NICHO - 36

64.4K 4.8K 151
                                    

Sesampainya di rumah keluarga Vernandez Nicho keluar dari dalam mobil lalu melangkah memutari. Langkahnya terhenti saat Vanya sudah lebih dulu membuka pintu.

"Ayo, masuk! Ada mommy sama Hazel di dalem," ujar Nicho seraya melingkarkan tangannya ke pinggang kecil Vanya.

Langkah keduanya menuju taman belakang kalau jam segini mommy beserta adiknya yang paling kecil akan berada di sana.

Vanya yang memang baru melangkah ke jalan rumah Nicho yang baru dibuat terkagum dengan interior design nya. Dapat dihitung jari kedatangan dirinya ke sini tidak lebih dari sepuluh kali kemungkinan lima sampai enam. Kalau ditanya kenapa gak pernah ke rumah mertuanya. Vanya akan bilang kalau dirinya selalu di apartemen Nicho di saat cowok itu meminta dirinya menginap.

Saat di rumah keluarga Vernandez, itupun selalu berdiam di kamar atau ruang keluarga. Ah, juga dapur tetapi jarang karena Nicho selalu melarang semata-mata takut gadisnya terluka.

Vanya yang mengetahui hal itu kaget sebab kelakuan kecilnya dulu tidak lepas dari namanya benda tajam bernama pisau. Saat mamanya sedang memotong sesuatu di sana Vanya tidak pernah absen untuk ikut andil menemani alias dalam artian lain mengacaukan isi dapur. Sesering nya bermain pisau sampai Vanya lupa menghitung hasil karya goresan di jari-jarinya.

Mamanya jelas melarang apalagi papanya tetapi memang Vanya bandel jadi ia kebal dan selalu mengulangi lagi sampai ia kena hukum hanya berdiam di kamar seharian. Setiap jam makan selalu diantar. Dan, sampai di umur enam belas baru Vanya diperbolehkan masuk ke dapur lagi.

Walaupun ke dapur kadang untuk bermain potong-potong daun sayur, membuat telur mata sapi, membuat makanan makanan atau camilan dari resep salah satu aplikasi yang banyak diminati itu dan banyak lagi.

Sampai di tujuan terlihat pintu kaca lebar yang dibuka menghantarkan angin masuk ke dalam. Belum menginjak perbatasan saja angin sudah menyapa.

Rambut panjang yang terikat satu ke bawah itu berayun pelan. Vanya menutup mata sejenak menikmati udara sore yang menyejukkan. Ia baru tahu kalau di rumah besar ini ada taman luas yang hijau, banyak bunga berbagai macam warna bermekaran di taman ini.

Tarikan di tangan membuka mata Vanya. Ia menerbitkan senyuman manis ke Anne yang tengah minum. Pandangannya bergulir ke arah lain dan ia menemukan seorang anak kecil bersama baby sitter sedang memetik bunga lalu diselipkan ke telinga.

"Mom!" panggil Nicho dengan suara berat khasnya. Cowok itu menyalimi punggung tangan Anne kemudian mencium kedua pipinya.

"Nicho!"

Nicho memutar bola matanya malas mendengar suara dari balik punggungnya itu. Asal suara itu dari Daddy nya——Zavi si posesif yang gak mau istrinya dicium anak-anak mereka.

Sebelum membalikkan badan ia sudah memasang raut wajah senang. "Oh, hai Daddy!" sapa Nicho santai seolah kejadian barusan tidak ada apa-apa nya.

Vanya yang di samping Nicho mendengkus pelan melihat kelakuan anak dan bapak ini. Sifatnya tidak jauh-jauh beda.

Sama-sama posesif ke miliknya.

Tidak mau mengurusi urusan lelaki Vanya melepas rangkulan di pinggangnya. Ia mengelus dada Nicho untuk sabar.

Nicho menoleh dan mengecup kening gadisnya. "Duduk dulu aku mau ke Daddy."

Vanya mengangguk menuruti kemauan Nicho. Ia mendekati Anne yang tampak santai menikmati acara adu mulut kedua laki-laki kesayangannya itu.

Anne menyuruh menantunya mendekat.

