.・゜゜・𝙎𝙚𝙢𝙗𝙞𝙡𝙖𝙣.・゜゜・

31.1K 3.4K 254
                                    

HAPPY READING
^_________________^

Sesingkat apapun kisah bersamanya, perihal perpisahan bukanlah hal yang mudah.

+62


Mata tajam Albern sedari beberapa menit yang lalu tak pernah lepas memandang wajah dari bocah bertubuh pendek yang berada di dekapannya. Mata bulat anak itu terpejam erat walau efek obat tidur yang Albern berikan sudah hilang.

Jam sudah hampir menunjukkan waktu sarapan, namun keduanya masih merebahkan tubuh di ranjang. Albern merasa tak tega membangunkan putra bungsunya yang begitu lelap. Namun tak ada pilihan lain dari pada keduanya telat melakukan sarapan.

Albern turun dari ranjang tak langsung membangunkan Vigran. Melangkahkan kaki jenjangnya ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tak sampai sepuluh menit Albern sudah keluar dengan pakaian yang tak lagi piyama.

Berjalan keluar kamar, sebelum itu Albern memastikan mata Vigran masih terpejam. Untuk sarapan hari ini Albern akan memasaknya sendiri. Tentu sebelum itu, Ia sudah memastikan makanan apa saja yang dapat di makan Vigran. Berjaga-jaga apabila ada hal yang membuat Vigran alergi di makanannya.

Sampai di lantai dasar, banyak maid yang berlalu lalang. Beberapa yang melewati Albern membungkukkan tubuh, hormat. Walau hanya di balas tatapan datar oleh pria itu.

"Albern ...."

Menghentikan langkahnya, Albern membalikkan tubuh dan mendapati Mona yang berdiri dengan pakaian yang sudah rapi. Matanya melirik beberapa koper besar milik Mona yang berada di tangan dua bodyguard.

"Benar-benar ingin pergi sekarang?" Albern bertanya dengan wajah sok sedihnya.

"Ada urusan mendadak yang tak bisa di lakukan sendiri oleh Daddy -mu."

Albern memutar bola matanya malas. "Cih manja. Pria itu hanya membual agar Mom cepat-cepat pulang. Padahal belum genap satu hari Mom berada di sini." Lengan kekarnya melipat di dada.

Mona yang mendengar tertawa pelan. "Kau berbicara seolah pria yang di maksud adalah orang asing. Dia Daddy -mu, Albern," ujar Mona memberi tahu.

"Aku tahu Mom." Netranya berubah lembut saat bertemu dengan netra milik Mona.

"Tidak lama Mommy akan kembali lagi, mungkin sembari membawa pengajuan hak asuh untuk Vigran." Mona berujar bermaksud menggoda Albern. Dan benar, wajah pria itu seketika berubah serius membuat Mona terkekeh pelan.

"Jangan bercanda, kalian sudah terlalu tua untuk menambah anak. Lebih baik aku saja yang mengurus Vigran."

Mona melorotkan mata. Menyentil gemas bibir tebal Albern hingga membuat si empu mengeluarkan ringisan. "Bocah kurang ajar!"

Albern tertawa pelan begitu pun Mona. Sejujurnya Albern bukanlah pria yang mudah menebarkan senyumnya. Namun itu dikecualikan untuk Mona.

"Bagaimana keadaan anak yang satunya?"

Albern menghentikan tawanya. Rautnya wajahnya kini terlihat lebih serius dari sebelumnya. "Buruk."

Ucapan Albern begitu lirih hingga Mona harus menajamkan indera pendengarannya. "Separah itu?"

"Bajingan itu memperlakukannya layaknya robot. Semua terjadwal, tidak ada kata tidur sebelum semua soal ulangan terselesaikan. Menolak berarti tak ada pengobatan yang di dapat."

***

Di dalam kamar, mata bulat Vigran terbuka perlahan. Tangan mungilnya bergerak mengusap pelan matanya yang terasa sedikit gatal kemudian mendudukkan tubuh. Kasur yang ditempati kini terasa lebih nyaman dari biasanya.

REDIGUEZ FAMILY || ENDWhere stories live. Discover now