19

2K 324 8
                                    

"Abcdefgh" Dialog biasa,
'Abcdefgh' Monolog dalam hati,
:Abcdefgh: Parseltongue,
"Abcdefgh" Mantra atau dalam kalimat tersebut terdapat bahasa asing.

OoOoOoOoOo

Hatinya tak lagi gundah, orang tuanya memaklumi ke bungkamannya tentang kemampuan rahasianya dapat berbahasa ular, begitupun dengan Tom, dia tak mempermasalahkan hal tersebut. Harry tak lagi peduli apa kata dunia, dia hanya mencoba mengikuti kata hatinya. Asal kedua orang tua dan Tom-nya dapat menerima keadaannya, dia mampu bertahan walau dunia berada di sisi yang berbeda dengan dirinya.

Minggu lalu pun Sirius, ayah baptisnya sudah memberikan restu padanya. Awalnya memang Sirius marah karena nama Harry keluar sebagai salah satu juara Hogwarts, dia tidak terima anak baptisnya dilibatkan dalam turnamen berbahaya. Namun dia mengerti bila Harry tak bisa mundur dari turnamen tersebut, Harry sudah memiliki kontrak sihir dengan turnamen itu walau Harry tak menghendaki untuk bersaing dengan ketiga lainnya di turnamen Triwizard. Ada sedikit yang mengganjal di hati Sirius, ada seseorang yang menginginkan Harry berada dalam turnamen itu, orang itu menginginkan Harry meninggal dalam turnamen. Dia tak bisa melakukan apa-apa untuk menarik Harry dari turnamen berbahaya itu, dia hanya bisa memberikan seribu pesan agar Harry menjaga keselamatannya.

Untuk menghabiskan waktu sebelum tes pertama, Tom dan dirinya mencoba membuat kamar rahasia di Hogwarts, tempat mereka berdua untuk bertemu selain di Danau Hitam. Hanya mereka berdua yang tahu dan hanya mereka berdua yang bisa masuk, kata kunci kamar rahasia mereka menggunakan Parseltongue.

Aksen khas Slytherin memenuhi ruangan tersebut, perak dan hijau, warna kebanggaan Slytherin. Harry tak protes, dia tipikal remaja yang memiliki jiwa dewasa, old soul. Masalah kecil seperti perbedaan warna tak akan membuatnya marah, lagi pula tak ada seorang pun di dunia ini yang memiliki sifat, prinsip, pemikiran, kesukaan yang sama persis, selalu ada perbedaan walau tidak terlalu kentara.

Luas nan elegan, khusus Tom rancang untuk tempat singgah keduanya. Kamar mandi, kamar tidur, ruang santai, dan seluruh perabotannya telah tertata apik memperindah kamar rahasia keduanya. Tempat mereka meredakan gundah, mencari pegangan, dan kembali naik merajai dunia.

Harry tak takut lagi dengan tes yang akan dilaksanakan kurang dari sebulan nanti, hanya satu hari. Tom sudah mengajarinya banyak mantra juga macam-macam kutukan yang dapat digunakan nanti dalam tes pertama. Bukannya Harry terlalu percaya diri berpikir dia mampu melakukannya, dia hanya mencoba untuk optimis. Orang bodoh akan berpikir dirinya pintar, tapi orang pintar akan selalu merasa kurang.

"Tom..." Tak ada lagi batas diantara keduanya, Harry mulai berpikiran seperti itu. Harry tak tahu jawaban Tom mengandung tingkat ambiguitas yang tinggi.

"Ya Harry?" Tanya Tom dengan tangan yang menyisir halus rambut Harry, entah sejak kapan aktivitas itu menjadi salah satu favoritnya selain membaca dan mempraktekan sihir hitam.

"Apakah di zaman mu dulu turnamen Triwizard pernah dilakukan?" Tanya Harry sambil mendongakkan kepalanya. Posisi keduanya saling memangku dan berhadapan, duduk tenang di atas sebuah sofa berwarna hijau di kamar rahasia keduanya.

"Aku tak suka kalimat mu itu Harry." Tom menangkup pipi Harry menggunakan kedua tangannya. Bibir Harry mengerucut otomatis karena perbuatan Tom, terlihat lebih manis di mata Tom.

"Kenapa?" Dia mencoba bertanya pada Tom dengan suara sejelas mungkin, tangan Tom masih menangkup pipinya membuat Harry sulit mengeluarkan suara normal.

"Kau membuatku merasa sangat tua." Selang beberapa detik setelah Tom menyelesaikan kalimatnya, bibirnya kembali mengklaim bibir Harry, mengecupnya tanpa bantuan lidah. Hanya menikmati tekstur lembut bibir remaja kesayangannya.

AMORTENTIAKde žijí příběhy. Začni objevovat