NICHO - 12

92.1K 7.4K 14
                                    

Pagi-pagi sebelum matahari terbit cowok dengan tubuh menjulang tinggi itu kini sudah berada di depan pintu rumah gadisnya. Dari semalam hatinya resah bukan main bahkan untuk memejamkan mata saja ia harus menunggu sampai pukul tiga pagi.

Dari tadi tangannya tidak berhenti menekan bel rumah Vanya. Tidak peduli dengan kekesalan pemilik rumah yang merasa terganggu akibat dirinya yang penting sekarang adalah menemui gadisnya dan memberikan pertanyaan kenapa semalam menelepon dan menangis.

Ceklek

Pintu terbuka hal pertama yang Nicho lihat wajah kantuk cowok yang masih setia mengucek kedua matanya. Memutar memori kembali Nicho langsung ingat dengan wajah di depannya sekarang, ah-adik laki-laki Vanya.

"Sapa sih masih pagi juga ganggu orang tidur aja." Kenzie menggerutu masih dengan kesadarannya yang belum sepenuhnya pulih. Wajahnya yang kusam karena tidak cuci muka ketara begitu jelas namun bukan itu yang sekarang Nicho perhatikan sedari pintu di buka pertama yang ia harapkan itu Vanya datang.

Tidak mendapat balasan dari tamunya perlahan Kenzie menurunkan tangannya yang semula menggosok mata menjadi berkacak pinggang. Memicing semakin sipit karena matanya memburam akibat gosokkan barusan. Setelah penglihatannya terlihat sudah jelas seketika bola matanya membulat lebar. Kenzie berseru dengan kencang, "Lo!"

"Lo-pacar kak Vanya k-kan?" Mendadak dirinya menjadi gagap. Kenzie yang menyadari nada bicaranya sontak berdeham sedikit keras.

Nicho terperanjat hampir mengumpat mendengar dehaman adik Vanya dirinya kehilangan fokus karena perhatiannya terarah ke dalam bukan ke arah wajah adik Vanya.

Kantuk yang tadi masih menyerang sudah hilang sekarang Kenzie kesal. "Mau apa sih?!" tanya Kenzie. Jangan salahkan dirinya kalau tidak sopan memang sejak pertama kali melihat nata de Coco, atau joyko ia tidak pernah merasa akur. kenzie lupa namanya tetapi ia ingat Cho.

Nicho balas, "Kakak lo?"

"Hah?" Kabel dalam otaknya belum tersambung maka dari itu ia lemot. Belum lima menit Kenzie kembali berseru seraya menepuk pintu sebelum decakan kesal penuh kesakitan menghentikan tingkah konyolnya. "Mau kakak gue?"

Kenzie menggeleng salah dengan penataan katanya, ia kembali mengoreksi. "Mau ketemu kakak gue?"

Nicho mengangguk. Mukanya datar sama seperti pertama kali berkunjung. Melihat adik Vanya Nicho bergidik, ia membatin, masa gue mau punya adik ipar lemot gini sih?

"Tunggu sebentar," cetus Kenzie sebelum berlari kencang bahkan larinya sempat oleng dan menabrak dinding.

Nicho membuang napas. Dirinya tidak disuruh masuk malahan berdiri di depan pintu yang terbuka.

Berselang lama kemudian yang ditunggu-tunggu akhirnya datang kali ini cuma Vanya entah adiknya yang sudah ke mana Nicho bodoh amat. Senyumnya mengembang lebar sebelum Vanya menyentuh perbatasan luar dan dalam Nicho sudah maju lebih dulu, lalu merengkuh tubuh gadisnya.

"Damn," umpat Nicho dengan berbisik. Kepalanya ia taruh di ceruk leher gadisnya.

Sang empunya malah bengong dengan mata berkedip-kedip. Meskipun sudah cuci muka dan gosok gigi matanya ini tidak kunjung terbuka lebar malah semakin menyipit. Dipeluk oleh pacarnya Vanya hanya diam dan menyandarkan kepala di bahu lebarnya.

Elusan singkat dan pelukannya juga membuat Vanya yang sudah nyaman harus merelakan Nicho yang melepasnya.

"Masuk dulu," tutur Vanya pelan.

***

Vanya kembali ke ruang tamu dengan satu gelas berisi minum untuk Nicho. Kedatangan tiba-tiba cowok itu membuatnya heran.

Sembari menaruh di meja Vanya mendudukkan pantatnya di sofa sebelah Nicho. Ketika duduk pelukan dari samping mengagetkan dirinya.

"Kenapa?" tanya Vanya, bingung dengan sikap Nicho yang selalu membuat terkejut.

Nicho melepas pelukannya. Tatapan matanya tidak lepas dari wajah ayu gadisnya.

"Semalem kenapa nangis?"

"Semalem?" ulang Vanya dengan kerutan dalam di kening.

Nicho mengangguk.

Sedangkan Vanya diam dan berpikir dulu. Merasa sudah mengigat ia menjadi malu.

Nicho yang melihat gerak-gerik gadisnya menautkan kedua alisnya.

"Sebenernya tuh ...," Sebelum melanjutkan ucapannya Vanya menoleh ke Nicho, wajah cowok itu tampak serius membuatnya semakin malu untuk melanjutkan.

Sebelum melanjutkan lebih dulu ia menghirup napas dalam-dalam kemudian merogoh saku piyamanya, setelah menemukan ponselnya ia mengotak-atik nya. Vanya menyodorkan ponsel ke hadapan Nicho. "Zean ngirim foto itu, hehe."

Seketika mata Nicho membulat. "Zean?"

"Hehe iya, mangkanya kemarin ya ... gitu, maaf." Vanya menggaruk belakang lehernya dengan canggung.

NICHO ✓Where stories live. Discover now