Harry pergi sekarang dan kembali melanggar jam malam? Sepertinya ya,dan yang terpenting sekarang dia harus berbicara pada Aquila terlebih dahulu. 'Ya benar, Aquila.'

Harry kembali memberikan banyak camilan untuk burung hantu salju yang mengantarkannya surat, lalu melenggang pergi menuju kamarnya di menara Ravenclaw tanpa khawatir ada seseorang yang melihat keberadaannya, jubah warisan keluarganya memang sangat membantu.

***

:Aquila.: Temannya sedang berbaring nyaman di bawah balutan selimut tebal milik Harry. Aquila tampak tak terganggu sedikit pun, dia masih menutup kedua matanya sembari menjulurkan lidah membaui udara.

Teman-teman sekamarnya nampaknya masih berada di great hall untuk makam malam, tak sepertinya yang melewatkan makan malam hanya untuk sekedar merenung.

AMORTENTIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang