.・゜゜・𝙀𝙢𝙥𝙖𝙩 .・゜゜・

37.2K 3.5K 189
                                    

HAPPY READING
^_______________^

Ketiganya sudah sampai di sekolah sekitar 20 menit sebelum bel berbunyi. Berhubung masih ada waktu, Saga dan Mahes menyempatkan untuk membawa Vigran ke UKS. Menyadari tubuh anak itu kembali mendapatkan banyak lebam. Sebelumnya Vigran menolak ajakan tersebut, namun setelah Saga memberi iming-iming akan memberi satu dus susu kotak anak itu segera menyetujui.

"Sshhh jangan sampai ke sentuh dongg." Vigran berdesis merasakan kapas yang sudah di tetesi alkohol itu menyentuh permukaan kulit lengannya.

"Kalau ga di sentuh gimana ngobatinnya dek," balas Saga di sela-sela kegiatannya.

"Perih ahh, biasanya juga sembuh sendiri." Bibirnya mencebik, tak tahan dengan rasa perih yang di rasa.

Vigran hendak menjauhkan lengannya dari jangkauan Saga namun tak jadi lantaran Mahes yang menahan lengannya.

"Tunggu selesai atau pesanan susunya Abang tarik lagi," ancam Mahes yang sedari diam mengamati.

"Lagian nanti kalau ga di obatin bekas lukanya jadi berbekas. Emang adek mau punya koreng hihhh." Saga bergidik seolah tengah mengejek.

"Gapapa lah. Cowo ada koreng nya itu wajar. Abang Mahes juga ada koreng di wajah noh." Vigran menghadapkan wajahnya ke belakang untuk melihat wajah Mahes. Ia memang tengah berada di pangkuan pemuda itu.

Jemari berukuran kecil milik Vigran mendarat di wajah Mahes. Memegang setiap titik yang di maksud 'koreng' oleh Vigran. "Abang Mahes punya banyak koreng. Satu ... dua ... empat...." Bibirnya mengeluarkan gumaman yang hanya di balas senyuman tipis oleh Mahes.

"Itu bukan koreng tapi tahi lalat." Saga meralat membuat Vigran segera membalikkan tubuhnya.

Alisnya mengkerut. "Bukan lah. Masa wajahnya Abang ada ee lalat." Vigran berdecak merasa tak suka dengan ucapan Saga yang mengakan wajah abangnya terdapat kotoran.

"Bukan ee lalat yang itu." Saga meletakkan bekas kapas yang telah di gunakan kemudan mencium gemas pipi sebelah kanan Vigran.

"Tadi kan Abang bilang tai lalat." Vigran membalikkan tubuhnya kembali menghadap Mahes. Di tangkup kedua sisi wajah pemuda itu dengan tangan kecilnya. "Tapi wajah Abang Mahes ganteng kok. Walau ada korengnya tapi ga ada ee lalatnya. Jangan dengerin ya, Abang Saga itu iri makanya ngatain muka Abang Mahes." Di tepuk-tepuk pucuk kepala Mahes bermaksud menenangkan sang Abang agar tidak merasa sakit hati atas ucapan Saga.

Mahes hanya menganggukkan kepala. Tangan mungil Vigran yang masih bertengger di wajahnya Ia turunkan. Di kecup pasang mata anak itu kemudian berucap. "Udah selesai?" tanya Mahes pada Saga yang kini sibuk mendumel sendiri.

Pemuda yang di tanya menghentikan dumelannya. "Belum Hes."

"Lama ah, biarin aja ya." Vigran menatap Saga dan Mahes bergantian. Kedua pemuda itu hanya menatapnya sekilas tanpa niat membalas.

"Lukanya banyak dek." Mahes kembali memberi pengertian. Tangan kekarnya terulur, mengambil kotak susu coklat yang berada di nakas. "Mau?" tawarnya pada Vigran. Sudah pasti dengan senang hati Vigran menerima.

"Terima kasihhh," ujar Vigran diiringi senyum manis miliknya. Ia meminum susu kotak tersebut dalam diam.

Beberapa kali Vigran berdesis ngilu. Beruntung elusan tangan Mahes di pucuk kepala Vigran membuatnya bisa sedikit tenang. Di tambah bibir mungil itu yang tersumpal minuman kesayangan.

REDIGUEZ FAMILY || ENDWhere stories live. Discover now