Bab 1a

19.5K 1.6K 63
                                    

Mobil hitam mengkilat dengan plat nomor kota besar, melaju kencang di antara pepohonan yang meliuk di kanan kiri sawah. Beberapa orang yang lewat, penduduk kampung, atau pun petani yang kebetulan melihat, mengernyit heran saat mobil itu melewati mereka. Jarang sekali, sebuah daerah terpencil didatangi mobil yang begitu mewah.

Mereka bertanya-tanya, menduga-duga, akan ke mana mobil itu menuju. Keingintahuan mereka makin menjadi saat kendaraan itu berhenti di depan asrama panti asuhan tua. Apakah itu donator? Atau orang tua yang ingin mengadopsi anak? Mereka tidak tahu. Yang pasti, panti asuhan itu ada rencana ditutup karena tidak mampu membayar sewa lahan. Ada dua puluh anak di dalamnya, terancam hidup di jalanan karena panti tidak punya cukup uang untuk menghidupi mereka. Penduduk kampung tahu masalah itu tapi mereka tidak berdaya, tidak bisa menolong karena kebutuhan hidup mereka pun banyak. Alasan yang klise dan termudah yang dibuat semua manusia di bumi saat hati mereka tidak cukup tergerak untuk membantu.

Seorang laki-laki tinggi, kurus, dan berkacamata bingkai emas, turun dari jok belakang. Ia berdiri di depan bangunan tua yang nyaris runtuh, dengan dinding berlobang,  atap dari seng yang sudah retak dimakan cuaca, dan merasakan keengganan untuk masuk. Bagaimana kalau ada gempa saat ia di dalam, pasti bangunan itu runtuh dan menimpanya. Berbagai pikiran buruk berkelebat dan membuatnya makin enggan menapakkan kaki di sana. Menoleh pada laki-laki yang lebih muda dan tegap yang menjadi sopirnya, ia berucap pelan.

“Masuklah lebih dulu. Bilang aku mau bertemu.”

“Baik, Pak.”

Laki-laki mud aitu melangkah lurus dan bertanya pada anak kecil yang berada di teras tentang keberadaan pengasuh mereka. Si anak menunjuk samping bangunan di mana ada kebun sayur kecil. Ia bergegas ke sana dan tertegun di depan pohon singkong, menatap wanita muda yang sedang memetik bunga dari sebuah tanaman yang ia tidak tahu namanya. Wanita itu mirip sekali dengan nona mereka di rumah, yang membedakan hanya warna kulit yang sedikit agak gelap dan potongan rambut. Kalau nona mereka, berambut panjang dan terurai indah, wanita muda ini lebih pendek, selain itu sama sekali tidak berbeda, dari bentuk wajah hingga tubuh.

“Nona Bianca, selamat sore!”

Ia menyapa ramah dan wanita muda itu menoleh heran. “Siapa Anda?”

“Perkenalkan saya Antoni, sopir yang membawa atasan saya kemari?”

Bianca meninggalkan pekerjaannya, menghampiri laki-laki itu. “Atasanmu?”

Antoni mengangguk. “Beliau ada di depan dan ingin bertemu.”

Bianca diliputi rasa heran. Bertanya-tanya tentang laki-laki yang menemuinya. Panti ini jarang sekali kedatangan tamu. Kalau pun ada donatur, lebih banyak mendapatkan secara daring. Melangkah cepat, ia mengikuti Antoni dan langkahnya terhenti di tengah halaman saat mengenali siapa tamunya.

“Papa ….”

Osman berdiri dengan tangan terikat di belakang tubuh, menatap anak perempuan yang lima belas tahun tidak pernah ditemui. Ia tahu, Bianca mengenalinya karena pasti sering melihatnya di berita baik cetak maupun televisi. Dan selama itu pula, Bianca tidak pernah ingin menemuinya.

“Aku mau bicara.”

Tegas, kaku, dan bersikap seolah-olah dirinya orang asing, Bianca menatap papanya dengan bingung. Sekian tahun berlalu, laki-laki itu datang seolah menjelma dari dalam bumi dan tanpa memberinya kabar lebih dulu. Entah apa yang terjadi, ia tidak tahu.

“Ada yang bisa saya bantu?” Bianca bertanya hormat.

Osman menatapa anak perempuannya dari atas ke bawah dan diam-diam merasa senang dengan apa yang dilihatnya.

Rahasia Istri Miliarder (Billionare's Wife Secret)Where stories live. Discover now