35

16.1K 1.3K 72
                                    

HAPPY READING
༶•┈┈⛧┈♛♛┈⛧┈┈•༶

"Peluk Iyan, peluk Iyan, cini cini peluk Iyan, cini cini~"

Alunan manja itu kini menjadi lauk wajib dalam seminggu ini, juga merupakan salah satu perubahan dalam mansion besar Albern. Terutama bagi pemuda yang tengah menatap jengah si empu yang bergelajut di lengan kekarnya. Vian, remaja yang sudah kepalang muak tanpa dosa menyentil kuat dahi mulus Vigran.

Ctak

"Berisik. Jangan deket-deket, gendut bau!" Vian mendorong bahu Vigran, tak terlalu kuat. Tapi posisi yang tak mendukung membuat tubuh Vigran oleng dan hampir terjungkal kebelakang. Beruntung, Albern sigap menahan.

"Iyan ga bau tau, Kakak cium aja." Vigran berkacak pinggang. Menatap tak terima Vian yang mengejeknya.

"Kakak!" tegur Albern. Lumayan hafal tabiat putra ketiganya yang tak bisa berlaku lembut. Namun, ia tahu remaja itu baik. Nampak dari raut wajahnya yang kentara khawatir saat melihat sang adik hampir jatuh.

"Bocah yang ga mandi seharian gimana ga bau asem coba," tuturnya tak menghiraukan Albern.

Tak sepenuhnya benar sih, tubuh Vigran masih tetap sama dengan bau bayi khasnya walau tak mandi, tapi apabila melakukan kontak fisik. Karena jika anak itu mandi pasti baunya akan menyebar hingga puluhan meter setelah dilewati Vigran.

"Udah malem ngga boleh mandi sama Daddy!" elak Vigran yang kini sudah pindah ke gendongan Albern. Pria itu membawa si bungsu ke pangkuannya di kursi tempat ia makan.

"Daddy ga pernah larang adek mandi loh, siapa yang ngumpet di kolong terus ketiduran sampai malam?" Albern membela diri, merasa Vigran menjadikan dirinya alasan.

"Bukan Iyan tuh." Ekor mata Vigran melirik sinis Albern yang membongkar kenakalannya.

"Lalu siapa hm?" Albern mengangkat sebelah alisnya seraya menata lauk dipiring untuk si kecil.

"Ga tau lah, kok Daddy tanya Iyan si." Vigran mengerucutkan bibirnya. Walau dalam hati mendumel kesal pada Albern.

"Siapa yang dulu suka ngomong, kalau yang bohong giginya ompong. Hayoloh adek bohong muluu." Ando menimpali, ikut manjadi kompor dalam perdebatan makan malam hari ini.

"Kan bukan Iyan, kok Abang nuduh si!" Mata bulat Vigran melototi Ando yang nampak abai dengan makannya. Membuat jemari bantet Vigran mengeratkan genggaman pada garpu dan sendok ditangan sebagai pelampiasan rasa sebal.

"Ga ada yang bilang itu adek kok," tutur Ando tersenyum mengejek.

Melihat wajah Vigran yang memerah menahan tangis entah mengapa manjadi kesukaan Ando. Pipi tembam yang terdapat semburat merah, ditambah mata bulat yang berkaca menambah kesan lucu pada si bungsu.

"Engga! Iyan ga pernah ngomong kaya gitu. Daddy noh yang suka bohong. Kakak sama Abang Dodo juga suka bohongin Iyan."

Vigran memalingkan wajah saat Albern hendak menyuapkan nasi. Bersedekap dada dengan bibir yang mencebik menahan tangis. Merasa kesal lantaran merasa dikeroyok kenyataan.

"Buka mulut, baby," bujuk Albern.

"Ga mauk!" tolak Vigran membuat Albern menghela napas sabar.

REDIGUEZ FAMILY || ENDOnde histórias criam vida. Descubra agora