NICHO - 14

90K 6.7K 10
                                    

"Dari tampangnya nih pasti lagi disuruh balik

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Dari tampangnya nih pasti lagi disuruh balik." Tebak Ivy. Sedari tadi pandangannya tidak lepas memperhatikan Vanya yang menunduk mengamati ponsel lalu memutar bola matanya malas.

Sesuai dengan perkataan Ivy sontak Vanya menaikkan bahunya tak acuh dan kembali memasukkan ponsel ke dalam tas. Kedua lengannya saling tumpang tindih membentuk silang di atas meja dengan mulut menyeruput minumannya.

"Gue kepo sama hubungan lo? Kalo dilihat nih gak ada tuh kesialan yang menimpa lo," cetus Serra dengan bertopang dagu. Satu tangannya memutar ke atas dengan menjepit satu kentang goreng.

Brak!

Tiba-tiba Serra memukul meja kejadian itu mengundang tatapan menghunus pengunjung lain yang sepertinya terkejut dan kesal dengan gadis tersebut.

"Atau jangan-jangan rumor itu bohongan?!" Serra heboh sendiri. "Kalo itu bohongan, gue pengin hih tuh orang yang nyebarin," lanjut Serra dengan napas ngos-ngosan. Sesaat kemudian ia berhenti mengoceh dan lebih memilih menghabiskan sepiring kentang.

Vanya yang mendengar juga mengangguk, ia membenarkan perkataan Serra. Sudah seminggu hubungannya berjalan tidak ada kesialan yang menimpa dirinya. Kembali berpikir ia menjadi senang kalau sebenarnya rumor itu hanya bohongan.

Kalau begini Vanya bisa tenang.

"Tuker raga yok Van! Gue ikhlas kalo jadi lo," celetuk Ivy dengan senyum lebarnya. Tampaknya ide itu sangatlah bagus.

Vanya membelalakkan matanya lalu menoyor kepala gadis dengan bandana biru itu dengan kesal. Membayangkan saja ia sudah tidak mau apalagi menjalankan aktivitas dengan tubuh Ivy.

"Tadi yang chat nih-gue tebak ya? Pasti Nicho my honey," kata Nata dengan berbinar senang.

"Ulangi coba? Nicho my honey ew apa banget dah," cibir Vanya dengan suara yang agak di mirip kan seperti Nata.

Serra menyenggol lengan Vanya. Ia bersiul menggoda dan menepuk tangan senang lalu menoleh ke Ivy dan Nata. Keduanya yang tahu sontak tertawa terbahak-bahak.

"Katanya gak mau," ejek Ivy mirip sekali dengan ucapan Vanya saat menceritakan Nicho saat itu.

"Jangan sampe gue suka sama dia. Udah jelek, sok dingin pula," tambah Nata. "Siapa yang ngomong, ya? Gue mendadak lupa ingatan nih."

Vanya mendelik. "Lupa ingatan beneran gue mampusin lo."

Serra menimpali, "Katanya gak bakal cemburu kalo Nicho sama cewek lain. Belum juga deket sama cewek lain kita omongin aja udah cemburu. Cemburu gak tuh? HAHAHA."

"Kalo ada Doraemon nih gue suruh dia putar waktu dan gue bakal rekam semuanya. Aaa ... sialnya gue lupa ngerekam waktu itu," sahut Nata dengan tawa kerasnya sampai-sampai perutnya terasa begitu kram.

Yang di ejek diam dengan kepala menunduk. Malu, pengin teriak, pengin mutilasi, pengin ikat mulut mereka juga.

Nata mengetuk meja membuat kedua manusia yang masih tertawa itu diam.

"Sstt ... jangan ketawa kasian yang mukanya merah, HAHAHAHA."

"Sialan lo pada," umpat Vanya sambil mendorong lengan Serra yang merangkul bahunya.

Vanya mengambil lagi ponsel di dalam tasnya. Ia mendongak menyuruh sahabatnya diam.

"Diem bentar, ada telepon dari-" Vanya menggantung ucapannya kemudian merogoh ke dalam tas. Refleks ia membuang napas panjang. "Dari Nicho ...," lanjut Vanya.

Nata dan Ivy saling pandang. Keduanya tampak merencanakan sesuatu terlihat dari tampangnya yang mencurigakan.

"Ekhem ...." Ivy berdeham sedikit keras mencoba mengambil perhatian Vanya. Dan, belum semenit Vanya sudah mendongak dan menatapnya.

"Kenapa lo, Vy? Keselek es batu?" tanya Serra dengan alis yang terangkat satu.

Ivy melotot ia ingin menoyor kepala Serra namun ia urungkan. Kembali Ivy menatap Vanya dengan senyum manis tapi kalau Vanya lihat itu adalah senyum menyebalkan.

"Lo angkat aja, tapi speaker, oke gak? Okelah masa enggak. Iya 'kan Nat, Ser?!"

Nata mengangguk antusias. "Yaps betul banget."

Serra menoleh ke Vanya. "Bener tuh. Angkat Van, cepetan!"

"Jangan diem aja Van, angkat cepet keburu itu telepon mati ntar," desak Serra seperti cacing kepanasan.

Sedangkan Vanya mengerutkan kening dalam merasa aneh dengan ketiganya. "Pacar Nicho itu gue atau kalian sih? Heboh bener."

"Gue si ikhlas kalo Nicho jadi pacar gue," sahut Nata dengan senyum lebarnya.

Vanya mencibir pelan. Ia kembali menatap ponselnya yang lagi dan lagi menampilkan nama Nicho di sana. Saat ingin menerima teleponnya tiba-tiba Serra menahan pergelangan tangannya.

"Sstt ... jangan angkat dulu," ujar Serra lalu menarik tangan Vanya dan menaruhnya di atas meja.

"Kenapa sih? Tadi katanya diangkat sekarang malah jangan." Vanya memutar bola matanya malas.

Ivy menjentikkan jarinya kemudian terkekeh kecil. Ia agak memajukan badannya, senyum manis menyebalkan nya mulai keluar. "Kita buat challenge."

"Challenge? Gimana?" tanya Vanya dengan kerutan di keningnya.

Mendengar lontaran Ivy. Serra langsung mendapatkan ide. "Challenge nya pas angkat telepon dari Nicho lo minta dia buat jemput lo di sini."

Vanya menimang tantangan dari teman-temannya. Tanpa menunggu lama Vanya mengangguk setuju, ia menerima tantangannya. "Oke lah deal."

Ivy, Serra, dan Nata berseru senang dan melakukan high five bersama.

"Kalo gue gak dijemput, gimana? Dan, kalo gue dijemput?"

Sekarang ganti Nata yang berpikir dengan menopang dagu dan mengetuknya. "Aha! Nih ya dengerin. Kalo lo berakhir gak dijemput kita minta traktiran sama lo dan kalo dijemput berarti lo traktir kita juga."

"Gimana, bagus 'kan ide gue?" imbuh Nata dengan menyengir.

"Yeuh bagus pala lo. Sama aja itu. Enak di kalian, gak enak di gue," balas Vanya.

"Oke, angkat dah tuh daritadi gak berenti," pungkas Ivy.

NICHO ✓Where stories live. Discover now