♛34♛

11.2K 1.7K 55
                                    

HAPPY READING
༶•┈┈⛧┈♛♛┈⛧┈┈•༶

Plak

Suara nyaring yang berasal dari jemari lentik Ando menjadi sambutan pertama untuk Albern. Pipi tirus dengan rahang tegas itu menoleh paksa. Merasa perih dan panas yang menjalar salah satu sisi wajahnya.

Menundukkan wajah masih dengan posisi sama. Ekor matanya melirik Vigran yang terpaku, beralih pada orang sekitar di dalam ruangan yang nampak diam. Terutama pada pemuda yang terbaring di ranjang.

Ando menata tajam Albern. Sorot mata penuh kecewa membuat denyut lara kembali Albern rasa. Netra Ando nampak berkaca, menahan kuat agar tak ada liquid bening yang meluruh dari genangan di pelupuk mata.

Albern diam. Ada setitik ras terkejut saat mendapati putra tengahnya kini berada di ruang yang sama dalam waktu yang sama pula. Tak menyangka semua akan terbongkar dalam waktu begitu cepat.

Sepasang ayah anak yang tengah beradu pandang dengan aura tak mengenakkan itu tak luput dari perhatian Vigran. Jemari kecil Vigran meremat kuat ujung kemeja Albern seraya bersembunyi dibalik tubuh kekarnya.

Vigran khawatir dengan luka di pipi Albern akibat tamparan Ando. Namun, ia tak ada hak untuk menegur. Nyatanya, Ando juga korban. Hal tadi menjadi bentuk kecewa sang Abang pada sosok pria yang sudah diberi kepercayaan sepenuhnya.

Sebelum akhirnya, fokus Vigran teralihkan pada pemuda yang tengah menatap lekat dirinya dari atas ranjang. Sorot hangat yang ia nanti setiap hari, kini dapat ia rasakan kembali. Tak perduli dengan keadaan sekitar, tanpa sadar Vigran membawa tungkainya maju beberapa langkah.

"Kakak ...." Mata bulat Vigran nampak berkaca. Bibirnya mencebik dalam dan bergetar, menahan tangis.

Albern mengalihkan pandang pada Vigran, begitu pula dengan semua orang yang berada pada ruangan. Terdiam sesaat, sebelum merasakan tepukan pelan pada bahu kirinya. Menoleh, mendapati kedua orang tuanya -Rediguez dan Mona.

"Kita bicarakan di luar," bisik Rediguez tanpa mengeluarkan suara.

Albern mengangguk mengerti. Ando keluar terlebih dulu mengikuti kedua paruh baya itu. Menyisakan Albern yang nampak masih berdiri menatap kedua remaja yang masih sibuk dengan fikirannya.

Tungkai panjangnya ia bawa mendekati Vigran. Menyamakan tinggi badan kemudian memberi kecupan. Si kecil masih belum sadar kehadirannya, begitu fokus dengan pemuda yang kini mengganti posisinya menjadi duduk.

"Daddy di luar, okay? Maaf sekali lagi."

Tak mendapat respon. Albern menghela napas pelan. Menegakkan tubuh. Melirik pemuda itu. Tersenyum tipis, dengan ragu ia mendekat. Kemudian memberi kecupan juga pada pelipis si pemuda.

Suara pintu tertutup terdengar. Menyisakan dua insan yang masih saling diam. Hingga gerakan yang pemuda itu lakukan, membuat pecah tangis Vigran.

"HUWEEE KAKAKK!!!!"

Tangis Vigran pecah setelah mendapati sosok kesayangannya merentangkan tangan dari arah ranjang. Berlari kecil menghampiri, berusaha naik ke atas ranjang dengan kesusahan.

Ranjang yang tak bisa dibilang pendek ditambah tinggi tubuh Vigran yang tidak mumpuni. Membuat bocah itu harus mengeluarkan tenaga lebih untuk dapat naik sepenuhnya.

Vian, pemuda itu diam. Tak ada niatan sama sekali membantu sang adik naik. Menikmati pemandangan yang membuat perutnya terasa tergelitik.

Vigran mendongakkan kepala. Salah satu kakinya sudah hampir menyentuh ranjang bagian atas, tapi yang satunya lagi menggantung bersama tubuhnya. Posisi tubuh Vigran miring di bibir ranjang.

"Hiks kakak nda mau bantu Iyan naik?" pinta Vigran. Menatap Vian dengan wajah merah. Selain menahan kuat tubuh, Vigran juga menahan tangis.

Vian menyilangkan tangan. Menatap datar dan angkuh bocah bantet dihadapannya. Kemudian dengan santai berujar.

"Ngga, berat. Lo gendut kaya anak babi."

Jleb




♛TBC♛

REDIGUEZ FAMILY || ENDWhere stories live. Discover now