41

2.2K 278 121
                                    

Harry benar-benar kacau, kehadiran orang tua dan keluarganya hanya mampu membuatnya melupakan Voldemort sesaat saja, dan saat Harry kembali sendirian semua bayangan tentang Voldemort kembali datang. Jane benar-benar risau dengan keadaan Harry, sejak kepulangannya September lalu Harry tampak lebih pendiam dari biasanya, putra manisnya bahkan tak akan bicara bila Jane atau Justin tak mengajaknya bicara.

Normalnya Harry akan bercerita mengenai bagaimana pengalamannya saat di Hogwarts, bagaimana Ravenclaw dapat mempertahankan piala rumah sejak tahun pertama hingga saat ini. Namun kali ini tidak, bahkan Harry cenderung dikelilingi aura kesedihan. Jane ingin putra manisnya kembali.

"Harry?" Jane menatap Harry dengan pandangan penuh khawatir, dia cemas setengah mati melihat putra manisnya terus saja menatap kosong ke arah jendela yang terbuka.

"Ceritakan apa yang membuat hati mu gundah, jangan kau pendam seorang diri. Mom akan sangat bersedia menjadi tempat mu berkeluh kesah, tempat mu bersandar saat kau mulai gentar, tempat mu berpegang saat kau mulai kehilangan arah, dan menjadi seseorang yang akan memberi mu nasehat saat diperlukan." Jane membelai rambut Harry penuh cinta, lalu mengecupnya dalam diam.

"Mom..."

"Ya?"

"Aku tak tahu harus mulai bercerita dari mana." Ucapnya dengan parau, air mata yang terus ditahannya kini tak lagi dapat terbendung, dan akhirnya mengalir deras membasahi pipi putihnya yang kini mulai kehilangan lemak bayi. Sejak hari itu, Harry mulai kehilangan selera makan, mungkin itu penyebab merosotnya berat badan Harry saat ini.

"Ceritakan apa yang ingin kau ceritakan, Mom tak akan memaksa mu untuk menceritakan semuanya." Jawabnya sembari terus membelai rambut halus putranya. Keduanya kini tengah duduk di atas tempat tidur dengan punggung yang bersandar di kepala ranjang, juga jangan lupakan keberadaan Aquila yang berbaring nyaman di atas lantai berbalut kain tebal.

"Aku mencintainya, Mom." Jane menganggukkan kepalanya, jadi semua sumber kekacauan Harry belakangan ini karena perihal cinta? Rupanya putranya sudah mulai dewasa dan mulai mengenal cinta.

"Dia marah dan mengatakan bahwa kami berdua itu sangat berbeda. Dunia kami tak sama, dia mengakhiri semuanya secara pihak, dan memintaku pergi." Ucapan putrnya itu seketika membuat amarah Jane meluap. Beraninya keparat itu menyakiti putra manisnya!! Penyihir ataupun bukan, Jane akan pastikan bahwa pria itu akan menyesal seumur hidupnya.

"Lalu aku melihatnya, melihatnya bersama wanita lain sesaat setelah dia memintaku pergi." Harry selalu dihantui kejadian itu, di mana Voldemort seakan menikmati perlakuan Bellatrix yang menghamba padanya, saat wanita keparat itu menggesekkan pipi kotornya pada Voldemort, dan tatapan sayu sialan itu.

"Aku mencintainya, mom. Namun nampaknya rasaku sama sekali tak disambut baik olehnya." Harry kembali menatap kosong objek di balik jendela yang entah apa itu. Kenangan tentang Voldemort benar-benar membuatnya muak, muak karena dia masih saja berharap pada seseorang yang akan pernah mungkin menyambut baik perasaannya.

"Apakah dia teman sekolah mu?"

"Bukan Mom. Dia adalah seseorang yang tak pernah sekali pun terbayang di benakku sebagai satu-satunya orang yang mampu menyita seluruh atensiku." Harry menghembuskan nafasnya kala bayangan Voldemort melintas kembali di benaknya, Harry lelah baik fisik ataupun mental. Menyadari bahwa seseorang dia suka tidak lain dan tidak bukan adalah Voldemort seakan menarik paksa kesadarannya, menyadarkannya bahwa hubungan berdasarkan perbedaan ideologi tidak akan berjalan mulus.

"Aku mencintainya Mom. Namun di sisi lain aku tahu bahwa akan sangat sulit agar kami berdua bisa bersama, ego yang tinggi, dan segala obsesinya seakan menjadi dinding pemisah di antara kami berdua."

AMORTENTIAWhere stories live. Discover now