NICHO - 22

73.9K 5.8K 40
                                    

Happy independence day ❤️🇮🇩

Malam ini pukul delapan kurang sepuluh menit mobil milik keluarga Xandreas berhenti di depan restoran milik keluarga Vernandez.

Mobil pertama ditumpangi kedua orang tua Vanya. Richard dan Zelda turun dan saling bergandengan tangan tanpa menunggu mobil dibelakangnya yang ditumpangi anaknya mereka berdua langsung masuk ke dalam. Sambutan istimewa pelayan restoran mengarahkan keduanya menuju ruang VVIP.

Mobil kedua berhenti. Keluarlah dua remaja dari dalam mobil. Vanya dan Kenzie. Vanya menunggu Kenzie memutari mobil setelah berada di sampingnya baru Vanya merangkul lengan adiknya. Keduanya tampak serasi mirip seperti sepasang kekasih dengan si lelaki tampan yang tinggi dan si gadis cantik yang sebatas bahu.

"Yuk, masuk!" ajak Kenzie dengan senang kalau saja acaranya tidak se-formal ini Kenzie pasti sudah masuk lebih dulu tanpa mau menggandeng kakaknya.

Vanya mengangguk. Adik dan kakak itu masuk dengan salah satu pelayan yang memandu di depan. Restoran dengan gaya Eropa modern ini sangat elegan dengan warna coklat kayu manis dan hitam.

Sesampainya di depan pintu yang diyakini ruang VVIP keduanya lantas masuk setelah pintu dibuka. Pelayan yang mengantar sudah dipastikan pergi.

"Gila, kak, ini bagus banget restorannya." Kagum Kenzie yang sedari tadi menyapu seluruh desain restoran yang menyejukkan mata.

Memasuki ruang VVIP mereka berdua masih harus berjalan dengan satu bodyguard yang mendampingi. Vanya menjadi menerka-nerka acara dinner ini tidak hanya keluarganya saja kemungkinan orang tuanya mengundang teman bisnisnya.

"Ken," panggil Vanya pelan dan lebih berdekatan dengan adiknya.

Kenzie menyahut dengan dehaman saja.

"Kita dinner bukan sama Mama, papa, doang?" tanya Vanya.

Kenzie menoleh ke kakaknya. "Mana gue tau. Gue kira lo tau."

Vanya mengangguk dan diam. Kembali mengamati setiap sudut ruang VVIP yang terlihat bersih dan mewah ini.

Sampainya di tujuan Vanya dan Kenzie melangkah mendekati meja panjang dengan banyaknya kursi yang sebagian sudah terisi. Semakin dekat Vanya semakin bingung kala matanya menangkap sosok Nicho.

Penampilan semuanya juga luar biasa. Vanya menjadi overthinking dan parahnya ia berpikiran tentang pertunangan. Dalam hati ia berdoa semoga saja itu semua tidak benar. Sedangkan diadakannya acara ini karena kedua orang tua Nicho teman bisnis papanya, semoga saja.

Semakin dekat dengan mereka Vanya semakin gugup ia juga tak sengaja meremas lengan Kenzie sampai pemuda itu mengadu dan menjerit tertahan karena ulahnya.

"Lo kenapa sih kak?" tanya Kenzie kesal akibat ulah kakaknya yang meremas lengannya.

Vanya tidak menjawab ia hanya diam dengan pikiran berkecamuk.

"Mama, papa, Ken dateng!" seru Kenzie seraya mengulas senyum manis. Kalau begini Kenzie terlihat semakin tampan dengan matanya yang ikut menyipit.

Serentak semua berdiri dari duduknya. Tatapan mereka pun menyorot ke dua remaja itu. Empat orang tua itu tersenyum manis dengan anak kecil perempuan yang melambaikan tangan ke arah keduanya. Sedangkan Nicho hanya berwajah datar dan terakhir adiknya--Narel yang fokusnya ke es krim di depannya.

Zelda menghampiri kedua anaknya. Ia mengambil alih Vanya dari Kenzie dan menuntun anaknya duduk di kursi kosong yang tersedia di sebelah Nicho. Zelda menundukkan kepalanya dan berbisik, "Kamu duduk di sini aja." Selepas itu Zelda melangkah ke kursi tempatnya tadi.

Kenzie sudah duduk dekat anak laki-laki yang asik makan es krim. Ia tidak mengenalnya tetapi saat melihat wajah pacar kakaknya ia yakin kalau di sampingnya ini adik dari dia.

"Cil, cil," panggil Kenzie pelan sambil menoel lengan anak itu.

Narel mendongak dengan memutar bola matanya malas. "Cilok, bang?"

"Ngelawak lo." Kenzie menutup mulutnya tawanya hampir keluar.

"Lah, lo manggil cil, cil mulu," ujar Narel dengan kesal. Kalau sepantaran dengannya ia akan memukul wajah menyebalkan orang di sampingnya ini.

"Lah? 'kan bener, soalnya lo bocil," balas Kenzie dengan menaik turunkan alisnya.

"Dih, songong."

Perdebatan keduanya harus terhenti karena suara memperingati dari para orang tua.

Sedangkan, Vanya dan Nicho dari tadi hanya diam. Yang biasanya akan menebar keromantisan sekarang malah saling membisu.

Seperti makan malam biasanya kedua keluarga ini berbincang sebentar lalu dilanjut makan dalam keheningan.

Beberapa jam kemudian semua sudah selesai. Vanya bernapas lega karena acara makan malam kali ini sekadar makan malam bukan dengan suatu hal berbau perjodohan walaupun dirinya dengan Nicho berpacaran.

Vanya sudah bersiap ingin bangkit dan meninggalkan tempat mewah ini dengan segera namun perbincangan yang sensitif baginya membuatnya terpaku.

"Nicho udah ngomong soal pertunangan tadi siang." Richard membalas ucapan Zavi. Kedua paruh baya itu tampak senang terlihat dari aura wajahnya yang begitu ketara.

Vanya menoleh ke Nicho. Dia diam belum mengeluarkan sepatah katapun. Sedikit demi sedikit ia mulai mengingat tentang perkataan Nicho siang tadi, jadi ini maksud makan malam hari ini.

"Nicho, l-kamu apa-apaan, sih?!" bisik Vanya geram. Melihat Nicho yang tampak tenang Vanya dengan kesal menginjak kaki cowok itu.

Nicho mengerutkan keningnya. Matanya menatap wajah cantik Vanya. Ia menyunggingkan seringainya membuat Vanya bergidik ngeri.

NICHO ✓Where stories live. Discover now