Bab 21b

9.4K 1.2K 71
                                    


S

arah berdiri di ujung tangga, menatap lantai di bawahnya. Mendesah resah, ia duduk di anak tangga paling atas dan terdiam di sana. Hidupnya jadi makin membosankan semenjak Elmar meninggal. Selain itu, juga makin tidak menyenangkan. Dulu, ada sang kakek ia masih ada tempat untuk berkeluh kesah. Elmar yang paling mengerti dirinya dibandingkan orang lain, bahkan Emilia. Elmar yang tidak pernah menganggapnya remeh.

Sampai sekarang, ia masih tidak percaya kalau Elmar sudah meninggal. Sang kakek yang begitu kuat dan hebat, tidak seharusnya pergi begitu saja tanpa berpamitan.  Penyebab kematian juga membuatnya sampai sekarang tidak mengerti. Kenapa kakeknya harus turun saat pagi buta. Apa penyebabnya? Itu yang sampai sekarang belum ia ketahui karena tidak ada saksi yang melihat saat Elmar terjatuh.

Sebenaranya, ia menyimpan banyak kecurigaan tapi tidak ingin mengungkapkan sekarang. Sebelum ada bukti yang cukup.  Kerinduannya pada sang kakaek membuat dadanya sesak. Ia menunduk dan terisak lirih. Tidak menyadari ada dua pelayan yang berdiri tak jauh darinya, menunggu dalam diam dan tidak ingin mengganggu.

Suara tangis Marry menyadarkannya. Ia menyeka air mata dan terburu-buru turun. Sesampainya di ruang makan, ia terbelalak saat melihat Nathan berdiri menjulang di depan Marry yang menangis.

“Apa-apaan ini?”

Saat melihatnya, Marry berbalik dan menubruk tubuhnya. “Mommy!”

“Cup-cup-cup, Sayang. Kenapa nangis?”

Marrya yang terus terisak, tidak menjawab. Gadis kecil itu meletakkan kepalanya di bahu. Sarah menatap tajam pada Nathan dan sang mama yang duduk tenang mengunyah roti panggang.

“Apa-apaan kamu, Nathan. Kenapa kasar dengan Marry!” hardik Sarah.

Nathan mendengkus, menuding dengan telunjuk. “Kamu, jadi istri nggak becus. Anak satu saja kamu nggak bisa ngurus. Manjakan terus, biar jadi anak bebal!”

Sarah terperangah, lalu menatap celana dan baju Nathan yang basah. Ada tumpahan aor di lantai dan gelas yang terguling.

“Marry menumpahkan air ke pakaianmu?” tanyanya.

“Siapa lagi? Anak tidak tahu sopan santun, berlarian ke sana ke mari dan lihat akibatnya!”

“Oh, jadi lebih penting pakaianmu dari pada anak sendiri, Nathan?” Sarah berucap dengan gemetar. Menatap tajam pada Nathan dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Nathan tidak mau kalah, balik membentak. “Hanya pakaian? Aku bersiap ke kantor dan anakmu itu kurang ajar!”

“Anakku? Dia anakmu juga! Mana ada seorang papa bisa bersikap begitu arogan sepertimu!”

“Cukup! Pagi-pagi sudah berisik!”

Emilia memukul meja, meredam pertengkaran antara Nathan dan Sarah. Ia bangkit dari kursi dan menatap Sarah.

“Kenapa kamu cerewet sekali, Sarah. Kamu tinggal bawa anakmu ke atas dan tenangkan, biar tangisannya reda. Malah membuat keributan.”

Sarah menatap Emilia dengan pandangan tak percaya. “Maaa! Nathan memarahi  Marry karena hal sepele dan Mama masih membelanya?”

Emilia menatap Nathan dan mengangkat bahu. “Mungkin sepele, tapi anakmu memang harus dididik dengan benar. Jadi seorang mama, kamu tidak bisa diandalkan.”

“Oh, begitu? Jadi, di rumah ini aku yang salah karena tidak bisa mendidik anakku?” Sarah mendekap anaknya erat-erat. Berusaha meredam rasa marah yang ingin meledak keluar. Jika tidak ingat sedang menggendong Marry, ingin rasanya ia menerjang Nathan dan memukul laki-laki itu. Namun, ia berusaha menahan diri demi anaknya. “Marry hanya anak kecil. Sebagai orang tua, kalian bukannya memaklumi tapi malah menuntut.”

Rahasia Istri Miliarder (Billionare's Wife Secret)Where stories live. Discover now