NICHO - 15

93K 6.7K 41
                                    

Tantangan yang tadi diterima oleh Vanya membuahkan hasil yang membuat Ivy, Nata, dan Serra melongo di tempat. Bagaimana tidak kaget kalau tiba-tiba Vanya yang baru mengangkat telepon dan belum satu jam yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga.

"Anjir pacar lo Vanya cepet banget gila jemput nya," cetus Nata dengan mulut yang terbuka sedikit. Dirinya masih speechless tidak menyangka juga.

"Ya udah gue balik dulu, bye bye sister," pamit Vanya dengan kedipan mata yang bagi mereka sangat menyebalkan.

Di meja yang sama ketiga gadis itu masih memperhatikan Nicho yang bersandar di samping body mobil dengan kacamata hitam bertengger di hidung mancungnya. Hoodie hitam dan celana jeans hitam sobek bagian lutut menambah kadar ketampanannya.

"Ganteng gila. Aaa ... Mak pengin kawin," lontar Ivy dengan dramatis.

Kita beralih ke dua sejoli yang satunya diam diluar dengan menatap lamat pacarnya mewanti-wanti apabila ada kecelakaan dan satunya lagi keluar dari dalam kafe. Rambutnya yang tergerai itu terbawa angin yang berhembus lumayan kencang membuatnya harus terus-menerus menyelipkan ke belakang telinga. Selama berjalan ia terus menatap Nicho yang tampak tidak mengalihkan pandangan darinya.

Begitu sampai di hadapan Nicho Vanya mendongak menatap wajah tampan Nicho yang selalu terlihat tampan.

"Kirain bohongan, eh ... tau-taunya beneran. Makasih, ya," ucap Vanya dengan senyum lebarnya sampai matanya sipit seperti bulan sabit.

Nicho hanya mengangguk. Lama berdiam keduanya saling bertatapan dengan Vanya yang mukanya memerah entah itu efek dari cuaca yang panas atau memerah karena ditatap terlalu lama dan Nicho yang raut wajahnya tidak pernah berubah, alias selalu datar.

Sepersekian detik kemudian perlakuan manis Nicho membuat Vanya salah tingkah.

"Lain kali kucir aja daripada gini, repot sendiri," kata Nicho sembari membenarkan rambut gadisnya yang berterbangan, karena tidak ada hasilnya malahan anak rambut yang sudah ia selipkan ke belakang telinga itu kembali terbawa angin akhirnya Nicho berhenti menyelipkan.

"Bawa ikat rambut, nggak?"

Vanya mengerjap kemudian mengangguk. Setelah itu ia menunduk, mencari ikat rambutnya di dalam tas.

"Ini." Vanya memberikan ikat rambutnya kepada Nicho yang langsung diterima oleh cowok itu.

Mendadak Vanya gugup dan secara refleks ia menahan badan Nicho. Pipinya bersemu kala menyadari letak tangannya yang berada di dada bidang Nicho.

"Eh, maaf," gugup Vanya dengan senyum canggung ia juga menarik kembali tangannya.

Nicho diam tidak mengeluarkan suara sama sekali. Perlahan ia mendekat ke Vanya.

"Ngapain?" tanya Vanya ketar-ketir. "Ngapain deket-deket?" ulangnya.

Tidak ada satupun kata terlontar dari mulut Nicho yang membuat Vanya merutuki cowok itu. Dirinya lupa kalau ia berbicara dengan es kutub.

Sret

Deg

Kali ini Vanya benar-benar ingin pingsan atau meleleh saja dan menghilang dari planet ini lalu berganti ke Pluto. Kelakuan Nicho sangat berefek besar padanya yang sangat-sangat lemah dengan perlakuan manis.

Bagaimana tidak meleleh coba kalau cowok yang berdiri di depannya ini, yang sangat diidam-idamkan kaum hawa berbuat manis kepadanya dengan mengikat rambutnya dari depan yang membuat wajahnya berada di dada bidang Nicho. Kalau dilihat dari jauh keduanya tampak seperti berpelukan padahal enggak.

Kegiatan mereka tetap dipantau enam mata dari dalam kafe. Bukan hanya tiga gadis itu saja, para gadis lainnya yang asik bergurau atau kencan dengan teman dan pacarnya pun ikut melihat keromantisan dua sejoli itu.

"Bisa gak sih kalo mau uwu itu di tempat private aja jangan di tempat umum gini. Gue ini jomblo susah mau uwuan," dumel Serra seraya mendengkus. Gemas ingin menonjok siapapun yang lewat di depannya.

***

Mobil yang dikendarai Nicho berjalan dengan lancar. Sore ini jalan lumayan lengang membuat para pengendara termasuk Nicho merasa senang.

Surya perlahan turun sinarnya yang berwarna jingga mulai menyilaukan mata siapa saja yang tidak berusaha mengelak. Sang cakrawala pun ikut andil dengan sang surya keduanya tampak serasi. Satunya oren satunya lagi keunguan.

Dari semua mobil yang berlalu lalang melenggang mencari jalan keluar. Satu yang menjadi utama dari semuanya. Mobil hitam mewah Mercedes Benz yang tampak tenang.

"Aaa Nicho lo bikin gue malu tadi." Sedari tadi Vanya tidak berhenti berkicau, ralat, maksudnya berbicara. Terus menerus ia mengucapkan malu dan malu.

Dan, Nicho tidak hentinya selalu bilang. "Aku-kamu, Vanya."

Vanya mendelik ke arah Nicho. "Diem deh, gak tau apa kalo gu-aku malu. Lo-kamu maksudnya, juga kenapa sih tadi gitu."

Nicho mengangkat bahunya tak acuh. Ia menjadi mengingat kata-kata cewek selalu benar dan cowok selalu salahdan sekarang Nicho akui kalau itu ada benarnya buktinya saja sekarang.

"Ya udah enggak lagi," pungkas Nicho menghentikan ocehan tidak berfaedah Vanya.

NICHO ✓Where stories live. Discover now