NICHO - 11

100K 7.5K 17
                                    

"Woi Nicho. Akhirnya lu dateng juga, gue kira bakal nge-bucin terus," ejek Rangga dengan senyum konyol. Samping kiri dan kanannya ada dua wanita berpakaian kurang bahan yang bersandar dengan manja di bahu cowok itu. Rangga tidak merasa risi malah ia semakin mempererat pelukannya sampai tepukan di bahu dan kepala menyadarkannya.

"Cowok gila," desis wanita sebelah kanan yang memberi jarak antara keduanya. Dia mengelus sekitar leher dan dada, rasanya begitu sesak akibat ulah cowok di sebelahnya. Bukannya mendapat untung malah ia mendapat buntung dengan kesenangannya yang membawa petaka.

"Santai. Gue gak niat buat bunuh orang." Ucapan Rangga barusan itu malah membuat kedua jalang itu over thinking.

Tatapan mata yang berbinar senang langsung meredup berganti ketakutan. Pikiran keduanya tertuju ke psychopath kalau itu benar bisa-bisa sekarang dirinya langsung meninggal di tempat.

Lantas keduanya beranjak dari sofa berbentuk melingkar.

"Anjing kok gue ditinggal?!" Rangga marah bukan main menatap kepergian jalang sewaannya yang malah pergi dengan tergesa-gesa.

"Salah lo ngomongnya bikin negatif thinking," sahut Zean sembari menuangkan wine kedalam gelas kecil yang tersedia di meja.

Rangga mengerutkan kening bingung tak urung ia sama minum seperti Zean kala otaknya tidak berhenti berpikir maksud dari perkataan Zean.

"Otak kecil kayak lu jangan sok mikir. Ntar yang ada not loading," ujar Gama.

"Si babi," kata Rangga sedikit pelan lalu kembali menegak minuman beralkohol itu sampai tandas. Rasa panas sebab alkohol itu masuk ke tenggorokannya membuatnya mendesah panjang dengan kepala menengadah ke atas.

Nicho—cowok itu diam dengan minum sedikit. Punggungnya di sandarkan ke sofa. Sekarang pukul dua belas kurang lima menit sekitar sepuluh menit dirinya berada di sini—di club dengan temannya. Dua hari lalu semenjak Vanya menginap di apartemen, Nicho mendadak menjadi anak rumahan namun tidak berlangsung lama ia kembali melakukannya lagi.

Mengingat Vanya ia menjadi rindu dengan gadis itu. Lamunannya buyar kala ponsel di saku celananya bergetar. Dengan ogah-ogahan ia merogoh saku celananya. Sesaat kemudian Nicho terdiam sejenak melihat sang penelepon.

"Vanya?" gumam Nicho lantas jarinya bergerak di atas layar lalu ia mendekatkan ponselnya ke telinga.

"NICHO PULANG!" Dengan refleks Nicho menjauhkan ponsel dari telinganya. Ia mendesis seraya mengusap daun telinganya.

Membuang napas pelan ia kembali mendekatkan ponsel ke telinga. Ia bersuara, "Kenapa, hm? Kok marah-marah?"

Di seberang sana Vanya menggigit bantal dengan gemas bercampur kesal. Foto yang dikirim oleh Zean teman Nicho membuat dirinya tidak tenang. Maka dari itu ia memilih menelepon Nicho dan menyuruh pulang.

Kehabisan akal Vanya menggunakan cara yang menurutnya akan ampuh. "Pulang hiks ..., PULANG!"

Sedangkan Nicho langsung bangkit dari duduknya. Raut wajahnya ketara begitu khawatir, tidak mau membuat gadisnya menangis semakin kencang akhirnya Nicho memutuskan pulang dan mematikan telepon setelah memberi kata penenang.

"Gue balik," ucap Nicho singkat langsung menyambar kunci mobil di atas meja. Langkahnya yang ingin meninggalkan tempat terhenti kala temannya menahan dirinya.

"Masih sore kok udah pulang?" tanya Zean terselip nada meledek dengan senyum miringnya padahal ia sudah tahu apa penyebab Nicho pulang tetapi kalau tidak meledek Nicho rasanya kurang lengkap apalagi saat sekarang masa cowok itu bucin sebucinnya dengan cewek.

Nicho membalikkan badan menyorot begitu tajam ke Zean tanpa mau berbasa-basi lagi ia segera meninggalkan teman-temannya.

"Minuman kalian udah gue bayar." Setelah mengucapkan itu Nicho benar-benar pergi meninggalkan club.

"Dasar bucin!" teriak Zean namun teredam dengan musik.

NICHO ✓Where stories live. Discover now