Bab 5b

10.8K 1.5K 66
                                    

“Selama aku bekerja, kamu bisa melihat-lihat atau menunggu di ruangan khusus untuk istirahat. Terserah kamu.”

Orlando berujar saat mereka memasuki gedung bertingkat yang tinggi dan megah. Bianca merasa takjub melihat betapa tinggi dan besar gedung perkantoran Orlando, kantor sang papa tidak ada apa-apannya dibandingkan ini.

Orang-orang berlalu lalang di lobi dengan lantai yang mengkilat. Bianca melihat beberapa kafe di lantai dasar dan berniat mencobanya nanti.

“Bisakah aku melihat kantormu?” tanyanya penuh harap.

Orlando mengangguk tanpa kata, membawa Bianca naik menggunakan lift VIP. Mereka tiba di lantai sepuluh yang cenderung sepi, dengan lorong berkarpet tebal. Di pintu masuk ada beberapa pegawai berseragam yang menyambut mereka. Bianca mengikuti langkah Orlando hingga tiba di ruangan laki-laki itu yang besar dan luas.

“Wah, ini keren sekali,” decak Bianca saat melihat pemandangan luar dari dinding kaca. “Apalagi kalau malam, pasti lebih keren.”

Sementara Bianca berjalan mondar-mandir dan memuji segala hal yang ditemuinya, Orlando duduk di kursi. Diam-diam memperhatikan wanita itu yang terlihat gembira seperti anak kecil menemukan mainan baru.

“Aku belum pernah datang ke tempat sebesar ini,” ucap Bianca.

Orlando mengedip di kursinya. “Benarkah? Kamu lupa pernah datang kemari?”

Kali ini Bianca yang kaget. “Aku pernah datang?” tanyanya tidak yakin.

“Iya, sekali. Bersama kakekku. Waktu itu, kalian datang berkunjung setelah perjodohan kita mencapai kata sepakat.”

Bianca memiringkan kepala dan mengigit bibir. “Aku lupa.”

“Kamu melupakan banyak hal, termasuk latar belakangmu. Tidak mungkin anak dari seorang Osman tidak pernah datang ke gedung seperti ini.”

Berdiri dengan tubuh menegang, Bianca menatap Orlando tak berkedip. Perkataan laki-laki itu tentang keluarganya membuatnya bingung. Ia lupa, kalau Osman bukan keluarga miskin. Ia lupa kalau Bella tinggal di kota besar dan sikapnya sekarang sama sekali tidak mencerminkan itu. Ia mendesah lega, saat Orlando menerima panggilan dan melupakan percakapan mereka. Tak lama, laki-laki itu pamit ke ruang rapat dan meninggalkannya sendiri. Meskipun tidak suka dengan keangkuhan dan kesombongan Orlando, tapi ia mengakui kalau laki-laki itu pekerja keras. Bahkan saat baru sembuh dari sakit pun harus tetap rapat.

Ia membalikkan tubuh, kembali mengamati pemandangan dari tempatnya berdiri dengan pikiran menerawang tentang Orlando dan harta berlimpah milik laki-laki itu. Pantas saja papanya tidak mau kehilangan kesempatan punya menantu miliarder.

“Orlando, aku ada … well well, siapa yang datang?”

Pintu membuka, Nathan muncul dengan map putih di lengan . Laki-laki itu tersenyum dan melangkah perlahan ke arah Bianca.

“Bella, sayangku. Kamu datang tanpa memberiku kabar?”

Bianca menegakkan tubuh, mengantisipasi sikap Nathan. “Orlando sedang rapat. Sebaiknya kamu menyusul,” ucapnya dingin.

Nathan tidak menggubrisnya. Laki-laki itu mengulurkan tangan hendak memeluk dan Bianca berkelit menjauh. “Wow, mulai kapan kamu bersikap jinak-jinak merpati seperti ini, Bella? Apa hilang ingatan membuatmu juga lupa akan kehangatan hubungan kita.”

Demi menghindar dari sergapan Nathan yang menurutnya sangat menjijikan, Bianca berdiri dan bertelekan pada meja Orlando.

“Aku tidak mengerti apa maksudmu, Nathan. Kamu sudah menikah, aku pun sama. Bagaimana mana mungkin kamu bicara soal hubungan kita?”

Rahasia Istri Miliarder (Billionare's Wife Secret)Where stories live. Discover now