Bab 11a

10.4K 1.6K 192
                                    

Dear deary ….

Selama tinggal di rumah baru, hari-hariku berjalan sangat mengerikan. Papa sibuk kerja, dari pagi sampai malam. Jarang ada di rumah. Mommy Lidia dan dua saudaraku yang lain, benar-benar tidak menyukaiku. Mereka selalu berusaha untuk membuatku susah, dari mulai melakukan pekerjaan rumah yang tidak biasa, jarang memberiku makan, dan sering kali memukuliku. Aku seperti budak di rumah ini, bukan bagian dari keluarga.

“Makanya, jangan jadi anak miskin. Begini akibatnya.”

“Udah miskin, jelek lagi!”

Mereka selalu menghinaku, membuat hati sedih. Aku nggak bisa mengadu sama Papa karena dia pun selalu kelihatan lelah bekerja. Mana tega aku membiarkan Papa makin sedih karena keadaanku? Aku nggak mau dibilang anak cengeng.

Kadang, kalau ada waktu untuk berdua saja, Papa hanya mengajakku makan es krim di kedai dan lebih banyak diam. Sesekali dia bertanya apa aku merindukan Mama dan Bianca? Aku selalu mengangguk dengan bercucuran air mata.

“Sabar, ya, Bella. Tunggu papa punya uang sedikit. Nanti kita jemput Mama dan saudaramu.” Itu yang selalu dikatakan Papa dan sekaligus penguat hidupku. Saat aku merasa sedih, hidup tak adil padaku, yang aku ingat hanya janji Papa untuk membawa Mama dan Bianca pulang.

Suatu hari saat umurku 14 tahun, terjadi peristiwa yang membuat Papa marah. Mommy Lidia memintaku membersihkan jendela di lantai dua, padahal kami punya pelayan entah kenapa dia memintaku yang melakukannya. Saat aku menolak, Jenifer memukulku dan Jesica menginjak kakiku. Akhirnya, aku terpaksa melakukannya dan jatuh dari lantai dua. Saat pulang, Papa yang mendapatiku luka-luka mengamuk dan berniat meninggalkan rumah. Mommy Lidia menangis dan berjanji tidak akan menyuruhku melakukan hal berbahaya lagi.

Tapi, sikap kejam mereka tidak berubah setelah itu. Hanya saja mereka melakukannya secara diam-diam, masih dengan perlakukan yang sama dan kekejaman yang makin hari makin meningkat.

Dear deary … rasanya aku mau mati saja.

**

Bianca menatap penampilannya di cermin dalam balutan gaun merah dan perhiasan warna senada yang ia dapatkan dari Grafin. Gaun berbahan satin mengkilap dengan satu lengan di pundak, menempel pas di tubuhnya. Panjang gaun mencapai betis dengan belahan hingga di bagian paha atas. Ia telah belajar banyak dari Danila, teman les menarinya tentang bagaimana merias wajah yang baik dan benar. Ia mempratekkannya setiap hari saat berada di toko. Malam ini, ia tema make upnya adalah bold and glamour. Tersenyum kecil, ia memutar tubuh di depan cermin, merasa siap untuk ke pesta.

“Wow, cantiknyaaa.” Grafin memujinya saat laki-laki itu menjemputnya.

“Apakah sesuai dengan tema malam ini?” tanya Bianca pada laki-laki tampan di depannya.

“Sangat sesuai dan bahkan spektakuler. Perhiasan itu cocok untukmu.”

“Terima kasih, semua berkatmu.”

Saat mobil yang mereka naiki meluncur mulus meninggalkan rumah, Bianca menoleh pada Grafin. “Bolehkah aku bertanya padamu satu hal?”

“Iya, Cantik. Ada apa?”

“Apakah nanti tidak akan ada masalah kalau kakakmu tahu aku memakai perhiasan rancangannya?”

Grafin tersenyum dan menggeleng. “Aku jamin tidak. Malah harusnya dia senang secara modelnya begini cantik dan dia tidak harus membayar uang apa pun padamu. Tenang saja, Bella.”

Bianca mendesah, mencoba meredakan kegugupan. Ini adalah pesta kedua yang ia datangi. Masih terbayang pesta pertama yang ia hadiri dan dipaksa untuk melihat kemesraan Orlando dan Giana. Malam ini, ia tidak akan berbuat bodoh seperti itu lagi. Kalau Orlando mempermalukannya, ia tidak akan tinggal diam.

Rahasia Istri Miliarder (Billionare's Wife Secret)Where stories live. Discover now