NICHO - 32

65.2K 5.1K 47
                                    

"Pagi dad, mom, Narel, cantik." Nicho menyempatkan mencium pipi dan kening adiknya yang paling kecil. Wajah cantik alami gadis kecil itu memerah bahkan tawanya menggema seisi ruang meja makan. Keliatannya dia salah tingkah.

"Kalo Hazel aja cantik. Aku juga ganteng lah bang." Narel protes karena paginya suram. Ia tidak terima jika Hazel saja yang dipuji. Dirinya juga ingin.

Nicho mengalihkan perhatian ke Narel. Adik keduanya yang menekuk wajah itu hanya didiami Nicho. Ia mengangkat bahu cuek lanjut memakan nasi goreng yang sudah disajikan.

"Pagi dad, mom, gantengnya Vanya, sama Hazel yang imut banget," sapa Vanya tersenyum ceria. Wajah putih yang baru mandi itu terpoles bedak bayi milik Hazel.

Nicho yang baru menelan nasi melotot mendengar pujian gadisnya yang tertuju ke Narel. Wajah mengeras menahan gejolak cemburu itu melihat ke Narel yang senyum-senyum konyol dengan menelan roti sampai pipinya menggembung.

Laparnya mendadak hilang. Mood nya terjun bebas. Ia masih menatap tak senang ke adiknya yang menyebalkan seperti Kenzie. Sendok yang di pegang erat itu di taruh ke piring dengan keras. Nicho membuang napas kasar.

Vanya melangkah mendekati Nicho. Sampai di sebelah cowok itu ia memilih duduk di kursi sebelahnya. Satu tangannya memukul lengan keras Nicho dengan kesal. "Ngapain, sih? Jangan gitu. Gak boleh!"

Nicho melunturkan raut kesalnya. Ia memandang Vanya dengan menipiskan bibir, matanya melotot tidak terima sembari mencuri pandang ke adiknya yang sudah tidak melakukan kekonyolan lagi.

Vanya menaikkan alisnya tidak mengerti. Sepersekian detik baru dirinya paham maksud dari lirikan dan wajah Nicho yang tampak kesal barusan. Ia terkekeh lalu kembali menghadap depan. Menyendok kan nasi ke dalam mulutnya tanpa mau menatap lagi wajah yang sudah menyebalkan di sampingnya kali ini.

Laki-laki itu memejamkan mata diikuti buang napas.

***


"Jangan ganjen ke kak Vanya!" Nicho berdiri di depan pintu kamar Narel yang terbuka lebar. Ia dapat melihat adiknya sedang bermain game di komputer.

Nicho berjalan masuk sampai di dalam ia menyandarkan punggung ke dinding sebelahnya. Melipat tangan depan dada tatapannya tidak berhenti melihat wajah Narel dari samping.

Lima menit tidak ada balasan dari adiknya. Nicho geram akhirnya ia melangkah mendekat sebelum suara berasal dari mulut Narel menghentikan langkah lebarnya.

"Gitu aja cemburu. Santai ngapa," balas Narel tanpa melihat wajah Nicho yang berubah galak.

Tidak mau membuat keributan dan karena Nicho malas ribut ia memilih keluar dari kamar Narel menuju lantai bawah. Kemeja hitam melekat di tubuh tegap nya, lengan yang sudah di gulung sebatas lengan dan rambut masih belum rapi sama sekali.

Seperti kemarin-kemarin ia akan pergi ke kantor tetapi kali ini ada gadisnya yang setia menemani. Enggan turun menggunakan lift ia membelokkan arah ke tangga. Suara sepatunya yang beradu dengan lantai marmer menggema.

Dari atas Nicho bisa melihat gadis berambut panjang yang memakai pakaian kasual sedang duduk menonton televisi bersama mommy nya. Mulut Vanya penuh akibat kue donat sisa kemarin yang belum habis.

Sampai di bawah ia mendekati dua wanita kesayangannya. Pipi bulat itu dicium sampai menimbulkan suara saat dilepas. Vanya menoleh dan mendelik lalu menggosok pipinya dengan ekspresi geli.

"Duh," celetuk Anne dengan senyum kecil kala melihat dua remaja yang asik menebar keromantisan sekarang.

"Itu rambut di rapiin dong sayang. Lengan kemejanya juga tuh. Aduh ...," geram Anne.

Nicho terkekeh. "Iya mom. Biar Vanya aja yang benerin." Sebelum menggendong gadisnya ia menyempatkan mencium pipi Anne seperti Vanya sampai berbunyi. Untungnya Zavi sudah ke kantor lebih dulu, kalau tahu ia mencium wanita kesayangannya ini Nicho pasti sudah mendapat pukulan dan omelan.

NICHO ✓Where stories live. Discover now