Vanya menyalimi punggung tangan Anne. Ia menatap depan lalu membuang napas melihat kedua laki-laki berbeda usia itu saling beradu.

"Mom enggak mau pisahin mereka?" tanya Vanya hati-hati.

Anne menoleh lalu terkekeh seraya mengelus surai menantunya. Dia membalas, "Ngapain di pisah, nanti juga akur. Tunggu sampe hitungan ketiga."

Vanya mengangguk.

***


Dugaan mommy Anne ternyata benar terbukti sekarang lelaki berbeda usia itu sudah berbincang-bincang santai di gazebo dekat kolam renang.

Vanya juga Anne sudah berpindah tempat mengingat jarum jam sudah menunjuk ke angka setengah lima. Dalam ruang keluarga diisi suara kartun dan dua adik Nicho.

Narel baru pulang saat matahari sudah tenggelam. Katanya tadi ada tugas kelompok bersama yang mengharuskan dirinya pulang agak terlambat.

Melihat Narel mengingatkan Vanya ke adiknya Kenzie. Selepas mengobrol singkat dan menghilangnya mommy Anne dan dua adik Nicho dari balik pintu elevator Vanya mengeluarkan ponsel dari saku celana.

Vanya menekan tanda video. Beberapa menit kemudian panggilan video terangkat. Vanya tersenyum lebar melihat wajah adiknya.

"Apaan kak?" tanya Kenzie dengan suara beratnya tanpa menoleh. Dari sini Vanya melihat adiknya satu itu tengah mengerjakan sesuatu di buku tulisnya.

"Ngapain lo?" Vanya bertanya balik tanpa menjawab ia lebih kepengin tahu dengan kegiatan adiknya sekarang.

Kacamata non minus yang membingkai wajah tampan Kenzie tampak memperlihatkan layar laptop yang menyala. Vanya mengangguk paham. Ternyata adiknya sedang mengerjakan tugas.

Kenzie menoleh seraya membenarkan kacamata yang melorot itu. "Kepo lo!"

"Cie pundung. Salah siapa ngerjain tugas ditabung terus jadi gini, 'kan?" ejek Vanya menjulurkan lidahnya.

Dari posisi ponsel Kenzie yang berdiri Vanya bisa melihat setengah wajahnya saja. Pahatan wajah sempurna Kenzie memang ampuh menarik perhatian kaum hawa di luaran sana maka tak jarang adiknya itu selalu mendapat coklat dan bunga bahkan secarik surat berisi puisi maupun kalimat pernyataan cinta pun ada. Wajar sekarang Kenzie juga bersekolah di tempatnya mangkanya Vanya tahu.

"Kak susah ...," rengek Kenzie menunjukkan soal yang berangka ke kamera. Vanya yang melihat tertawa lepas sampai air mata ikut keluar.

Setelah mereda ia menatap kembali wajah melas Kenzie yang memerah. "Minta ke papa," suruh nya.

Kenzie malah cemberut lalu dengan gerakan lamban cowok itu melepas kacamatanya dan mematikan laptop. Ponsel yang semula di senderkan di angkat olehnya.

Vanya masih terus memantau sampai terakhir adiknya menjatuhkan diri ke kasur dan menggulingkan badan ke samping. Alhasil, Vanya ikut memiringkan ponsel.

"Kenzie aduin mama aja biar kakak kena marah," ucapnya setengah bergumam akibat guling yang berada di bawah mulutnya.

Vanya tertawa. Sudah biasa ia mendapat ancaman seperti ini. "Silakan!"

Kenzie bergumam tidak jelas. Keduanya diam dengan Kenzie yang sudah hilang dari radar.

Tidak lama cowok itu kembali datang dengan laptop di tangannya. "Kak mau nge-game dulu, ya."

"Tungguin!" Vanya yang ingin mematikan ponsel mengurungkan niat.

"Semoga kalah!" seru Vanya lalu mematikan secara sepihak. Ia tahu kalau sekarang adiknya bakal mengomel.

***

Hola!

How are u?

Udahh panjang nihh😡 kalo panjang gini komennya yang banyak donggg😃

Cie oleng ke Kenzie. Si Kenzie GEMOY parahh. Yakin gak mau?

Kalo mau milih

Mau Narel atau Kenzie?

NICHO ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang