♛𝘿𝙪𝙖𝙥𝙪𝙡𝙪𝙝𝙚𝙣𝙖𝙢♛

20.1K 2.4K 367
                                    

HAPPY READING
༶•┈┈⛧┈♛♛┈⛧┈┈•༶


Langkah jenjangnya memasuki ruangan yang didominasi oleh warna gelap, Albern mendudukan bokongnya pada kursi singgasana. Sembari mendengar penuturan seseorang diponsel, matanya terus menatap datar sebelah tangan yang sebelumnya ia gunakan untuk memberi luka pada sang putra.

Rahangnya tanpa sadar mengeras dengan pandangan yang kian menajam. Dalam hati mengumpati diri sendiri yang tak bisa mengontrol emosi. Namun, ada rasa puas yang singgah di hati setelah melakukan hal tadi.

"Sialan!"

"Kau mengumpati Albern?!"

Netra elang itu mengerjap cepat. Buru-buru Albern merubah duduknya menjadi tegap. Ia kembali memfokuskan diri pada insan yang tengah berbicara dengannya di seberang.

Berdeham singkat sebelum berucap. "Keputusan ku sudah tidak bisa diganggu gugat. Aku sudah menunggu selama satu minggu, tapi tak ada peningkatan sedikitpun dari keadaan anak itu. Dan untuk Vigran biar aku yang urus."

"Kejadian dulu yang menimpa Ando seharusnya bisa kau jadikan pelajaran. Mereka juga putramu walau tak ada darah yang mengalir di tubuh itu. Aku Mohon hentikan, Albern! "

Suara berat dari seberang terdengar penuh tekanan lantaran tak bisa menahan kesal atas tindakan yang Albern rencankan.

"Aku tahu, aku juga menyayangi mereka! Tapi fakta yang sialnya kau sembunyikan membuatku kecewa sialan!" Tanpa sadar Albern meninggikan intonasi suaranya, membuat sosok yang berada di seberang menggeram.

"Omong kosong apa yang baru saja kau katakan Albern?" Kekehan remeh terdengar walau hanya dibalas tatapan datar oleh Albern.

"Lakukan apa yang aku minta, itu demi kebaikan mereka. Jangan coba-coba campur tangan, mereka urusanku." Ucapan Albern terdengar tegas tanpa ingin di ganggu gugat.

"Ini yang aku khawatirkan saat kau mengetahui kebenarannya. Seharusnya setelah kejadian itu kau melepaskan istrimu dengan lapang dada, Albern. Vian dan Vigran sekarang putramu!" Tarikan napas panjang terdengar diseberang. Mencoba memberi pengertian pada Albern agar menghentikan rencana gilanya.

"Aku tak ingin dengar alasan apapun. Jika Daddy tak bisa melakukan apa yang aku minta biar Tomi yang melakukannya," tutur Albern yang terkesan datar.

Beberapa waktu suara dari insan diseberang tak terdengar. Indra pendengaran Albern hanya menangkap deru napas yang cepat dan gertakan gigi.

"Albern kau tahu apa yang kau rencakan kan ....?" Terdengar rendah dan berat. Albern tahu bahwa pria itu tengah menahan amarahnya.

"Sangat ... aku sangat tahu. Aku melakukan hal ini demi kebaikan mereka, Tuan Rediguez."

"KAU GILA SIALAN!" Amarah yang sedari pria itu tahan kini lepas setelah mendengar penuturan yang terdengar begitu enteng dari sang putra.

"Kebaikan? Kau bilang kebaikan, Albern?! Bukankah seharusnya kau tahu hal yang tengah kau rencanakan hanya memperlebar luka yang mereka terima! Kau mau membuang Vigran?! Dan Vian ...? Kau berniat membunuhnya Albern!!"

Albern menukikkan alis, merasa tak terima dengan ucapan Rediguez yang terkesan memandang buruk tindakannya. "Membuang? Membunuh? Kata-kata itu membuatku seperti penjahat di sini."

REDIGUEZ FAMILY || ENDحيث تعيش القصص. اكتشف الآن