NICHO - 18

82K 6.2K 34
                                    

"Eyyo what's up gengs!" Suara bak toa menggema seisi kelas. Pelakunya Rangga yang baru saja datang tepat pukul delapan. Cowok yang tidak ada rapi-rapinya itu tampak senang dengan senyum lebarnya yang mengalahkan matahari pagi hari ini.

Siswa lainnya yang melihat Rangga baru muncul sontak meringis kecil.

"Kok pada diem gengs?" tanya Rangga dengan kening mengerut dalam. Mungkin cowok itu tidak terlalu memperhatikan kelas.

"EKHEM!" Dehaman keras dari depan menjawab semua pertanyaan Rangga. Cowok itu memutar kepala sampai matanya bertemu dengan pak Dani.

"What's up gengs!" Pak Dani meniru ucapan Rangga sama persis, mimik wajahnya yang semula galak menjadi riang namun tidak lama wajahnya menjadi datar.

"Jam berapa ini?" tanya pak Dani. Masih dengan raut datarnya. Kakinya menyilang dengan setengah badan yang menyender di papan tulis.

Rangga menggaruk belakang kepalanya. Baru saja mau menjawab pukulan di lengan membuatnya mengadu kesakitan.

Plak

Penggaris kayu mendarat tepat di lengan kekar Rangga.

"Gak liat tadi saya mengajar? Langsung nyelonong masuk gak ngucap salam malah what's up gengs. Balik ke depan pintu, cepet!"

Tidak mau membuat tubuhnya yang bagus ini terkena pukulan lagi akhirnya Rangga menuruti ucapan pak Dani.

Depan pintu Rangga diam. Sejenak otaknya tidak begitu paham maksud dari pak Dani yang menyuruhnya kembali keluar kelas dan berdiri di depan pintu.

Rangga mengusap leher belakangnya dengan cengengesan. Ia bertanya, "Saya di sini ngapain, pak?"

Sontak semua tepuk jidat. Termasuk pak Dani yang sudah geram sampai ke ubun-ubun kepala. Kalau di film kartun kepala pak Dani bisa saja meletus.

Pak Dani mengusap wajahnya lalu membuang napas kasar. Kesabarannya menipis. Stoknya hampir habis. Dan, sekarang malah anak muridnya membuatnya ingin darah tinggi.

Pak Dani berseru lantang sampai sebagian anak muridnya tersentak kaget dan spontan menutup telinga, "Kamu ini! Saya suruh balik ke sana nyuruh kamu ngucapin salam, Rangga!"

"Salam?" Beo Rangga. Dua menit hampir lima menit kemudian Rangga baru mengangguk mengerti. "Oalah, salam pak. Ya udah bentar."

"Assalamualaikum gengs."

"Waalaikumsalam."

Selesai itu Rangga masuk lalu duduk di kursinya.

Pak Dani yang melihat anak murid bengal nya itu hanya mampu mengelus dada sabar dan membuang napas berulang-ulang.

***


"Seriusan lo pacaran sama Rangga, Ser?" tanya Vanya sedikit berteriak.

Serra mengangguk malu-malu dan menunduk dengan muka memerah. Ketiganya yang melihat sikap Serra langsung berlagak ingin muntah.

"Pasti halu. Keliatan banget dari tampangnya," cetus Nata sarkas.

"Jangan iri dengki. Gak baik," balas Serra sewot.

Keduanya saling bertatapan dengan tajam seakan mata mereka mengeluarkan laser merah yang cepat membuat lawannya mati di tempat.

"Halo babi." Dari belakang Serra dan Vanya datang Rangga dan teman-temannya.

Serra melotot garang mendengar sapaan Rangga. "Kok babi sih!" Protesnya.

Cup

Nicho mencium pipi Vanya singkat.

Kegiatan mereka tidak luput dari pasang mata yang menatap memelas, iri dan sinis.

"Kita yang jomblo hanya mampu meratapi nasib," ujar Ivy sok dramatis. Padahal kalo ada cowok ganteng alias cogan ia yang biasanya number one pepet itu cowok sampai mau.

Dan, Nata hanya bodoh amat. Ia suka uwu tapi ia tidak suka melakukannya. Geli kalau kata Nata. Juga dia sulit mencari yang seiman dengannya.

"Sama gue aja yuk! Jomblo segel." Promosi Zean dengan bangga. Agaknya ia mengalami iri sampai rela mempromosikan dirinya sendiri.

NICHO ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang