PROLOG

299K 14K 255
                                    

Kantin yang memang selalu ramai di jam istirahat tidak membuat tawa dari meja tengah itu teredam dengan keramaian. Meja bagian tengah yang diisi empat orang gadis yang rumornya cantik-cantik itu tertawa renyah entah apa yang mereka bicarakan sampai membuat atensi sebagian teralih semata-mata kepo.

Gadis berambut kucir kuda dengan kalung salib yang melingkar di lehernya itu menyeruput es cappucino nya dengan tenang sesekali menyeletuk. "Gila aja kemarin waktu pulangnya dari mall ban mobil si Ivy bocor," dengkus Nata-sembari mencibir. "Udah itu pas jalan mau nyari bengkel ada orang gila ngejar kita, mampus, gak tuh?!" Nata berseru kembali kali ini sedikit menjerit tertahan.

Ivy mengelus punggung Nata dengan cekikikan. Mengingat kemarin Ivy dibuat bergidik ngeri dengan orang gila yang mengejarnya itu sudah tampangnya jelek, bajunya compang-camping dengan celana yang hampir memperlihatkan asetnya. "Salahin si Bimo Nat, ngapa itu ban mobil bisa bocor jangan salahin gue." Tentang Bimo-itu nama mobil Ivy yang baru sebulan lalu beli.

Serra yang baru memasukkan mie ayam ke dalam mulut sontak tersedak mendengar ucapan Ivy, maka sebab itu sekarang kotak tisu di meja sudah berpindah tempat ke kepala gadis itu. "Bege, yang bener napa," kata Serra bersungut-sungut. Marahnya kini efek dari tamu bulanannya yang tak kunjung selesai padahal sudah hari ke-enam.

"Santai Bosque, selow aja jangan emosi ntar tua lo juga yang repot," balas Ivy lancar sembari menaruh kotak tisu ke meja. Membenarkan sedikit rambutnya yang acak-acakan Ivy menoleh ke Vanya. "Van, Van, mobil Van, ngapa diem? Mulutnya gak berfungsi?"

"Goblok bener dah lo Vy, sohib sendiri di nistain," sahut Nata menggelengkan kepalanya.

Vanya yang di ajak bicara hanya menaikkan alisnya. Bukannya tidak bisa bicara tapi Vanya sedang bosan dan malas, rasanya campur aduk seperti gado-gado. "Bosen pengin tidur tapi gak pengin merem. Gimana dong?"

"Gimana-gimana?" Sontak Serra menggosok telinganya seakan ia salah dengar. Kemudian, ia menatap Vanya dengan muka sebal.

Vanya seakan menebalkan telinganya ia kembali termenung dengan menopang dagu. Embusan napasnya terdengar jelas sampai alisnya mengerut bingung dengan keadaan kantin yang menjadi hening. Buru-buru ia duduk dengan tegak sembari menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. "Apa ada sih?" tanya Vanya, seolah sadar dengan pertanyaannya ia menepuk bibirnya, lalu kembali bersuara, "Ada apa sih?"

"Ada mostwanted boy nya sekolah dateng," sahut Serra tanpa menoleh sebab wajah rupawan mereka tidak boleh terlewatkan barang sedetikpun.

Vanya mengerutkan kening berkali-kali lipat. Menoel lengan Ivy hingga gadis itu menoleh. "Apa?" tanya Ivy buru-buru lalu memalingkan kembali wajahnya dan menatap para mostwanted.

"Gue kok gak tahu," ucap Vanya pelan hampir berbisik. Ia ikut melihat ke pintu kantin dan benar saja di sana ada empat mostwanted boy yang berjalan dengan angkuhnya selain satu cowok yang nyempil di sana keliatan humoris dan banyak tingkah. "Yang tengah itu siapa?"

"Nichols Vernandez," sahut Serra dengan berbisik.

"Siapa?!" jerit Vanya tertahan. Menoleh ke arah pandang Serra ia memutar bola matanya malas. "Ser, siapa?"

Serra menoleh lalu mengembuskan napas perlahan setelah itu ia menggeser kursi lebih dekat dengan Vanya. Mendekati telinga Vanya, Serra mulai berbisik, "Dia Nicho."

Vanya mendorong wajah Serra menjauh. Wajahnya memerah kesal lalu ia mengerutkan alisnya sebelum berteriak sedikit pelan, "Nicho?!!"

Serra spontan membekap mulut Vanya. Wajahnya berubah pias. "Jangan teriak, Vanya!"

"Tangan lo bau. Kenapa emangnya?" tanya Vanya, bingung.

Baru saja Serra ingin menjawab suara dari belakang mereka membuat tubuh ketiganya menegang di tempat kecuali Vanya yang dibuat bingung dan penasaran. Akhirnya Vanya menoleh nyaris pantatnya menyentuh lantai kalau ia tidak berpegangan erat di meja. Di belakangnya sekarang ada keempat mostwanted yang dibicarakan sahabatnya tadi termasuk yang namanya Nicho.

"Lo Nicho itu?!" tanya Vanya enteng dengan menunjuk sontak Serra yang dekat dengan Vanya membekap mulut sahabatnya yang lancang.

Vanya melirik Serra sinis dengan gumaman tidak jelas keluar dari mulutnya.

"Iya, gue Nicho. Nichols Vernandez." Tanpa diduga cowok yang sangat tampan dari ketiga temannya itu menjawab membuat Vanya bertepuk tangan riang.

"Ganteng," ucap Vanya dengan senyum manisnya.

Sahabatnya yang mendengar langsung menepuk kening serempak. Sedangkan Nicho tersenyum manis namun misterius. Welcome, jangan harap bisa keluar.

NICHO ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang