NICHO - 6

118K 8.7K 11
                                    

Vanya membuang napas kasar melihat wajah Nicho sudah terpampang begitu jelas di depannya. Wajah yang tampak tidak ada rasa bersalah sedikitpun dan membuat darah yang mengalir di dalam tubuh Vanya mendidih. Genggaman sendok di tangannya sudah mengerat seakan bersedia dilempar ke Nicho.

Semakin dibuat heran kala sahabatnya berdiri serempak dan pergi meninggalkan dirinya seorang, bukan seorang melainkan dua orang, yaitu dirinya dan Nicho.

"Lo mau kemana?" tanya Vanya sembari mencekal pergelangan tangan Serra. Dengan refleks tangannya melepas sendok yang ia genggam dengan erat itu.

Gadis itu menyengir dengan menggaruk leher belakangnya. Lalu, menunjuk meja yang sudah diisi Ivy dan juga Nata. "Ke sana lah, kalo di sini jadi obat nyamuk," ujar Serra sengaja menekan kalimat akhir sembari melirik Nicho yang anteng.

Vanya memutar bola matanya malas. Tentang Nicho, sudah diketahui oleh sahabatnya dan respons mereka membuat Vanya terperangah betapa hebohnya sahabatnya itu saat Vanya menceritakan secara rinci padahal dirinya sudah mati-matian menahan kesal ke cowok itu.

"Gue ikut!" seru Vanya sembari mengambil piringnya namun tangannya kembali mengambang manakala piringnya sudah berpindah tempat ke hadapan Nicho. Vanya terbengong di tempat, alisnya menukik tajam dengan mata menyipit menatap tepat di manik hitam legam milik Nicho namun seakan tidak takut cowok itu malah membalasnya. Sekarang mereka seperti mengikuti sesi lomba saling tatap yang mana berkedip duluan itu kalah. Vanya mendesah panjang seraya membuang muka kedua tangannya yang berada di sisi tubuhnya terkepal begitu erat kemudian ia melonggarkan nya perlahan.

"Gak jadi ikut?" tanya Serra dengan menggoda padahal tahu apa yang terjadi tetapi melihat wajah merah padam yang disembunyikan Vanya itu bagi Serra adalah kesenangan untuknya. Alisnya naik satu, ia setia menunggu jawaban keluar dari mulut Vanya.

"Enggak," jawab Vanya ketus tanpa menoleh.

Serra mengangguk saja lalu pergi dengan tawa tertahan.

Kembali ke meja dua orang itu. Masih dengan Vanya yang sudah mulai menatap Nicho.

Vanya akui Nicho itu memang tampan, sangat. Tetapi, Nicho terlampau dingin dengan muka datarnya yang tidak berubah-ubah ekspresi. Sifatnya yang membuat Vanya naik darah itu posesifnya.

"Ngapain ke sini?"

Nicho menatap balik gadisnya yang semakin terlihat menggemaskan dengan raut muka marah sampai merah padamnya itu. Sembari menatap wajah cantik itu Nicho menopang dagu. "Enggak boleh?" tanyanya dengan alis naik satu semakin menambah kesan tampan bahkan kelakuan Nicho barusan mengundang pekikan kaum hawa.

Tanpa sadar Vanya menahan napas melihat tingkah laku Nicho yang kenapa mampu membuatnya sesak napas dadakan. Seakan kesadarannya kembali, Vanya menarik semua ucapan dalam hati perihal ketampanan yang dimiliki seorang Nichols Vernandez. Wajahnya berubah suram, tanpa menjawab pertanyaan dari Nicho ia menyeret kembali piringnya.

"Lepasin."

Nicho menggeleng sekali hentakan piring yang berada di tengah kembali ke hadapannya.

"Nicho," geram Vanya sedikit berteriak. Lama-lama kalau ia sering berdekatan dengan Nicho bisa-bisa ia darah tinggi.

"Apa baby?" Nicho seakan sengaja mengeraskan suaranya. Vanya hampir menjatuhkan rahangnya, melihat sekitar ia sudah mendapati banyak pasang mata menatap mereka berdua. Vanya beralih menatap Nicho, sekelebat ia seperti melihat Nicho menyunggingkan seringainya.

"Jangan manggil gue baby, ingat itu!" tukas Vanya sembari menarik piringnya, "Lepasin!"

Seolah-olah tidak mendengar dengan santainya Nicho mengambil alih piring Vanya. Ia memutar garpu di atas mie sampai melilit setelah itu ia angkat dan menyodorkannya ke mulut Vanya. "Makan!"

"Gue bisa makan sendiri nggak usah pake acara suap segala."

"Makan!" titah Nicho tidak terbantahkan.

Dengan berat hati Vanya menerima suapan dari Nicho.

NICHO ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang