NICHO - 25

73K 5.6K 33
                                    

Sebelum turun dari mobil Nicho membenahi rambutnya yang tadi acak-acakan sebab angin menjadi lebih rapi. Kalau mau ketemu mertua semua harus tampil sempurna, pikirnya dan kalau dipikir-pikir memang ada benarnya.

Usai itu ia turun dan menutup pintu. Di samping pintu ia menarik napas panjang dan membuang lewat mulut. Dirasa sudah tenang ia melangkah mendekati pintu bercat putih yang gagah di tengah-tengah itu.

Setengah kepalan tangannya melayang dan mengetuk pintu sampai tiga kali. Ketukan keempat ia menghentikannya. Menoleh ke samping dekat dengan kusen pintu di sana tertempel tempat bel rumah. Ia mendesah panjang akibat kesal dan kurang fokus.

Akibat gugup membuatnya hilang konsentrasi. Tetapi tidak lama ia sudah memencet bel rumah keluarga Xandreas. Sekitar tiga menit pintu dibuka. Wajah yang semringah luntur seketika melihat sang pemilik rumah yang ternyata bukan harapannya.

Kenzie lagi. Wajah bocah itu kembali terpampang di depan pintu.

"Lah, monyet. Lo lagi?!" Kesal Kenzie seraya memutar bola matanya malas. "Jangan sampe gue jodoh ama lo bang, setiap buka pintu masa lo mulu."

Nicho mengerutkan kening tidak suka tanpa mau berlama-lama dengan adik laki-laki Vanya yang menyebalkan Nicho langsung menyerobot masuk.

"Woi, gue tuan rumahnya belum ngomong boleh masuk kok lo udah nyelonong, sih?!" sungut Kenzie kembali kesal. Kalau dilihat-lihat kakak iparnya ini sangatlah menyebalkan.

"Semoga aja kak Vanya dapet cowok lain," gumam Kenzie pelan dan mengamini sembari menutup pintu. Setelahnya, ia berbalik dan terkejut dengan tatapan Nicho dan berdirinya cowok itu di depannya saat ini. Ia menelan saliva susah payah. Tatapan dari calon kakak iparnya menakutkan seakan mau membunuhnya.

"KAKAK!" teriak Kenzie menggema seluruh rumah. Teriakan darinya membuat seluruh penghuni keluar dengan heboh.

Vanya yang dipanggil sampai meloncat dari atas kasur. Rambutnya yang berantakan tidak ia acuhkan.

Sampainya di bawah Vanya menemukan kedua orang tuanya dan juga Kenzie di antara keduanya. Dan, juga Nicho yang duduk di salah satu sofa tengah minum jus.

"Apaan, Ken?" tanya Vanya seraya mendaratkan pantatnya di dekat Nicho. Gadis itu menyempatkan melempar seulas senyum manis yang dibalas ciuman singkat di pipinya.

Kenzie mencibir perbuatan keduanya.  Kemudian, menyengir dan menggelengkan kepala seraya melirik ke arah Nicho yang membuatnya ngeri.

"Ganggu gue nonton film lo, ah."

Zelda terkekeh melihat pertengkaran anaknya. Ia mengacak surai lembut Kenzie dan merapikannya lagi.

"Oh, ya, nak Nicho malam-malam ke sini kenapa, ya?" tanya Zelda.

Nicho tersenyum. "Mau ketemu Vanya, ma." Sedikit lega saat ucapannya dibalas anggukan kedua orang tua Vanya. Kalau saja ia membalas 'kangen Vanya, ma' bisa-bisa ia menjadi bahan lelucon apalagi ada adik Vanya.

Richard memindai seluruh pakaian Nicho ke dalam memori lalu ia mengerutkan kening. "Kamu habis dari kantor?" Sebelumnya ia sempat sangsi tetapi kalau kepikiran terus enggak enak juga.

Nicho mengangguk membenarkan. Ia sedikit memposisikan duduknya supaya lebih nyaman. Ia membalas, "Iya, pa, kemarin aku sama Daddy udah diskusi. Jadi tadi aku ke kantor enggak sekolah dulu sampe seminggu mungkin."

Vanya yang memainkan jari besar Nicho sontak menatap wajah tunangan nya dengan mata melotot.

Richard menoleh ke anak sulungnya. Ia menyeringai. "Ya ... kasian dong gak ada yang ngebucinin," ledek Richard seraya menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.

Vanya menoleh ke papanya. Ia mendelik tidak terima sepersekian detik kemudian ia membuang muka.

Richard tertawa lepas. Nicho juga ikut-ikutan sampai cubitan di perutnya terasa menyakitkan menghentikan tawanya dan berganti menjadi erangan.

NICHO ✓Where stories live. Discover now