NICHO - 26

69.5K 5.1K 15
                                    

Tiga hari kemudian.

Sekolah seperti biasanya. Tidak ada istimewanya menurut Vanya karena salah satu orang yang paling menonjol di sini tidak ada. Ternyata omongan kemarin lusa ada benarnya dan tidak bohongan.

Diantara banyak kursi yang kosong Vanya memilih duduk di belakang sendiri. Pagi-pagi ia sudah datang ke sekolah dengan alasan ke supir kalau ada piket kelas padahal hanya bualan semata. Kali ini biarkan Vanya bohong.

Sunyi nya kelas tidak membuat Vanya takut. Hanya dirinya ditemani napasnya sendiri yang terdengar jelas ia sudah tenang. Oh, jangan lupakan ponselnya yang tergeletak di meja sedang memutar lagu.

Semakin lama kebosanan semakin menyerangnya. Ia mengangkat kepala yang semula di meja berganti dengan menopang dagu. Menoleh ke samping ia mengulum bibir ke dalam sedang berpikir setelahnya ia meraih ponsel, suara dari musik yang terdengar kelamaan berhenti. Vanya menghentikan putaran lagunya.

Detik berganti menit hingga menit berganti jam beberapa orang memasuki kelas ada yang sendirian, bersama teman, sepupu, sahabat. Kelas mulai ramai suara bising dari mereka membangunkan Vanya yang tengah melamun.

Seorang laki-laki datang dengan gaya kerennya. Kata teman sekelasnya dia tampan dan juga inceran adik kelas. Terkenal bandel suka banget tidur di kelas atau tidak jauh-jauh dengan bermain game.

Dia menarik satu kursi sebelah Vanya. Kepalanya langsung masuk ke lengan yang sebagai bantal dahinya.

"Yan, Yan, anak nakal, suka mencuri duit emaknya, kalo ketauan lehernya kena potong ...." Vanya bersenandung dengan tangan yang memukul lengan Dean.

Dean mendongak dengan muka bantal. Kepalanya agak pening dan pandangannya buram biasa terjadi saat terlalu menekan area kening dan mata saat tidur dengan duduk. Ia mengusap sejenak keningnya yang mengerut.

Sebenarnya ia tidak benar-benar tidur hanya memejamkan mata. Telunjuknya menoyor kening Vanya dengan gemas.

"Duh ... sapa sih yang ngajarin bikin lagu, gitu?" tanyanya.

Vanya cengengesan lalu menggeleng. Ia membalas, "Buat sendiri dong."

Dean hanya geleng-geleng dan kembali melanjutkan tidurnya yang sempat tergganggu.

***

Bersama dengan yang lain Vanya ikut keluar. Melihat tempat biasanya Nicho berdiri Vanya menjadi kepikiran lagi.

Efek terlalu bucin saat ditinggal beberapa hari saja sudah kangen.

Vanya kembali mengingat awal pertemuan dengan Nicho yang katanya jangan sampai mengucapkan nama dia atau bakal sial. Nyatanya orang yang mengganggu Nicho yang bakal sial. Semua itu ternyata bohongan hanya rumor yang tidak berdasar.

Dan, kesialan akan menimpa orang itu kalau mengganggu milik Nicho. Kalau sudah hak milik semua tidak boleh memiliki.

"Doi mana, Van?" tanya Nata.

Prihal pertunangan Vanya belum di publikasikan. Rasanya enggan dan bisa nanti saja, dirinya masih belum siap dicaci maki para penggemar cowoknya. Meskipun itu tidak mungkin terjadi.

Vanya menyelipkan sejumput rambutnya ke belakang telinga. Menunduk sebentar kala merasakan tali sepatunya yang akan lepas. Ia mengangkat bahu sebagai respon, lalu berkata, "Bolos, mungkin."

"Ganteng mah bebas bolos apa enggak pamornya tetep," sahut Serra. Cewek satu ini terlihat tergopoh-gopoh katanya sang pacar akan mengantarkan pulang.

"Dan, semakin banyak yang suka," timpal Ivy.

Vanya cemberut. Mendadak mood-nya turun memang benar adanya kalau Nicho semakin ke sini semakin banyak yang suka. Tetapi Nicho sudah menjadi tunangannya jadi para kaum hawa tidak akan ada yang berani dekat-dekat lagi.

Depan gerbang mereka menyingkir dan memilih duduk di tempat tunggu semua siswa yang akan dijemput para orang tua, teman maupun pacar seperti Serra ini.

Serra bangkit dari duduknya. Sedikit menepuk bagian belakang rok nya. "Gais, gue balik dulu, ya? Pacar gue dateng, tuh."

"Rangga makin ganteng anjir, gue tikung sabi nih," ucap Ivy dengan mata berbinar senang.

Serra mendelik dan mendorong kepala Ivy. "Berani rebut, berani gelut."

NICHO ✓Where stories live. Discover now