.・゜゜・𝙏𝙪𝙟𝙪𝙝𝙗𝙚𝙡𝙖𝙨.・゜゜・

27.6K 3.2K 209
                                    

HAPPY READING
^________________^


Beberapa orang berpendapat mungkin Nico adalah sosok orang yang sempurna. Memiliki paras yang begitu rupawan dan di berkati otak yang pintar hingga bisa menjadi pengusaha sukses yang dia bangun sendiri tanpa bantuan Albern sama sekali.

Pada dasarnya di dunia ini tidak ada sesuatu hal sempurna. Semua memiliki kelebihan dan kekurangan dalam porsi masing-masing. Sama seperti laki-laki yang kini sudah menginjak umur 23 tahun, Nico Alando Rediguez yang merupakan putra sulung Albern Rediguez.

Sosok yang dulunya begitu ceria, dalam sekejap harus berubah menjadi pemuda yang tertutup dan tak tersentuh. Semua terjadi akibat masa lalunya yang menyebabkan ia kehilangan wanita yang melahirkannya ke dunia.

Sebelum kejadian itu, ada sosok asing yang tiba-tiba masuk ke keluarganya dan menimbulkan kesalahpahaman. Akibatnya, ia hampir kembali kehilangan satu lagi anggota keluarganya, yaitu adiknya -Alando-.

Sejak saat itu, Nico tak pernah menerima kehadiran orang-orang asing yang berusaha masuk ke kehidupannya. Ia trauma. Hingga sekarang Nico tak memiliki teman, tapi ia selalu di segani oleh orang-orang akibat kesuksesan yang didapatkan.

Namun, apakah dinding penghalang yang sudah lama Nico bangun sekokoh mungkin akan mempan pada Vigran?

Kaki Nico terus berjalan pelan menuju kamar seseorang. Sesampainya di depan pintu kamar ia berfikir sebentar. Kemudian melangkahkan kaki memasuki kamar dalam diam.

Di dekatinya ranjang si pemiliknya kamar yang tak lain adalah Vigran. Nico mendudukan bokongnya di bibir ranjang. Kerutan di dahi tercetak mendapati wajah Vigran yang terlihat sedikit pucat.

Walau kamar dalam keadaan remang-remang, Nico dapat melihat jelas keringat sebiji jagung yang terus membasahi pelipis anak itu. Vigran menggeliat tak nyaman. Rengekan dari anak itu terdengar.

"Daddy ... kepala Iyan pusing ...."

Nico terdiam sesaat. Tangannya terangkat, memberanikan diri menyentuh kening Vigran. "Panas," gumam Nico merasakan hawa panas di punggung tangannya.

Pemuda itu segera menggeledah laci mencari plester penurun demam. Hasilnya nihil, ia tidak mendapatkannya. Mata elangnya berkeliling meneliti kamar Vigran dan terhenti pada lemari berwarna putih, berukuran besar.

Nico berjalan mendekat lalu membukanya. Sedikit melototkan mata melihat isi lemari berukuran besar yang berisikan banyak keperluan kesehatan. Mulai dari kotak P3K sampai tabung oksigen pun ada.

Nico tersenyum tipis, tak menyangka pria seperti Albern begitu menjaga kesehatan Vigran. Sampai-sampai menyediakan lemari penuh berisi alat-alat kesehatan. Kini ia tahu, seberapa besar pengaruh Vigran dalam hidup Albern.

"Daddy ... dingin~" rengek Vigran seraya menggeliat tak nyaman.

Nico langsung membalikkan tubuh. Ia langsung mengambil barang-barang yang diperlukan.

Kembali mendudukan diri di tepi ranjang kemudian menempelkan plester penurunan demam di kening Vigran. Ia menatap lekat wajah Vigran.

"Lucu!" ucapnya dalam hati, melihat Vigran yang mencebik-kan bibir dengan mata terpejam.

Dengan gerakan perlahan, Nico merebahkan tubuh di ranjang samping Vigran. Memiringkan tubuh agar dapat melihat wajah bocah di sampingnya.

Tangan kekarnya menyugar surai Vigran yang lepek. Menciumnya sekali pelipis anak itu yang di banjiri keringat, lalu di lanjut mengecup kedua sisi pipi berisi Vigran.

REDIGUEZ FAMILY || ENDWhere stories live. Discover now