NICHO - 24

73.1K 5.7K 21
                                    

Vanya menghempaskan badannya ke kasur tersayang. Tangan dan kakinya melebar membentuk tanda silang, seperti bermain di atas salju Vanya mulai melebarkan kaki dan tangan kemudian menggerakkannya sampai menutup, ia melakukannya berulang kali.

Capek melakukan itu, ia beralih ke guling yang berada di dekatnya. Di peluknya guling itu dan ia meremasnya dengan kuat sampai bentukannya berubah seperti semula.

Ia sedang bosan. Selepas pulang dari apartemen Nicho kemarin dirinya hanya melakukan rutinitas sehari-hari seperti biasanya. Pagi pergi ke sekolah, siangnya pulang ke rumah, dilanjut tidur usai sampai di rumah. Lalu, sore nya mandi, malamnya mengerjakan tugas yang kemarin lusa sempat di tagih ketua kelasnya. Dirasa sudah malam banget, Vanya berjalan ke kasur dan menidurkan badannya.

Sekarang pukul tiga lebih lima belas menit Vanya baru sampai di rumah dengan sopir yang mengantar. Tunangan nya sedang tidak ada. Karena Nicho mengikuti Daddy nya bekerja. Vanya bangga memiliki pasangan seperti Nicho, belum nikah aja udah siap-siap. Dapat dijamin kalau hidupnya tidak ada kendala ekonomi.

Dan, juga sekolah yang ditempati Nicho adalah sekolah miliknya. Itu rahasia yang sudah Vanya ketahui. Entah, berapa banyak rahasia lagi yang belum Vanya ketahui.

Ponselnya bergetar. Vanya mengulurkan tangannya menggapai ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Lumayan jaraknya membuat ia menyeret tubuhnya agar lebih mudah mengambil.

Dilihat siapa penelepon nya. Senyumnya mengembang buru-buru ia mengangkatnya. Sedetik baru panggilan menyambung lalu ia menempelkan layar benda pipih itu ke telinga.

"Kangen bangettt."

Belum bertukar sapa Nicho yang berada di seberang langsung menyerobot bilang kangen. Vanya menahan kedutan di bibirnya. Susah-susah menahan rupanya gagal jadilah tawanya menggelegar seluruh kamar.

Dari sana Vanya mendengar gerutuan kecil. Tak hentinya ia tersenyum sampai kesusahan kalau dibuat ngomong.

Rasanya Nicho bahagia mendengar suara tawa gadisnya yang menenangkan jiwa. Sebelum bicara lagi ia berdeham. "Udah pulang?"

"Udah, barusan. Eh-enggak sih udah dari tadi jam tiga." Vanya menjawab sambil menoleh melihat jam dinding yang terpasang di kamarnya.

"Mmm ...," gumam Vanya tidak jelas. Gugup rasanya enggak enak apalagi tangan langsung keringetan. Vanya menarik ponselnya menjauh dan menaruhnya di kasur paling ujung. Setelah itu ia berdiri dan menjauhi kasur merasa jauh ia membuang napas panjang. Sudah lebih baik dari sebelumnya ia kembali mendekati kasur sedikit berlari dan meloncat. Ponselnya ia dekatkan ke telinga.

"Mau ngomong apa, hm?" tanya Nicho dengan lembut.

Vanya menggulingkan badannya menjadi menghadap ke langit-langit kamarnya.

Mendengar suara 'hm' membuat perutnya melilit seperti ada banyaknya kupu-kupu berterbangan di dalam perutnya.

Damage nya SKJHVZYUS ARGHHH BIKIN MELEYOT, batin Vanya menjerit.

"Baby?"

Spontan Vanya membalas, "Ya!"

"Kamu kenapa?" ulang Nicho.

"Gak kenapa-kenapa kok, emangnya aku kenapa?" Ia malah memutar pertanyaan.

Nicho terkekeh suaranya berat semakin membuat jantung Vanya tidak aman. Sampai-sampai bibirnya yang tidak tahu apa-apa menjadi korban. Ia menggigit nya. Degupan jantungnya saja Vanya dapat mendengar sendiri.

"Lucu banget sih pacar Nicho," ujar Nicho dengan kekehan renyahnya. Tidak berselang lama cowok itu kembali bersuara, "Tunangan, maksudnya."

Nicho kembali terkekeh lebih tepatnya tertawa.

Vanya yang mendengarnya semakin merapatkan bibirnya.

"Ya udah aku tutup dulu, ya?"

"Kok ditutup? Gak kangen gitu sama aku?"

Vanya membulatkan matanya dengan kepala geleng-geleng. Ia membalas, "Kangen juga," cicitnya.

Di seberang sana Nicho tertawa. Ia menjadi tidak sabar pulang dan berkunjung ke rumah mertuanya lalu menculik gadisnya dan mengurungnya. Semakin besar rasa Nicho mengikat Vanya dan memilikinya sendiri.

***

Hola!
Kalian mau sampai part berapa?

NICHO ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang