.・゜゜・𝙏𝙞𝙜𝙖 .・゜゜・

38.2K 3.6K 157
                                    

HAPPY READING
^_______________^

Suara alarm yang berasal dari ponsel berbunyi nyaring. Vigran melenguh dalam tidurnya. Perlahan kelopak mata itu mulai terbuka. Ia mendudukan tubuhnya seraya mengusap matanya yang terasa gatal.

Jam menunjukkan pukul empat pagi. Bagi Vigran itu cukup siang untuk Ia bangun di hari-hari biasa seperti ini. Biasanya Vigran akan bangun pukul tiga pagi. Tapi di karenakan tubuhnya yang terus menerus mendapat siksaan, Ia harus tidur lebih lama untuk memulihkan keadaan.

Vigran turun dari ranjang mini nya. Dengan langkah tertatih Ia melangkahkan kaki pendeknya keluar kamar. Vigran akan memulai paginya dengan membersihkan rumah yang Ia tempati. Hanya dua lantai, tapi jelas melelahkan jika hanya Vigran yang melakukan. Di tambah Ia harus melakukan dua kali pengerjaan yaitu menyapu kemudian di lanjut mengepel. Ingatkan bahwa kondisi tubuh Vigran tidak dalam keadaan baik.

Di saat Vigran melewati kamar kakaknya -Vian- mata bulatnya tak sengaja melihat celah pintu yang sedikit terbuka. Vigran yang terlampau ingin tahu langsung meletakkan sapu dari genggamannya. Ia mengintip dan tak mendapati Vian di ranjang.

"Kakak hilang?" pikir Vigran. Seingatnya Vian sudah kembali ke kamar setelah mengobati tubuhnya. Apa Vian tidur di kamar Bagas? Tapi itu tidak mungkin; terlalu mustahil.

Langkahnya dengan pelan Vigran bawa memasuki kamar. Matanya berkeliling dan seketika tersentak saat melihat tubuh Vian yang terduduk di kursi belajar. Sepertinya pemuda itu tak sengaja ketiduran saat belajar.

"Kakak...." Vigran menepuk-nepuk pelan lengan Vian. Suaranya terdengar berbisik. Sedikit ragu harus membangun atau tidak.

"Kakak pindah ... nanti pegal kalau tidur di sini."

Vian tak terganggu sedikit pun. Pemuda itu terlihat begitu lelap. Melihat kantung hitam di bawah mata Vian Membuat Vigran tak tega untuk membangunkan.

Vigran menjauhkan tubuhnya dari Vian. Ia mengambil selimut dari ranjang kemudian di balut kan selimut tersebut ke tubuh Vian.

Senyumnya mengembang melihat kakaknya yang terlihat nyaman. "Kakak tampan. Tapi masih tampanan Iyan." Vigran menutupi mulutnya serasa cekikikan pelan.

Cup

Vigran mengecup sekilas dahi Vian. Menahan napas sejenak saat melihat pergerakan dari kakaknya. Vian kembali tenang, wajahnya kini beralih menghadap tempat Vigran berdiri.

Beberapa saat Vigran hanya diam mengamati wajah Vian. Senyum manis juga tak luntur dari wajahnya. Hingga Vigran tersadar bahwa pekerjaannya belum terselesaikan.

Ia kembali memundurkan langkahnya menjauh dari Vian hendak keluar kamar. Sebelum keluar Vigran menyempatkan untuk membenarkan letak selimut yang membalut tubuh Vian.

"Iyan sayang Kakak."

***

Suara denting garpu dan sendok yang beradu terdengar hingga dapur tempat Vigran kini berada. Tubuh pendeknya sudah terbalut rapi oleh seragam sekolah. Seperti biasa Ia harus menunggu keduanya selesai sarapan. Vigran tidak se berani itu untuk berangkat terlebih dahulu sebelum mereka menyelesaikan sarapannya.

Di sela-sela sarapan keduanya, Sang Ayah tak lupa meninggalkan wejangan untuk kakaknya. Sudah pasti topiknya masih sama. Nilai,nilai,nilai, dan nilai. Lima belas menit berlalu. Vigran mengintip dari tembok dapur. Ayahnya sudah berangkat kerja, sedangkan sang Kakak masih duduk seraya mengamatinya.

REDIGUEZ FAMILY || ENDWhere stories live. Discover now